Pabrik Kelapa Sawit (PKS) tanpa kebun mendorong aksi pencurian brondolan atau buah sawit yang lepas dari tandan buah segar semakin marak di Sumut  dan itu meresahkan perusahaan perkebunan. 

"Kemudahan pengurusan izin melalui OSS (online single submission) dimanfaatkan sejumlah orang untuk membuat perusahaan yang kurang jelas seperti PKS yang tidak memenuhi persyaratan seperti tanpa kebun, " ujar Ketua GAPKI Sumut, Timbas Prasad Ginting di Medan, Selasa. 

Akibat tanpa kebun, PKS melakukan berbagai cara untuk mendapatkan buah sawit yang akhirnya juga memicu aksi pencurian brondolan sawit di kebun-kebun.

Pencurian bahkan melibatkan ibu-ibu dan anak - anak. 

"Muncul istilah kerja jadi 'Makbro' alias emak-emak brondolan," katanya. 

Pendapatan jadi Makbro cukup besar karena harga jual brondolan sawit lebih mahal dari harga tandan buah segar (TBS) yang masih memiliki janjangnya. 

"Selisihnya bisa lebih dari Rp1.000 per kg. Lebih tinggi  harga brondolan sawit ketimbang TBS," katanya. 

Pendapatan satu hari Makbro rata-rata bisa mencapai Rp300.000 - Rp400.000 per hari. 

Pendapatan itu lebih tinggi dari menjadi Buruh Lepas Harian (BHL) yang sekitar Rp150.000.
Aksi pencurian itu sering terjadi di perkebunan yang berada atau dekat dengan pemukiman rakyat. 

Timbas yang didampingi Wakil Ketua Mino Lesmana, Sekretaris Syahril Pane dan Bendahara Sugihartana mengatakan, pencurian itu merugikan perusahaan yang berdiri dengan banyak persyaratan dan kewajiban. 

Pencurian itu juga merusak mental masyarakat. 

"Sebaliknya perusahaan tanpa kebun itu meraih untung besar," katanya. 

Apalagi hasil pengolahan brondolan sawit tersebut bila di ekspor umumnya dapat diolah menjadi biodisel dan pengenaan pajaknya belum ada ditetapkan diregulasinya. 

Brondolan sawit asam lemaknya tinggi dibandingkan TBS karena kematangan buahnya yang lebih tinggi.

"GAPKI sudah membicarakan masalah ini dengan berbagai pihak Harapannya pemberian izin pendirian PKS diperketat," katanya. 

Sekretaris GAPKI Sumut Syahril Pane menyebutkan pencurian brondolan sawit menjadi bahaya laten, karena kebiasaan  mencuri itu sudah melibatkan keluarga termasuk anak-anak dan membuat warga malas bekerja. 

"Adanya perusahaan yang mengandalkan bahan baku pabriknya dari orang lain telah merubah perilaku sosial masyarakat ke arah negatif," katanya. 

Dari orang baik-baik menjadi pencuri bahkan pengguna narkoba untuk menjadi berani melakukan pencurian atau berfoya-foya menghabiskan pendapatannya.

Pewarta: Evalisa Siregar

Editor : Riza Mulyadi


COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2023