Menteri Luar Negeri Suriah Asaad al-Shaibani menyatakan telah menerima panggilan telepon dari sejumlah rekan sejawatnya di kawasan, yang mengisyaratkan potensi kerja sama kuat antara Suriah dan negara-negara tetangganya di berbagai sektor.
"Hari ini, saya senang menerima telepon dari menteri luar negeri Kuwait, Bahrain, Lebanon, dan Turki, serta dari Menteri Negara Urusan Luar Negeri Qatar dan Menteri Negara Komunikasi Libya," tulis al-Shaibani di platform X, Rabu (25/12)."
Percakapan ini menegaskan pengaruh regional dan hubungan mendalam yang dimiliki Suriah dengan negara-negara Arab," kata Menlu Suriah yang baru dilantik itu.
"Dalam beberapa hari mendatang, kami mengantisipasi kolaborasi signifikan dengan tetangga Arab kami di berbagai bidang untuk mewujudkan aspirasi besar rakyat Suriah dalam era baru Suriah," katanya menambahkan.
Dalam pernyataan terpisah, Kementerian Luar Negeri Kuwait menyampaikan bahwa Menlu Kuwait Abdullah Ali Al-Yahya telah berbicara melalui telepon dengan Al-Shaibani.
Kedua menlu membahas perkembangan di Suriah dan cara untuk memperkuat hubungan persaudaraan yang telah lama terjalin antara kedua negara dan rakyat mereka.
Pembicaraan itu menandai interaksi resmi pertama antara kedua negara sejak pembentukan pemerintahan baru di Suriah setelah rezim Bashar Assad terguling pada awal bulan ini.
Perkembangan tersebut merupakan bagian dari tren yang lebih luas dalam diplomasi antara pemerintahan baru Suriah yang dipimpin oleh Ahmed al Sharaa dengan pejabat tinggi dari negara-negara Barat, kawasan, dan Arab pascakejatuhan Assad.
Turki dan Qatar baru-baru ini membuka kembali misi diplomatik mereka di Damaskus.
Negara-negara lain juga telah melanjutkan kegiatan di kedutaan besar mereka, yang menunjukkan perubahan signifikan dalam hubungan luar negeri Suriah menyusul perubahan politik terbaru.
Bashar Assad, yang memimpin Suriah selama hampir 25 tahun, melarikan diri ke Rusia setelah kelompok anti rezimnya menguasai Ibu Kota Damaskus pada 8 Desember dan mengakhiri rezim Partai Baath yang berkuasa sejak 1963.
Pengambilalihan kekuasaan tersebut terjadi setelah kelompok Hayat Tahrir al-Sham (HTS) merebut kota-kota utama dalam serangan cepat yang berlangsung kurang dari dua pekan.
Kelompok anti rezim menyatakan mengendalikan pusat kota Deir ez-Zor pada 11 Desember.
Sumber: Anadolu
COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2024