Pengadilan Tinggi (PT) Medan, Sumatera Utara menguatkan vonis 10 tahun penjara yang sebelumnya diberikan Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Medan kepada Alwi Mujahit Hasibuan (58) mantan Kepala Dinas Kesehatan (Kadinkes) Provinsi Sumut.
“Benar, majelis hakim banding memperkuat vonis 10 tahun penjara. Artinya, PT Medan sependapat dengan vonis yang sebelumnya diberikan Pengadilan Tipikor Medan terhadap terdakwa,” kata Humas PT Medan John Pantas Lumban Tobing ketika dihubungi dari Medan, Selasa (29/10).
Pihaknya menjelaskan, dalam putusan banding nomor: 41/PID.SUS-TPK/2024/PT MDN, yang dibacakan pada tanggal 24 Oktober 2024, dipimpin Hakim Ketua Panusunan Harahap didamping Longser Sormin dan Aronta masing-masing Hakim Anggota.
“Menguatkan putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Medan Nomor 23/Pid.Sus-TPK/2024/PN Mdn tanggal 16 Agustus 2024 atas nama terdakwa dr. Alwi Mujahit Hasibuan, yang dimintakan banding tersebut,” jelasnya.
Sebelumnya majelis hakim Pengadilan Tipikor pada PN Medan memvonis terdakwa dr Alwi Mujahit Hasibuan, dengan hukuman pidana penjara selama 10 tahun.
Hakim Ketua Muhammad Nazir mengatakan terdakwa Alwi Mujahit terbukti secara sah dan meyakinkan telah melakukan korupsi pengadaan alat pelindung diri (APD) COVID-19 pada 2020, yang merugikan keuangan negara sebesar Rp24 miliar.
"Menjatuhkan hukuman kepada terdakwa Alwi Mujahit Hasibuan dengan pidana penjara selama 10 tahun," kata Nazir saat membacakan putusan, di Pengadilan Tipikor pada PN Medan, Jumat (16/8).
Selain pidana penjara, lanjut Nazir, terdakwa Alwi Mujahit dihukum membayar denda sebesar Rp400 juta dengan ketentuan apabila denda tidak dibayarkan maka diganti pidana kurungan selama tiga bulan.
Hakim juga menjatuhkan hukuman kepada terdakwa membayar uang pengganti sebesar Rp1,4 miliar, dengan ketentuan apabila dalam waktu sebulan setelah perkaranya berkekuatan hukum tetap tidak dibayarkan maka harta benda terdakwa disita dan dirampas negara.
"Bila tidak mencukupi menutupi kerugian keuangan negara maka diganti dengan pidana penjara selama empat tahun," tegas Nazir.
Hakim menyatakan terdakwa Alwi Mujahit terbukti melanggar Pasal 2 ayat (1) Jo Pasal 18 ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.
Vonis itu lebih ringan dari tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) Kejati Sumut yang menuntut terdakwa Alwi Mujahit dengan pidana penjara selama 20 tahun.
Sebelumnya JPU Kejati Sumut Hendri Edison Sipahutar dalam surat dakwaan menyebut bahwa kasus ini bermula pada Maret 2020. Saat itu, Dinas Kesehatan Provinsi Sumut melakukan pengadaan APD COVID-19 dengan nilai kontrak sebesar Rp39,97 miliar.
Namun, dalam penyusunan rencana anggaran biaya (RAB) yang ditandatangani terdakwa dr Alwi Mujahit Hasibuan selaku Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Sumut, diduga tidak sesuai dengan ketentuan akibat harga satuan APD menjadi tinggi.
Selanjutnya pengadaan APD ini diberikan kepada terdakwa Robby Messa Nura dengan tawaran harga yang tidak jauh berbeda dengan RAB tersebut.
"Akibat perbuatan terdakwa, berdasarkan hasil perhitungan kerugian negara dilakukan oleh tim audit forensik bersertifikat terjadi kerugian negara sebesar Rp24 miliar," kata JPU Hendri.
COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2024
“Benar, majelis hakim banding memperkuat vonis 10 tahun penjara. Artinya, PT Medan sependapat dengan vonis yang sebelumnya diberikan Pengadilan Tipikor Medan terhadap terdakwa,” kata Humas PT Medan John Pantas Lumban Tobing ketika dihubungi dari Medan, Selasa (29/10).
Pihaknya menjelaskan, dalam putusan banding nomor: 41/PID.SUS-TPK/2024/PT MDN, yang dibacakan pada tanggal 24 Oktober 2024, dipimpin Hakim Ketua Panusunan Harahap didamping Longser Sormin dan Aronta masing-masing Hakim Anggota.
“Menguatkan putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Medan Nomor 23/Pid.Sus-TPK/2024/PN Mdn tanggal 16 Agustus 2024 atas nama terdakwa dr. Alwi Mujahit Hasibuan, yang dimintakan banding tersebut,” jelasnya.
Sebelumnya majelis hakim Pengadilan Tipikor pada PN Medan memvonis terdakwa dr Alwi Mujahit Hasibuan, dengan hukuman pidana penjara selama 10 tahun.
Hakim Ketua Muhammad Nazir mengatakan terdakwa Alwi Mujahit terbukti secara sah dan meyakinkan telah melakukan korupsi pengadaan alat pelindung diri (APD) COVID-19 pada 2020, yang merugikan keuangan negara sebesar Rp24 miliar.
"Menjatuhkan hukuman kepada terdakwa Alwi Mujahit Hasibuan dengan pidana penjara selama 10 tahun," kata Nazir saat membacakan putusan, di Pengadilan Tipikor pada PN Medan, Jumat (16/8).
Selain pidana penjara, lanjut Nazir, terdakwa Alwi Mujahit dihukum membayar denda sebesar Rp400 juta dengan ketentuan apabila denda tidak dibayarkan maka diganti pidana kurungan selama tiga bulan.
Hakim juga menjatuhkan hukuman kepada terdakwa membayar uang pengganti sebesar Rp1,4 miliar, dengan ketentuan apabila dalam waktu sebulan setelah perkaranya berkekuatan hukum tetap tidak dibayarkan maka harta benda terdakwa disita dan dirampas negara.
"Bila tidak mencukupi menutupi kerugian keuangan negara maka diganti dengan pidana penjara selama empat tahun," tegas Nazir.
Hakim menyatakan terdakwa Alwi Mujahit terbukti melanggar Pasal 2 ayat (1) Jo Pasal 18 ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.
Vonis itu lebih ringan dari tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) Kejati Sumut yang menuntut terdakwa Alwi Mujahit dengan pidana penjara selama 20 tahun.
Sebelumnya JPU Kejati Sumut Hendri Edison Sipahutar dalam surat dakwaan menyebut bahwa kasus ini bermula pada Maret 2020. Saat itu, Dinas Kesehatan Provinsi Sumut melakukan pengadaan APD COVID-19 dengan nilai kontrak sebesar Rp39,97 miliar.
Namun, dalam penyusunan rencana anggaran biaya (RAB) yang ditandatangani terdakwa dr Alwi Mujahit Hasibuan selaku Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Sumut, diduga tidak sesuai dengan ketentuan akibat harga satuan APD menjadi tinggi.
Selanjutnya pengadaan APD ini diberikan kepada terdakwa Robby Messa Nura dengan tawaran harga yang tidak jauh berbeda dengan RAB tersebut.
"Akibat perbuatan terdakwa, berdasarkan hasil perhitungan kerugian negara dilakukan oleh tim audit forensik bersertifikat terjadi kerugian negara sebesar Rp24 miliar," kata JPU Hendri.
COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2024