Jakarta (ANTARA) - Bank Indonesia memperkirakan akan terdapat 158 juta turis muslim di industri pariwisata halal global pada 2020.
Deputi Gubernur BI Dody Budi Waluyo dalam perhelatan Indonesia Halal Tourism Summit di Jakarta, Jumat, mengatakan Indonesia sebagai negara dengan populasi muslim terbesar di dunia harus memanfaatkan besarnya potensi turis muslim tersebut.
Dia memberikan gambaran potensi pergerakan ekonomi jika pasar pariwisata halal bisa secara optimal dikembangkan Indonesia. Di 2018 saja, dengan jumlah turis muslim yang mencapai 140 juta, transaksi belanja turis muslim tersebut secara daring (online) dapat mencapai 35 miliar dolar AS.
"Ini berarti ada segmen pasar yang harus dikerjakan, terlebih lagi Indonesia adalah negara dengan populasi muslim terbesar di dunia,” ujar Dody.
Baca juga: Nilai industri makanan halal 1,8 triliun dolar pada 2023
Jika mengacu pada Indeks Perjalanan Muslim Global (GMTI) 2019, pariwisata halal Indonesia telah memenangkan tempat pertama. Oleh karena itu, Dody meyakini, sektor pariwisata halal dapat menjadi motor pendorong utama Indonesia dalam mengembangkan industri halal.
Dalam pengembangan industri halal, menurut dia, sepatutnya tidak ada tujuan untuk menjauhkan turis muslim dari aktivitas pariwisata secara umum, ataupun sebaliknya menjauhkan turis non-muslim dari kegiatan pariwisata tertentu.
Namun, pariwisata halal harus memberikan kenyamanan dan keleluasaan kepada turis muslim untuk menjalankan kewajiban religisunya selagi berwisata,
Bahkan, kata Dody, pariwisata halal justru dapat membantu memberikan rasa aman dan rasa nyaman, serta pelayanan yang "thoyyib" (baik) kepada turis non-muslim.
Di samping itu, konsumen seluruh dunia baik muslim ataupun non-muslim semakin mencari pilihan secara etis dan berkelanjutan dengan tujuan menjaga masa depan umat manusia dan planet.
Terkait pendanaan pariwisata, Dody mengingatkan pelaku usaha pariwisata juga harus memanfaatkan sumber pendanaan yang bertanggung jawab secara sosial dan berusaha menghasilkan barang dan jasa yang halal dan "thoyyib" (baik).
Menurut dia, industri halal merupakan fenomena global yang seharusnya tidak hanya dikaitkan dengan agama.
Dia menyontohkan bahwa label halal telah menjadi simbol kualitas yang baik dan berfungsi sebagai pengidentifikasi bagi konsumen muslim dan non-muslim untuk membuat keputusan yang lebih tepat.
Menurut dia, pariwisata halal sebagai bagian industri halal menitikberatkan pada kegiatan yang sesuai prinsip-prinsip Islam.
Akan tetapi, masih ada beberapa pihak yang menghubungkan pariwisata halal hanya dengan makanan halal dan minuman non-alkohol. Padahal, substansi pariwisata halal lebih jauh dari itu.
“Namun, pada kenyataannya pariwisata halal meliputi kegiatan halal, hotel halal, serta diadakan di situs yang dilengkapi dengan fasilitas umat Islam untuk beribadah,” jelas dia.