Amerika Serikat, 17/7 (Antara/AFP) - Sebanyak 5.000 orang tewas setiap bulan selama berlangsungnya perang Suriah, sehingga menimbulkan krisis pengungsi terparah sejak pembantaian Rwanda pada 1994, kata pejabat PBB, Selasa.
Para pejabat senior meminta Dewan Keamanan PBB mengambil langkah lebih keras untuk mengatasi akibat dari konflik yang telah berlangsung selama dua tahun yang telah menewaskan sekitar 100 ribu orang itu.
"Angka kematian yang sangat tinggi saat ini --sekitar lima ribu per bulan-- menunjukkan semakin parahnya konflik tersebut," kata wakil Sekretaris Jendral PBB untuk hak asasi manusia Ivan Simonovic dalam pertemuan DK PBB.
"Di Suriah saat ini, pelanggaran serius hak asasi manusia, kejahatan perang dan kejahatan kemanusiaan berkuasa," kata Simonovic.
Hampir 1,8 juta orang tercatat oleh PBB berada di negara-negara sekitar Suriah dan setiap hari rata-rata 6 ribu orang meninggalkan negara tersebut, kata Komisioner Tinggi PBB untuk Pengungsi Antonio Guterres.
"Kami belum pernah melihat peningkatan arus pengungsi yang sedemikian sejak pembantaian Rwanda hampir 20 tahun lalu," imbuhnya.
Lebih dari 2 juta penduduk Rwanda melarikan diri pada peristiwa pembantaian 1994, di mana suku Hutu radikal membunuh 800 ribu suku Tutsi dan Hutu moderat dalam tiga bulan.
Guterres mengatakan penerimaan pengungsi oleh Lebanon, Irak, Yordania dan negara-negara lain "menyelamatkan ratusan ribu nyawa."
Pejabat PBB untuk masalah kemanusiaan Valerie Amos mengatakan masyarakat internasional bisa mempertimbangkan operasi lintas perbatasan untuk membawa masuk bantuan ke Suriah.
Amos menambahkan bahwa masih dibutuhkan 3,1 miliar dolar AS untuk operasi di dalam dan sekitar Suriah sepanjang tahun ini.
Ia mengatakan empat juta orang di dalam Suriah membutuhkan bantuan dan pemerintah serta kelompok pemberontak telah melakukan "pembatasan yang dipertimbangkan" terhadap badan-badan pemberi bantuan.
Amos menggarisbawahi situasi di Kota Tua di Homs, di mana pemerintah meningkatkan pengepungan pada bulan lalu. PBB memperkirakan sebanyak 2.500 warga sipil terjebak di sana.
"Kelompok oposisi sejauh ini memberi jalan aman untuk keluar dan pemerintah Suriah menolak mengizinkan badan kemanusiaan untuk menyalurkan bantuan ke Kota Tua," katanya.
Amos mengimbau dihilangkannya hambatan birokratis dan pembuatan "rute kemanusiaan yang prioritas" serta pemberitahuan sebelum militer melakukan penyerangan.
Amos mengatakan selayaknya ada "jeda kemanusiaan" untuk memberi akses masuk bagi bantuan serta operasi lintas perbatasan yang sesuai.
Pemerintah Suriah menolak setiap bantuan lintas batas, begitu juga dengan Rusia, anggota DK PBB dengan hak veto serta pendukung kunci Presiden Suriah Bashar al-Assad.
Sedangkan Turki yang merupakan pendukung kelompok pemberontak mendukung masuknya bantuan.
"DK harus mempertimbangkan bentuk alternatif untuk pengiriman bantuan, termasuk operasi lintas batas," kata Wakil Duta Besar Turki untuk PBB Leven Eler.
Ia menambahkan krisis Suriah berubah menjadi "tragedi kemanusiaan terbesar pada abad ke-21.(ant)
PBB: 5.000 Orang Tewas Setiap Bulan Di Suriah
Rabu, 17 Juli 2013 12:09 WIB 769