Medan, 26/5 (Antara) - Unsur keluarga merupakan lapisan terdepan dalam mencegah dan mengantisipasi penyalahgunaan teknologi informasi, terutama dalam praktik pornografi, perdagangan manusia, dan kejahatan dunia maya.

Di sela-sela peninjauan sejumlah stan Pekan Informasi Nasional (PIN) di Lapangan Merdeka Medan, Minggu, Dirjen Informasi dan Komunikasi Publik (IKP) Kementerian Komunikasi dan Informatika Freddy H Tulung mengatakan, dari penilaian selama ini, tingkat akses masyarakat terhadap teknologi informasi cukup tinggi.

Namun sayangnya, konten teknologi informasi yang berbasis edukasi, pemberdayaan, dan pencerahan bagi masyarakat sangat minim.

Bagi masyarakat yang baru mengetahui teknologi informasi tetapi kurang memiliki kebijakan atas pengetahuannya, dikhawatirkan justru menyalahgunakan kemampuannya tersebut untuk mengakses hal-hal yang negatif.

Setidaknya, ada empat aspek negatif dari penyalahgunaan teknologi informasi yakni pornografi, perdagangan manusia (human trafficking), kejahatan dunia maya (cyber crime), serta radikalisme dan terorisme yang memanfaatkan teknologi informasi dalam belajar dan membuat rencana negatif.

"Namanya juga teknologi informasi yang memiliki dua sisi. Jika dimanfaatkan dengan baik, hasilnya baik, begitu juga sebaliknya," ujar dia.

Karena itu, kata dia, ada empat lapis elemen masyarakat yang memiliki peran utama dalam mencegah dan mengantisipasi penyalahgunaan teknologi informasi.

Unsur keluarga menjadi lapis pertama karena berdasarkan pendeteksian selama ini, hampir 70 persen pengguna teknologi informasi tersebut berusia 34 tahun yang masih menjadi bagian pengawasan keluarga.

Dengan pengetahuannya di bidang teknologi informasi tetapi kurang memahami manfaat dari kemampuannya, bisa saja anggota keluarga tersebut mengakses berbagai konten informasi di tempat tersembunyi di dalam rumah.

"Siapa yang bisa mengontrol penggunaan laptop dan perangkat teknologi informasi lain dalam kamar," katanya.

Dua lapis lain adalah lingkungan mulai dari guru, pemuka agama, dan adat serta pembatasan berbagai piranti lunak yang menawarkan hal-hal negatif.

Sedangkan lapis terakhir adalah negara dalam bentuk penyediaan berbagai regulasi dan penegakan hukum terhadap berbagai pelanggaran penyalahgunaan teknologi informasi.

Dalam konteks penegakan hukum dan pembuatan aturan tentang penggunaan teknologi informasi, pihaknya menilai upaya yang telah dilakukan pemerintah lebih dari cukup.

Karena itu, kondisi itu lebih terletak pada konteks pada kesadaran hukum. "Ketika orang berbuat negatif, apa mereka memikirkan hukum? Saya kira tidak," katanya.

Namun, kata Dirjen, seluruh proses penegakan hukum dan pencegahan atas penyalahgunaan teknologi informasi tersebut tidak mungkin sepenuhnya ditangani pemerintah pusat.

Untuk memaksimalkan upaya pencegahan atas penyalahgunaan teknologi informasi tersebut, dituntut partisipasi aktif pemerintahan di daerah mulai dari pemerintah provinsi hingga pemerintah kabupaten/kota.

Namun sayangnya, perhatian pemerintahan di daerah terhadap perkembangan informasi sangat bervariasi karena sebagian ada yang lebih memprioritaskan infrastruktur.

"Itu tidak salah, tetapi sayangnya informasi tidak menjadi prioritas," katanya.

(T.I023/B/I. Sulistyo/I. Sulistyo)

Pewarta: Irwan Arfa

Editor :


COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2013