Jakarta, 15/6 (Antara) - Nanda Alaita (18) baru saja lulus sebagai siswi Sekolah Menengah Kejuruan di Jakarta. Alih-alih antusias berpartisipasi dalam Pemilihan Umum 2014, Nanda bahkan belum tahu apa saja partai politik peserta pemilu, kapan pemilu digelar, terlebih calon legislatif yang akan dipilih.
"Saya akan menggunakan hak pilih ,dong! karena itu adalah hak setiap warga negara. Tapi belum tahu sih siapa yang mau dipilih, " ujar gadis berperawakan semampai ini saat ditanya akankah ikut memilih pada Pemilu 2014.
Sebagai pemilih pemula, Nanda mengaku belum memiliki gambaran tentang berada di dalam bilik suara, mengamati para caleg maupun capres, kemudian memutuskan pilihan. Nanda berharap, saat waktu pencoblosan tiba, dia memiliki bekal pengetahuan yang cukup untuk menentukan pilihan.
Apa yang dirasakan Nanda, kemungkinan besar juga dirasakan oleh jutaan pemilih pemula lainnya.
Oleh sebab itu, Direktur Sinergi Masyarakat untuk Demokrasi Indonesia (Sigma) Said Salahudin memandang perlunya sosialisasi berkualitas yang mencakup substansi penting dalam pemilu untuk mencerdaskan pemilih pemula.
"Yang dibutuhkan bukan sekedar cara mencoblos. Tetapi mereka harus dipandu untuk memilih caleg berkualitas. Sampaikan tentang kriteria caleg dan partai yang berkualitas secara umum, misalnya, tidak pernah tersangkut masalah korupsi," kata Said Salahudin.
Said mengatakan pada dasarnya para pemilih pemula haus dengan informasi terkait partai politik peserta pemilu, calon legislatif dan hal-hal yang berkaitan dengan pesta demokrasi.
Kedekatan pemilih pemula dengan dunia internet, dapat menjadi peluang bagi semua pemangku kepentingan untuk mengarahkan mereka agar mencari tahu rekam jejak partai maupun caleg melalui internet.
Selain itu, dialog timbal balik antara pemilih pemula dengan penyelenggara pemilu sebagai ajang tanya jawab tentang berbagai hal yang belum diketahui pemilih pemula juga perlu diselenggarakan.
"Sebaiknya dilakukan dialog (timbal balik, red) dua arah, sehingga pemilih pemula dapat menggali banyak informasi tentang pemilu yang belum mereka ketahui secara jelas dari Komisi Pemilihan Umum (KPU) atau Badan Pengawas Pemilu," kata Said.
Menurut Said, berinovasi dalam menyampaikan informasi terkait pemilu kepada pemilih pemula sangatlah penting. Misalnya, dengan menyelenggarakan aktivitas yang dekat dengan mereka, seperti pergelaran musik, budaya, hiburan dan sejenisnya.
"Kesuksesan pemilu dapat diukur dari terpilihnya anggota legislatif yang berkualitas. Sehingga, para pemilih juga harus cerdas memilih calon yang berkualitas," kata Said.
Berbagi Peran
Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai penyelenggara pemilu sudah tentu memiliki tanggung jawab untuk membekali pengetahuan kepada para pemilih. Namun, upaya tersebut juga menjadi tanggung jawab moral masyarakat yang memahami tentang persoalan kepemiluan dan dekat dengan para pemilih pemula.
Pakar Komunikasi Politik Universitas Airlangga Henry Subiakto mengatakan semua pihak seperti penyelenggara pemilu dan masyarakat perlu memaksimalkan perannya dalam sosialisasi untuk mencerdaskan para pemilih pemula.
"Semua pihak harus berperan untuk memberikan informasi, supaya kualitas demokrasi menjadi lebih baik," ujar Henry Subiakto.
Henry mengatakan informasi yang perlu disampaikan kepada pemilih pemula dibagi menjadi dua, yaitu "electorate information" dan "voters education".
"Electorate information" adalah informasi yang memuat tentang hal-hal teknis terkait pemilu, seperti jumlah partai, simulasi pencoblosan, tahapan pemilu dan komponen yang terdapat pada pemilu.
"Electorate information itu menjadi kewenangan penyelenggara pemilu seperti KPU untuk menyampaikannya. Peran ini perlu maksimal dijalankan KPU," ujar Henry.
Sementara itu, "voters education" merupakan informasi yang memuat seluk beluk parpol dan calon anggota legislatif yang menjadi peserta pemilu.
"Informasi ini berisi tentang siapa politisinya, siapa yang pernah mengkhianati rakyat, siapa yang pernah berhasil menjadi wakil rakyat, termasuk soal kenegaraan," kata Henry.
Dalam hal ini, beberapa kalangan seperti Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), media, aktivis dan akademisi dapat berperan secara maksimal untuk memberikan pengetahuan tersebut kepada para pemilih pemula.
"Peran ini harus dijalankan oleh masyarakat, bukan KPU, karena jika KPU melakukannya, nanti jadi tidak netral," kata Henry.
Menurut Henry, apabila semua pihak memaksimalkan perannya untuk memberikan informasi yang efektif terkait pemilu, maka pemilih pemula akan mendapatkan pengetahuan yang lengkap dan menjadi cerdas dalam menggunakan hak suaranya.
Cerdas Berdemokrasi
Seperangkat kegiatan sosialisasi telah dipersiapkan KPU. Namun, pada Pemilu 2014 ini, KPU berupaya untuk menajamkan visi sosialisasi mereka.
Tidak sekedar membuat pemilih pemula cerdas memilih, KPU juga mengarahkan mereka untuk cerdas berdemokrasi dengan memberikan pemahaman tentang aspek-aspek yang menyangkut hak kewarganegaraan.
"Jadi, lingkupnya lebih luas. Kalau cerdas memilih itu hanya mendorong orang paham pemilu saja. Kalau cerdas berdemokrasi, pemilih paham tentang hak kewarganegaraan dan konsekuensinya," kata Komisioner KPU Sigit Pamungkas.
Untuk mewujudkan tujuan tersebut, KPU tidak lagi menerapkan sosialisasi dengan metode komunikasi satu arah, namun merancang metode penyampaian informasi dengan berdiskusi dan berdialog kepada para pemilih pemula.
"Maka individu yang akan memberikan pendidikan cerdas berdemokrasi itu akan mengikuti pelatihan khusus yang di bagi dalam lima segmen pemilih, yaitu pemilih pemula, perempuan, tokoh agama, kaum pinggiran dan penyandang disabilitas," ujar Sigit.
Menurut Sigit, seorang pemilih pemula dinyatakan cerdas berdemokrasi apabila dia paham tentang mengapa dirinya harus ikut berdemokrasi dan berpartisipasi dalam pemilu.
"Mereka juga paham tentang hak-hak kewarganegaraan dalam konteks demokrasi, bukan hanya saat pemilu, namun juga setelah pemilu. Kemudian mereka tahu persoalan-persoalan dalam demokrasi dan legalitasnya dalam mencapai demokrasi," kata Sigit.
Sigit menambahkan, KPU juga akan mengarahkan pemilih pemula untuk bersikap kritis terhadap parpol peserta pemilu maupun calon legislatifnya, namun tidak memberikan penjelasan tentang rekam jejak parpol atau caleg tertentu.
"Kami dorong intinya mereka harus bersikap kritis, jadi mereka paham dan mereka kritis," ujar Sigit.
Para pemilih pemula yang siap berpartisipasi dalam Pemilu 2014 dengan rasa nasionalisme, akan lebih baik memilih ketika dibekali dengan informasi lengkap tentang entitas kepemiluan.
Untuk itu, mencerdaskan pemilih pemula menjadi penting dilakukan, bukan hanya oleh KPU, namun juga semua pihak yang merasa berkepentingan untuk membangun bangsa ini.(S038)
COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2013
"Saya akan menggunakan hak pilih ,dong! karena itu adalah hak setiap warga negara. Tapi belum tahu sih siapa yang mau dipilih, " ujar gadis berperawakan semampai ini saat ditanya akankah ikut memilih pada Pemilu 2014.
Sebagai pemilih pemula, Nanda mengaku belum memiliki gambaran tentang berada di dalam bilik suara, mengamati para caleg maupun capres, kemudian memutuskan pilihan. Nanda berharap, saat waktu pencoblosan tiba, dia memiliki bekal pengetahuan yang cukup untuk menentukan pilihan.
Apa yang dirasakan Nanda, kemungkinan besar juga dirasakan oleh jutaan pemilih pemula lainnya.
Oleh sebab itu, Direktur Sinergi Masyarakat untuk Demokrasi Indonesia (Sigma) Said Salahudin memandang perlunya sosialisasi berkualitas yang mencakup substansi penting dalam pemilu untuk mencerdaskan pemilih pemula.
"Yang dibutuhkan bukan sekedar cara mencoblos. Tetapi mereka harus dipandu untuk memilih caleg berkualitas. Sampaikan tentang kriteria caleg dan partai yang berkualitas secara umum, misalnya, tidak pernah tersangkut masalah korupsi," kata Said Salahudin.
Said mengatakan pada dasarnya para pemilih pemula haus dengan informasi terkait partai politik peserta pemilu, calon legislatif dan hal-hal yang berkaitan dengan pesta demokrasi.
Kedekatan pemilih pemula dengan dunia internet, dapat menjadi peluang bagi semua pemangku kepentingan untuk mengarahkan mereka agar mencari tahu rekam jejak partai maupun caleg melalui internet.
Selain itu, dialog timbal balik antara pemilih pemula dengan penyelenggara pemilu sebagai ajang tanya jawab tentang berbagai hal yang belum diketahui pemilih pemula juga perlu diselenggarakan.
"Sebaiknya dilakukan dialog (timbal balik, red) dua arah, sehingga pemilih pemula dapat menggali banyak informasi tentang pemilu yang belum mereka ketahui secara jelas dari Komisi Pemilihan Umum (KPU) atau Badan Pengawas Pemilu," kata Said.
Menurut Said, berinovasi dalam menyampaikan informasi terkait pemilu kepada pemilih pemula sangatlah penting. Misalnya, dengan menyelenggarakan aktivitas yang dekat dengan mereka, seperti pergelaran musik, budaya, hiburan dan sejenisnya.
"Kesuksesan pemilu dapat diukur dari terpilihnya anggota legislatif yang berkualitas. Sehingga, para pemilih juga harus cerdas memilih calon yang berkualitas," kata Said.
Berbagi Peran
Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai penyelenggara pemilu sudah tentu memiliki tanggung jawab untuk membekali pengetahuan kepada para pemilih. Namun, upaya tersebut juga menjadi tanggung jawab moral masyarakat yang memahami tentang persoalan kepemiluan dan dekat dengan para pemilih pemula.
Pakar Komunikasi Politik Universitas Airlangga Henry Subiakto mengatakan semua pihak seperti penyelenggara pemilu dan masyarakat perlu memaksimalkan perannya dalam sosialisasi untuk mencerdaskan para pemilih pemula.
"Semua pihak harus berperan untuk memberikan informasi, supaya kualitas demokrasi menjadi lebih baik," ujar Henry Subiakto.
Henry mengatakan informasi yang perlu disampaikan kepada pemilih pemula dibagi menjadi dua, yaitu "electorate information" dan "voters education".
"Electorate information" adalah informasi yang memuat tentang hal-hal teknis terkait pemilu, seperti jumlah partai, simulasi pencoblosan, tahapan pemilu dan komponen yang terdapat pada pemilu.
"Electorate information itu menjadi kewenangan penyelenggara pemilu seperti KPU untuk menyampaikannya. Peran ini perlu maksimal dijalankan KPU," ujar Henry.
Sementara itu, "voters education" merupakan informasi yang memuat seluk beluk parpol dan calon anggota legislatif yang menjadi peserta pemilu.
"Informasi ini berisi tentang siapa politisinya, siapa yang pernah mengkhianati rakyat, siapa yang pernah berhasil menjadi wakil rakyat, termasuk soal kenegaraan," kata Henry.
Dalam hal ini, beberapa kalangan seperti Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), media, aktivis dan akademisi dapat berperan secara maksimal untuk memberikan pengetahuan tersebut kepada para pemilih pemula.
"Peran ini harus dijalankan oleh masyarakat, bukan KPU, karena jika KPU melakukannya, nanti jadi tidak netral," kata Henry.
Menurut Henry, apabila semua pihak memaksimalkan perannya untuk memberikan informasi yang efektif terkait pemilu, maka pemilih pemula akan mendapatkan pengetahuan yang lengkap dan menjadi cerdas dalam menggunakan hak suaranya.
Cerdas Berdemokrasi
Seperangkat kegiatan sosialisasi telah dipersiapkan KPU. Namun, pada Pemilu 2014 ini, KPU berupaya untuk menajamkan visi sosialisasi mereka.
Tidak sekedar membuat pemilih pemula cerdas memilih, KPU juga mengarahkan mereka untuk cerdas berdemokrasi dengan memberikan pemahaman tentang aspek-aspek yang menyangkut hak kewarganegaraan.
"Jadi, lingkupnya lebih luas. Kalau cerdas memilih itu hanya mendorong orang paham pemilu saja. Kalau cerdas berdemokrasi, pemilih paham tentang hak kewarganegaraan dan konsekuensinya," kata Komisioner KPU Sigit Pamungkas.
Untuk mewujudkan tujuan tersebut, KPU tidak lagi menerapkan sosialisasi dengan metode komunikasi satu arah, namun merancang metode penyampaian informasi dengan berdiskusi dan berdialog kepada para pemilih pemula.
"Maka individu yang akan memberikan pendidikan cerdas berdemokrasi itu akan mengikuti pelatihan khusus yang di bagi dalam lima segmen pemilih, yaitu pemilih pemula, perempuan, tokoh agama, kaum pinggiran dan penyandang disabilitas," ujar Sigit.
Menurut Sigit, seorang pemilih pemula dinyatakan cerdas berdemokrasi apabila dia paham tentang mengapa dirinya harus ikut berdemokrasi dan berpartisipasi dalam pemilu.
"Mereka juga paham tentang hak-hak kewarganegaraan dalam konteks demokrasi, bukan hanya saat pemilu, namun juga setelah pemilu. Kemudian mereka tahu persoalan-persoalan dalam demokrasi dan legalitasnya dalam mencapai demokrasi," kata Sigit.
Sigit menambahkan, KPU juga akan mengarahkan pemilih pemula untuk bersikap kritis terhadap parpol peserta pemilu maupun calon legislatifnya, namun tidak memberikan penjelasan tentang rekam jejak parpol atau caleg tertentu.
"Kami dorong intinya mereka harus bersikap kritis, jadi mereka paham dan mereka kritis," ujar Sigit.
Para pemilih pemula yang siap berpartisipasi dalam Pemilu 2014 dengan rasa nasionalisme, akan lebih baik memilih ketika dibekali dengan informasi lengkap tentang entitas kepemiluan.
Untuk itu, mencerdaskan pemilih pemula menjadi penting dilakukan, bukan hanya oleh KPU, namun juga semua pihak yang merasa berkepentingan untuk membangun bangsa ini.(S038)
COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2013