Tikus ganas masih terus menggerogoti persawahan warga yang ada di beberapa desa di Kecamatan Siabu, Kabupaten Mandailing Natal.
Serangan hama tikus tersebut telah mengancam musim tanam kedua tahun ini bagi petani, salah satunya di wilayah persawahan Saba Bolak Siabu.
Salah seorang petani, Zet Nasution (57), menyampaikan, walaupun masa puncak panen raya belum tiba, saat ini petani sedang terpukul karena hasil panennya menurun drastis akibat serangan hama tikus itu.
Di musim panen tergolong tidak serentak kali ini, hama tikus terus menggerogoti rumpun hingga batang rebah. Hama itu pun datang secara bergerombol mengetam bulir padi.
Begitulah gambaran peristiwa yang terjadi di hamparan 250-an hektar itu. Bahkan, sebagian petani sudah merasa getir sejak padi berumur 10 hari.
"Tikus ini memang menyerang padi terutama ketika air sawah tergenang atau tanah masih basah. Makanya, banyak petani di Saba Bolak ini yang mempercepat masa pengeringan. Harapannya, tikus tidak datang menyerang sawah," terang Zet Nasution.
Kata dia, hama ini tidak menyasar secara merata. Biasanya, tikus juga mulai membabat dari pinggir, sisi pematang sawah. Terus ke bagian dalam. Hewan ini menggerogoti dari pangkal rumpun batang. Kalau sudah mengeluarkan bulir, tikus pun mengetam bulir padi, termasuk yang masih hijau.
Di beberapa lokasi, tikus menyisakan sejumlah batang. Jika petani bersabar dan mau memupuk lagi, batang padi sisa penggerogotan tikus itu masih bisa bertunas dan kembali jadi rumpun baru.
Menurut Zet Nasution, kerugian petani memang beragam. Ada yang ketika panen hanya memperoleh 30 persen saja dari hasil panen normal. Petani lain, ada yang masih dapat hasil 70 persen dari panen biasa.
Untuk mengurangi beban para perani lanjut dia, beberapa petani yang menyewa lahan meminta agar pemilik lahan bersedia menurunkan sewanya. Yang biasanya bagi tiga, bisa berkurang agar penderitaan petani bisa berkurang.
Keterangan yang hampir serupa juga terungkap dari Mangaraja Bintang (67), Menurutnya, serangan tikus itu mengiringi siklus meluapnya air sungai di sekitar lokasi pertemuan aliran Sungai Batang Gadis dan Sungai Batang Angkola yang disebut Lumpatan.
"Biasanya, hewan yang datang bergerombol dalam jumlah ratusan itu berukuran lebih besar dan bentuk mulutnya pun lebih runcing dari tikus biasa (lokal). Ketika permukaan air di dua sungai itu naik, hama itu pun terdesak ke atas dan berhamburan ke areal persawahan sekitar Rodang Tinapor," jelas dia.
Dia menambahkan, dengan luas areal dan banyaknya jumlah tikus, petani dan pemilik lahan tentu merasa kewalahan untuk membeli sendiri-sendiri semua racun tikus yang dibutuhkan. Lagi pula, pemberantasan tikus ini mestinya dilakukan secara serentak.
Beberapa petani juga mengaku serangan gerombolan ribuan tikus itu justeru tampak makin membabi buta setelah petani menghalaunya dengan racun. Makanya, harus diberantas serentak, agar populasi dari binatang yang disebut "tikus serdadu" itu habis, sehingga tidak ada lagi yang berpindah-pindah dari lahan yang satu ke lahan lainnya.
Pembasmian serentak itu dinilai petani menjadi cara efektif untuk mempersiapkan musim tanam selanjutnya.
Pemerhati pertanian yang berprofesi sebagai dosen di Madina, Zainal Abidin MPd juga meminta agar pemberantasan tikus tersebut dilakukan secara serentak yakni dengan kehadiran pemerintah.
"Saya yakin, apalagi nantinya melibatkan unsur TNI dan Polri, kita bisa bikin pemberantasan serentak di seluruh Kecamatan Siabu," tambah dia.
Sementara itu, Koordinator Balai Penyuluh Pertanian (BPP) Kecamatan Siabu, Kabupaten Mandailing Natal, Kholidah, SP yang dikonfirmasi ANTARA, Jumat (27/10) mengungkapkan, jika serangan hama tikus di Kecamatan Siabu itu telah meresahkan para petani dan sudah menjadi kendala pertanaman padi sawah.
"Serangan hama tikus musim tanam ini memang sangat meresahkan. Saat ini sekitar 40-50 hektar areal persawahan di Kecamatan Siabu sudah terserang," ujarnya.
Adapun beberapa wilayah yang diserang hama tikus tersebut meliputi Hutapuli, Hutaraja, Sibaruang dan Sihepeng raya,
Sebagai langkah antisipasi kata Kholidah pihaknya telah melakukan berbagai upaya salah satunya adalah dengan melaporkan keadaan dan memohon bantuan racun tikus Petrokum ke Dinas Pertanian setempat dan sebahagian desa sudah dibagikan.
"Di Desa Sihepeng dua secara swadaya telah melaksanakan peracunan hama tikus ini yang di koordinir oleh PPL setempat. Dan untuk mengantisipasi musim tanam berikutnya kami dari BPP Siabu sudah berkoordinasi dengan pihak POPT/Pengamat hama dari Provinsi untuk mengadakan GERDAL (Gerakan Pengendalian) hama tikus yang rencananya diadakan di Kelurahan Siabu," jelas Kholidah.
COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2023
Serangan hama tikus tersebut telah mengancam musim tanam kedua tahun ini bagi petani, salah satunya di wilayah persawahan Saba Bolak Siabu.
Salah seorang petani, Zet Nasution (57), menyampaikan, walaupun masa puncak panen raya belum tiba, saat ini petani sedang terpukul karena hasil panennya menurun drastis akibat serangan hama tikus itu.
Di musim panen tergolong tidak serentak kali ini, hama tikus terus menggerogoti rumpun hingga batang rebah. Hama itu pun datang secara bergerombol mengetam bulir padi.
Begitulah gambaran peristiwa yang terjadi di hamparan 250-an hektar itu. Bahkan, sebagian petani sudah merasa getir sejak padi berumur 10 hari.
"Tikus ini memang menyerang padi terutama ketika air sawah tergenang atau tanah masih basah. Makanya, banyak petani di Saba Bolak ini yang mempercepat masa pengeringan. Harapannya, tikus tidak datang menyerang sawah," terang Zet Nasution.
Kata dia, hama ini tidak menyasar secara merata. Biasanya, tikus juga mulai membabat dari pinggir, sisi pematang sawah. Terus ke bagian dalam. Hewan ini menggerogoti dari pangkal rumpun batang. Kalau sudah mengeluarkan bulir, tikus pun mengetam bulir padi, termasuk yang masih hijau.
Di beberapa lokasi, tikus menyisakan sejumlah batang. Jika petani bersabar dan mau memupuk lagi, batang padi sisa penggerogotan tikus itu masih bisa bertunas dan kembali jadi rumpun baru.
Menurut Zet Nasution, kerugian petani memang beragam. Ada yang ketika panen hanya memperoleh 30 persen saja dari hasil panen normal. Petani lain, ada yang masih dapat hasil 70 persen dari panen biasa.
Untuk mengurangi beban para perani lanjut dia, beberapa petani yang menyewa lahan meminta agar pemilik lahan bersedia menurunkan sewanya. Yang biasanya bagi tiga, bisa berkurang agar penderitaan petani bisa berkurang.
Keterangan yang hampir serupa juga terungkap dari Mangaraja Bintang (67), Menurutnya, serangan tikus itu mengiringi siklus meluapnya air sungai di sekitar lokasi pertemuan aliran Sungai Batang Gadis dan Sungai Batang Angkola yang disebut Lumpatan.
"Biasanya, hewan yang datang bergerombol dalam jumlah ratusan itu berukuran lebih besar dan bentuk mulutnya pun lebih runcing dari tikus biasa (lokal). Ketika permukaan air di dua sungai itu naik, hama itu pun terdesak ke atas dan berhamburan ke areal persawahan sekitar Rodang Tinapor," jelas dia.
Dia menambahkan, dengan luas areal dan banyaknya jumlah tikus, petani dan pemilik lahan tentu merasa kewalahan untuk membeli sendiri-sendiri semua racun tikus yang dibutuhkan. Lagi pula, pemberantasan tikus ini mestinya dilakukan secara serentak.
Beberapa petani juga mengaku serangan gerombolan ribuan tikus itu justeru tampak makin membabi buta setelah petani menghalaunya dengan racun. Makanya, harus diberantas serentak, agar populasi dari binatang yang disebut "tikus serdadu" itu habis, sehingga tidak ada lagi yang berpindah-pindah dari lahan yang satu ke lahan lainnya.
Pembasmian serentak itu dinilai petani menjadi cara efektif untuk mempersiapkan musim tanam selanjutnya.
Pemerhati pertanian yang berprofesi sebagai dosen di Madina, Zainal Abidin MPd juga meminta agar pemberantasan tikus tersebut dilakukan secara serentak yakni dengan kehadiran pemerintah.
"Saya yakin, apalagi nantinya melibatkan unsur TNI dan Polri, kita bisa bikin pemberantasan serentak di seluruh Kecamatan Siabu," tambah dia.
Sementara itu, Koordinator Balai Penyuluh Pertanian (BPP) Kecamatan Siabu, Kabupaten Mandailing Natal, Kholidah, SP yang dikonfirmasi ANTARA, Jumat (27/10) mengungkapkan, jika serangan hama tikus di Kecamatan Siabu itu telah meresahkan para petani dan sudah menjadi kendala pertanaman padi sawah.
"Serangan hama tikus musim tanam ini memang sangat meresahkan. Saat ini sekitar 40-50 hektar areal persawahan di Kecamatan Siabu sudah terserang," ujarnya.
Adapun beberapa wilayah yang diserang hama tikus tersebut meliputi Hutapuli, Hutaraja, Sibaruang dan Sihepeng raya,
Sebagai langkah antisipasi kata Kholidah pihaknya telah melakukan berbagai upaya salah satunya adalah dengan melaporkan keadaan dan memohon bantuan racun tikus Petrokum ke Dinas Pertanian setempat dan sebahagian desa sudah dibagikan.
"Di Desa Sihepeng dua secara swadaya telah melaksanakan peracunan hama tikus ini yang di koordinir oleh PPL setempat. Dan untuk mengantisipasi musim tanam berikutnya kami dari BPP Siabu sudah berkoordinasi dengan pihak POPT/Pengamat hama dari Provinsi untuk mengadakan GERDAL (Gerakan Pengendalian) hama tikus yang rencananya diadakan di Kelurahan Siabu," jelas Kholidah.
COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2023