Tobasa, 3/4 (antarasumut)- Bupati Toba Samosir Pandapotan Kasmin Simanjuntak telah menginstruksikan kepada jajarannya, khususnya kepada para camat, untuk kembali menggalakkan budaya "marsiadapari" sebagai perwujudan pembangunan partipatif masyarakat.
"Dalam konteks pembangunan partisipatif, budaya “marsiadapari” ini merupakan salah satu strategi yang sangat jitu dalam menggalakkan kebersamaan untuk mengisi pembangunan di wilayah yang terdiri dari 231 desa dan 13 kelurahan tersebut," katanya melalui Kabag Humas dan Protokol, Elisber Tambunan di ruang kerjanya, Rabu.
Dijelaskan dia, Budaya Batak mengenal suatu budaya “marsiadapari”, yang diartikan sebagai bentuk bekerja bersama-sama dalam melakukan suatu pekerjaan, yang dahulu kala identik dengan kegiatan masyarakat saat musim bertanam ataupun pada penyelenggaraan suatu pesta adat. Namun, seiring dengan perkembangan zaman, konteks budaya “marsiadapari” ini dapat didefenisikan lebih luas lagi, yang dalam bahasa Indonesia diartikan sebagai kegiatan gotong royong.
"Dalam konteks pelaksanaan pembangunan, budaya Batak Marsiadapari, dapat menggambarkan wujud partisipatif warga dalam melaksanakan pembangunan," katanya.
Untuk wilayah Kabupaten Toba Samosir yang dibentuk 9 Maret pada 14 tahun lalu, budaya “marsiadapari” masih cukup kental berlangsung dalam kehidupan masyarakatnya sehari-hari sesuai dengan motto “Tampak na do Rantosna, Rim Ni Tahi do Gogona”. Karena itu, Pemerintah Kabupaten Toba Samosir melalui para camat di 16 kecamatan, diminta untuk terus mendorong tumbuhnya budaya ini di kalangan warganya yang identik dengan adat istiadatnya.
Elisber mengambil ilustrasi sebagai contoh, saluran irigasi yang mengairi persawahan warga harus senantiasa mendapat perawatan dengan melakukan pembersihan secara berkala, hal ini menurutnya tidak selalu dapat ditangani dengan alokasi anggaran pemerintah. Disamping itu, penangangan berbasis anggaran, harus menempuh berbagai mekanisme, sedangkan perbaikan harus segera dilakukan.
“Menanggulangi hal-hal seperti ini, prakarsa masyarakat sangat dibutuhkan dan pemerintah sangat mengapresiasi hal ini”, ujar Elisber.Kesimpulannya, wujud partisatif warga melalui budaya “marsiadapari” ini akan sangat ampuh memberikan solusi atas situasi tersebut.
Untuk saat ini, Elisber menerangkan, para camat se-Tobasa telah melaksanakan dengan baik instruksi Bupati tersebut. Beberapa camat telah melangsungkan berbagai kegiatan gotong royong di wilayahnya.
Elisber menguraikan seperti gotong royong di Kecamatan Silaen, Camat Silaen, Dimposma Sihombing mengerahkan warga sekitar Bondar Naganjang, Desa Simanobak, untuk membersihkan timbunan material longsor yang menutupi permukaan irigasi tersebut. Kemudian, di Kecamatan Uluan, Camat Uluan Elister Manurung telah menggarakkan elemen masyarakat Desa Marom untuk bergotong royong melakukan perawatan dan pembersihan saluran irigasi Sigambiri dan saluran Irigasi Buangan di desa tersebut.
Disebutkannya lagi, Camat Lumban Julu, Alfaret Manurung juga memimpin gotong royong bersama warga sekitar Desa Lintong Julu dan anggota Koramil setempat, untuk membentuk tembok penahan dari tumpukan karung pasir di areal SD Negeri Hatinggian yang rawan bencana longsor. Tidak ketinggalaan kata Elisber, Camat Tampahan, Ridolf Simanjuntak yang menggelar gotong royong selama 4 (empat) hari berturut-turut di Desa Lintong Nihuta dan Desa Gurgur yang melibatkan hampir 250 orang warga setempat. Gotong royong di Tampahan ini kata Elisber, dilakukan untuk melakukan normalisasi saluran irigasi Bondar Silaen Banua Gotting, yang tertimbun material luberan longsor sepanjang 20 meter.
Sebelumnya kata Elisber, gotong royong serupa juga telah dilakukan Camat Ajibata, Gibson Sinaga dan Camat Balige, Sahala Siahaan di wilayahnya masing-masing. “Sesuai keterangan para camat, inisiatif untuk menggelar gotong royong ini mendapat sambutan baik warga karena memberikan manfaat langsung bagi warga setempat”, pungkas Elisber. (ril)
COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2013
"Dalam konteks pembangunan partisipatif, budaya “marsiadapari” ini merupakan salah satu strategi yang sangat jitu dalam menggalakkan kebersamaan untuk mengisi pembangunan di wilayah yang terdiri dari 231 desa dan 13 kelurahan tersebut," katanya melalui Kabag Humas dan Protokol, Elisber Tambunan di ruang kerjanya, Rabu.
Dijelaskan dia, Budaya Batak mengenal suatu budaya “marsiadapari”, yang diartikan sebagai bentuk bekerja bersama-sama dalam melakukan suatu pekerjaan, yang dahulu kala identik dengan kegiatan masyarakat saat musim bertanam ataupun pada penyelenggaraan suatu pesta adat. Namun, seiring dengan perkembangan zaman, konteks budaya “marsiadapari” ini dapat didefenisikan lebih luas lagi, yang dalam bahasa Indonesia diartikan sebagai kegiatan gotong royong.
"Dalam konteks pelaksanaan pembangunan, budaya Batak Marsiadapari, dapat menggambarkan wujud partisipatif warga dalam melaksanakan pembangunan," katanya.
Untuk wilayah Kabupaten Toba Samosir yang dibentuk 9 Maret pada 14 tahun lalu, budaya “marsiadapari” masih cukup kental berlangsung dalam kehidupan masyarakatnya sehari-hari sesuai dengan motto “Tampak na do Rantosna, Rim Ni Tahi do Gogona”. Karena itu, Pemerintah Kabupaten Toba Samosir melalui para camat di 16 kecamatan, diminta untuk terus mendorong tumbuhnya budaya ini di kalangan warganya yang identik dengan adat istiadatnya.
Elisber mengambil ilustrasi sebagai contoh, saluran irigasi yang mengairi persawahan warga harus senantiasa mendapat perawatan dengan melakukan pembersihan secara berkala, hal ini menurutnya tidak selalu dapat ditangani dengan alokasi anggaran pemerintah. Disamping itu, penangangan berbasis anggaran, harus menempuh berbagai mekanisme, sedangkan perbaikan harus segera dilakukan.
“Menanggulangi hal-hal seperti ini, prakarsa masyarakat sangat dibutuhkan dan pemerintah sangat mengapresiasi hal ini”, ujar Elisber.Kesimpulannya, wujud partisatif warga melalui budaya “marsiadapari” ini akan sangat ampuh memberikan solusi atas situasi tersebut.
Untuk saat ini, Elisber menerangkan, para camat se-Tobasa telah melaksanakan dengan baik instruksi Bupati tersebut. Beberapa camat telah melangsungkan berbagai kegiatan gotong royong di wilayahnya.
Elisber menguraikan seperti gotong royong di Kecamatan Silaen, Camat Silaen, Dimposma Sihombing mengerahkan warga sekitar Bondar Naganjang, Desa Simanobak, untuk membersihkan timbunan material longsor yang menutupi permukaan irigasi tersebut. Kemudian, di Kecamatan Uluan, Camat Uluan Elister Manurung telah menggarakkan elemen masyarakat Desa Marom untuk bergotong royong melakukan perawatan dan pembersihan saluran irigasi Sigambiri dan saluran Irigasi Buangan di desa tersebut.
Disebutkannya lagi, Camat Lumban Julu, Alfaret Manurung juga memimpin gotong royong bersama warga sekitar Desa Lintong Julu dan anggota Koramil setempat, untuk membentuk tembok penahan dari tumpukan karung pasir di areal SD Negeri Hatinggian yang rawan bencana longsor. Tidak ketinggalaan kata Elisber, Camat Tampahan, Ridolf Simanjuntak yang menggelar gotong royong selama 4 (empat) hari berturut-turut di Desa Lintong Nihuta dan Desa Gurgur yang melibatkan hampir 250 orang warga setempat. Gotong royong di Tampahan ini kata Elisber, dilakukan untuk melakukan normalisasi saluran irigasi Bondar Silaen Banua Gotting, yang tertimbun material luberan longsor sepanjang 20 meter.
Sebelumnya kata Elisber, gotong royong serupa juga telah dilakukan Camat Ajibata, Gibson Sinaga dan Camat Balige, Sahala Siahaan di wilayahnya masing-masing. “Sesuai keterangan para camat, inisiatif untuk menggelar gotong royong ini mendapat sambutan baik warga karena memberikan manfaat langsung bagi warga setempat”, pungkas Elisber. (ril)
COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2013