Di hadapan sekitar 800 pelajar SMA Negeri 1 Balige Kabupaten Toba, Budayawan Saut Poltak Tambunan menekankan, agar setiap insan Batak hendaknya bangga sebagai suku  yang merupakan kelompok etnik terbesar ketiga di Indonesia, dan pada umumnya bermukim di Sumatera Utara.

"Sebagai pelajar, utamanya yang memiliki garis keturunan Batak, hendaknya bangga dan mampu berdiri tegak menjadi orang Batak na polin. Batak na Tongam dan tongam di haBatak on", ujar Poltak, di Balige, Rabu (18/9) saat menyerahkan sejumlah buku-buku sastra Batak yang disumbangkan untuk perpustakaan sekolah.

Budayawan berasal dari kota Balige, yang  namanya telah dikenal luas melalui karya-karyanya berupa puisi, novel, skenario, dan esai sastra dan dimuat di berbagai media massa itu menyebutkan, dirinya sangat terobsesi untuk menuliskan kumpulan torsa-torsa (cerita pendek Batak) yang dia yakini mampu membangkitkan sastra Batak modern.

Kumpulan tulisan yang diterbitkan, umumnya bertutur tentang kearifan lokal dan nilai luhur tradisional etnis yang ditransformasikan lewat bahasa daerah.

Sangat disayangkan kata Poltak, hingga saat ini lembaga pemerintah kurang memberi perhatian terhadap kelestarian bahasa daerah, telihat dari sedikitnya karya sastra daerah yang menjadi bagian pelajaran siswa sekolah.

"Bahkan yang lebih mengkhawatirkan, laju kepunahan bahasa Batak itu sudah mencapai angka 13.8 persen" ujar penerima penghargaan sebagai Sastrawan 50 tahun Berkarya dari Kemendikbud Ristek cq Badan Pembinaan dan Pengembangan Bahasa tahun 2024 ini.

Kepada siswa-siswi yang mengikuti orasi sastra Batak dengan penuh antusias itu, 
penulis yang sudah berkiprah sejak tahun 1973 tersebut berpesan agar mereka ikut  mengembangkan sastra Batak dengan menuliskan puisi atau cerpen dalam bahasa Batak, sebagai upaya dalam bentuk penyelamatan bahasa daerah dan dirinya berjanji
siap untuk membukukan.

Dalam kesempatan itu, Poltak mendaulat dua orang siswa untuk membacakan puisi yang ditulisnya sebagai ungkapan  penghormatan dan Doa kepada Guru. Dua puisi berbahasa Batak tersebut dibacakan dengan sangat baik oleh Amos Sibarani dan Siahaan.

Menurutnya, akhir-akhir ini apresiasi terhadap bahasa Batak itu dinilai relatif semakin  rendah, sehingga salah satu cara untuk menyelamatkannya adalah dengan mengaplikasikannya ke dalam karya sastra.

Sebagai contoh, lanjutnya orang-orang tua dari  suku Batak pun sudah sudah sangat jarang menamai anaknya yang baru lahir dengan ciri khas panggilan sebutan Batak, seperti, Tigor, Saut, Poltak, Tiur dan lainnya. 

Malah lebih senang dengan sebutan nama bernuansa Barat. Padahal, nama merupakan doa.

"Generasi muda perlu dibentengi agar jangan sampai invasi budaya asing menyelusup dan menggerus tradisi bahasa Batak", tegas Poltak.

Kepala SMA Negeri 1 Balige, 
Aldon Samosir sangat mengapresiasi kehadiran budayawan Batak Saut Poltak yang didampingi Imran Napitupulu alumni tahun 70 an dari sekolah yang sama.

"Kami sangat berterima kasih atas kehadiran Saut Poltak bersama teman alumni, yang telah memberi motivasi kepada siswa siswi di sekolah ini" sebutnya.



 

Pewarta: Rillis

Editor : Juraidi


COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2024