Wahana Masyarakat Aliran Sungai (Wamas) meminta pemerintah segera menyelamatkan Sungai  Asahan dan Sungai Nantalu yang merupakan sungai strategis Nasional di di Asahan, Provinsi Sumatera Utara.

Dengan kondisi tersebut WAMAS bersama sejumlah unsur Musyawarah Pimpinan Kecamatan (Muspicam) Kecamatan Sei Kepayang, Pulau Rakyat dan Aek Kuasan mengitari Sungai Asahan, Sungai Nantalu dan alur parit bekoan PT. Inti Palm Sumatra (IPS), yang dituding sebagai penyebab banjir melanda sejumlah Desa di 3 kecamatan tersebut.

Kegiatan yang  digagas oleh WAMAS, semata-mata ingin mencari solusi atas persoalan banjir yang sampai saat ini dirasakan oleh masyarakat di Desa Padang Mahondang, Persatuan, Bangun, Rawasari dan  Alang Bonbon, termasuk sejumlah Desa di Kecamatan Sei Kepayang. 

“Kemarin, kita cek langsung kondisi sungai, hal ini kita lakukan untuk tidak menyalahkan siapapun, tapi bagaimana caranya agar persoalan banjir yang melanda desa-desa di Kecamatan tersebut dapat teratasi,” ungkap Awaluddin, Senin (22/01) di kantor WAMAS.

Dari hasil peninjauan di lapangan, Awaluddin menjelaskan unsur Muspicam sepakat pemerintah harus melakukan normalisasi Sungai Nantalu dan Sungai Asahan, karena di Muara Sungai Nantalu bukan hanya mengalami sedimentasi atau pendangkalan tetapi sudah menjadi daratan. “Ini terbukti, unsur  Muspicam termasuk WAMAS berdiri dan berjalan di muara itu,” ucap Awaluddin

Sementara muara sungai dengan koordinat 2.834783, 99.761831, itu mengalami penyempitan dan sedimentasi sehingga fungsi Sungai Nantalu sebagai penerima limpahan air dari Desa Padang Mahondang, Persatuan, Bangun, Rawasari dan  Alang Bonbon, tidak berfungsi lagi untuk menyalurkan air ke Sungai Asahan, akibatnya air bertahan di desa-desa tersebut.

Begitu juga alur Sungai Asahan, mulai dari wilayah Pulau Rakyat, Teluk Dalam, Simpang Empat, Tanjung Balai juga mengalami sedimentasi. “Hasil pengukuran kami, sebelumnya Sungai Asahan memiliki kedalaman 8 sampai dengan 10 meter, sekarang hanya rata-rata 3,5 meter,” ungkapnya lagi. 

Sebelum meninjau lokasi, WAMAS sebelumnya meminta klarifikasi atau penjelasan dari perusahaan terkait dengan persoalan itu, ternyata perusahaan juga mengalami nasib yang sama dengan masyarakat dimana konsesi perusahaan bolak-balik diterjang banjir akibat sedimentasi kronis yang terjadi di Sungai Asahan dan Sungai Nantalu, meskipun pihaknya telah melakukan pembentengan di sejumlah titik. “Kita telah mendapat penjelasan dari perusahaan terkait persoalan itu,” ungkapnya. 

Oleh karena itu, Awaluddin berharap kepada seluruh Camat yang desa-nya terdampak untuk bisa bersatu dan menyatukan persepsi untuk mencari  solusi dari persoalan tersebut, sehingga tidak saling menyalahkan satu sama lain. 

“Paling penting diketahui bahwa kewenangan Sungai Asahan dan Sungai Nantalu adalah Kementerian PUPR,  bukan kewenangan Provinsi, Kabupaten apalagi perusahaan,” ungkap Awaluddin sembari mengajak para pemimpin untuk menyuarakan di semua tingkat agar penyelamatan ke-2 Sungai menjadi skala prioritas karena merupakan Wilayah Sungai Strategis Nasional di Provinsi Sumatera Utara.

Selama ini, Kabupaten Asahan dan Kota Tanjung Balai telah menerima dampak dari pengelolaan sumber daya air di Hulu Sungai Asahan yang memiliki daya rusak, sedimentasi, penyempitan dan lain sebagainya. “Kami meminta kepada Kementerian PUPR melalui Dirjen Sumber Daya Air dan juga Perum Jasa Tirta, bisa bergerak cepat untuk mengatasi permasalahan ini,” ungkap Awal lagi.

Para Muspicam menegaskan bahwa pihaknya akan melaporkan apa yang disaksikan oleh mereka kepada Bupati Asahan, agar kiranya bisa disampaikan kepada kementrian melalui Balai Wilayah Sungai Sumatera (BWSS) II Medan. “Kami berharap BWSS jangan hanya memberikan angin surga kepada masyarakat, yang diperlukan adalah aksi, bukan janji-janji,” ungkap Camat Sei Kepayang Aspihan.

Pewarta: Indra Sikumbang

Editor : Juraidi


COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2024