Dokter Spesialis Anak Konsultan Endokrin Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta Ghaisani Fadiana mengingatkan orang tua agar selalu waspada apabila anak mengalami penurunan berat badan drastis, karena berisiko terkena penyakit diabetes.
"Pada kondisi diabetes melitus tipe satu, tubuh berusaha mencari alternatif untuk menghasilkan energi, salah satunya dengan memecah cadangan lemak. Kalau lemak terpaksa dipecah, akan terlihat sekali turunnya berat badan, sehingga anak terlihat kurus," kata Ghaisani dalam diskusi yang diikuti secara daring di Jakarta, Jumat.
Ia menjelaskan pada kondisi diabetes, tubuh tidak dapat menghasilkan insulin, sehingga gula darah tidak bisa dipakai oleh jaringan untuk menghasilkan energi, sehingga membuat tubuh mencari alternatif untuk menghasilkan tenaga dengan memecah jaringan otot atau lemak.
"Berat badan turun akan sangat jelas terlihat pada anak-anak dan remaja, karena mereka masih dalam fase pertumbuhan, jadi salah satu yang harus terus kita pantau adalah berat dan tinggi badan anak-anak mulai dari lahir," ujar dia.
Ia juga menyebutkan dokter juga selalu mengedukasi orang tua untuk memperhatikan alur (plot) di kurva pertumbuhan anak.
"Begitu ada penurunan, itu salah satu tanda waspada, perlu dicari penyebabnya apa, bisa jadi salah satunya diabetes melitus, selain gejala klasik lain yang muncul seperti banyak buang air kecil, cepat haus, dan cepat lapar," tuturnya.
Ia juga mengemukakan sebagian besar diabetes melitus tipe satu pada anak tidak terdiagnosis dari awal, tetapi sudah menjadi komplikasi.
"Yang sering terjadi, anak sudah datang dalam kondisi yang berat, misalnya sesak napas, kadang-kadang nyeri perut, mual, dan muntah. Itu pun saat didiagnosis seringkali terlewat," tutur dia.
"Jadi nyeri perut, mual atau muntah dikaitkan dengan gastroentritis atau infeksi saluran cerna, sesak napas sering dipikirkan pneumonia atau radang paru, jadi seringkali terlewat, begitu dicek gula darah sudah tinggi di atas 500," imbuhnya.
Ia menekankan pentingnya skrining diabetes sejak usia anak-anak atau remaja, mengingat penyakit tersebut saat ini sudah mulai banyak ditemukan pada anak di usia 0-18 tahun.
"Kalau ada riwayat diabetes di keluarga itu juga harus lebih hati-hati, perlu skrining. Untuk remaja, skrining bisa dilakukan di usia 10 tahun atau saat sudah mengalami pubertas. Pada anak perempuan saat mulai ada pertumbuhan payudara, dan pada anak laki-laki saat mulai ada penambahan volume testis," ucapnya.
Skrining diabetes pada anak umumnya sama dengan usia dewasa, bisa dengan pemeriksaan gula darah sewaktu atau dua jam setelah makan, atau pemeriksaan HbA1c.
HbA1c adalah kadar sel darah merah atau hemoglobin yang bereaksi dengan gula. Pada kondisi normal, proporsi atau persentasenya ada di angka 5-7 persen.
"Semakin tinggi gula dalam tubuh kita, semakin banyak pula hemoglobin yang bereaksi dengan glukosa, semakin tinggi nilai HbA1c. HbA1c ini bisa menggambarkan rata-rata gula kita 8-12 minggu terakhir, karena seiring dengan usia sel darah merah kita," kata Ghaisani.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Dokter: Anak yang turun berat badan drastis berisiko terkena diabetes
COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2024
"Pada kondisi diabetes melitus tipe satu, tubuh berusaha mencari alternatif untuk menghasilkan energi, salah satunya dengan memecah cadangan lemak. Kalau lemak terpaksa dipecah, akan terlihat sekali turunnya berat badan, sehingga anak terlihat kurus," kata Ghaisani dalam diskusi yang diikuti secara daring di Jakarta, Jumat.
Ia menjelaskan pada kondisi diabetes, tubuh tidak dapat menghasilkan insulin, sehingga gula darah tidak bisa dipakai oleh jaringan untuk menghasilkan energi, sehingga membuat tubuh mencari alternatif untuk menghasilkan tenaga dengan memecah jaringan otot atau lemak.
"Berat badan turun akan sangat jelas terlihat pada anak-anak dan remaja, karena mereka masih dalam fase pertumbuhan, jadi salah satu yang harus terus kita pantau adalah berat dan tinggi badan anak-anak mulai dari lahir," ujar dia.
Ia juga menyebutkan dokter juga selalu mengedukasi orang tua untuk memperhatikan alur (plot) di kurva pertumbuhan anak.
"Begitu ada penurunan, itu salah satu tanda waspada, perlu dicari penyebabnya apa, bisa jadi salah satunya diabetes melitus, selain gejala klasik lain yang muncul seperti banyak buang air kecil, cepat haus, dan cepat lapar," tuturnya.
Ia juga mengemukakan sebagian besar diabetes melitus tipe satu pada anak tidak terdiagnosis dari awal, tetapi sudah menjadi komplikasi.
"Yang sering terjadi, anak sudah datang dalam kondisi yang berat, misalnya sesak napas, kadang-kadang nyeri perut, mual, dan muntah. Itu pun saat didiagnosis seringkali terlewat," tutur dia.
"Jadi nyeri perut, mual atau muntah dikaitkan dengan gastroentritis atau infeksi saluran cerna, sesak napas sering dipikirkan pneumonia atau radang paru, jadi seringkali terlewat, begitu dicek gula darah sudah tinggi di atas 500," imbuhnya.
Ia menekankan pentingnya skrining diabetes sejak usia anak-anak atau remaja, mengingat penyakit tersebut saat ini sudah mulai banyak ditemukan pada anak di usia 0-18 tahun.
"Kalau ada riwayat diabetes di keluarga itu juga harus lebih hati-hati, perlu skrining. Untuk remaja, skrining bisa dilakukan di usia 10 tahun atau saat sudah mengalami pubertas. Pada anak perempuan saat mulai ada pertumbuhan payudara, dan pada anak laki-laki saat mulai ada penambahan volume testis," ucapnya.
Skrining diabetes pada anak umumnya sama dengan usia dewasa, bisa dengan pemeriksaan gula darah sewaktu atau dua jam setelah makan, atau pemeriksaan HbA1c.
HbA1c adalah kadar sel darah merah atau hemoglobin yang bereaksi dengan gula. Pada kondisi normal, proporsi atau persentasenya ada di angka 5-7 persen.
"Semakin tinggi gula dalam tubuh kita, semakin banyak pula hemoglobin yang bereaksi dengan glukosa, semakin tinggi nilai HbA1c. HbA1c ini bisa menggambarkan rata-rata gula kita 8-12 minggu terakhir, karena seiring dengan usia sel darah merah kita," kata Ghaisani.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Dokter: Anak yang turun berat badan drastis berisiko terkena diabetes
COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2024