Pengusaha Air Minuman dalam Kemasan (AMDK) di Sumatera Utara (Sumut) mendukung kebijakan pemerintah dalam pelabelan BISFENOL A (BPA) untuk menekan dampak bahaya kesehatan pada produk itu.
"Saya mendukung kebijakan (regulasi) pelabelan BPA, karena tujuannya baik untuk melindungi konsumen," ujar Eksekutif CV Himudo, Leiman usai acara Sarasehan Upaya Perlindungan Kesehatan Masyarakat Melalui Regulasi Pelabelan BPA Pada AMDK yang digelar Balai Besar Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) Medan berkolaborasi dengan Universitas Sumatera Utara (USU) dan institusi kesehatan lainnya di Medan, Senin.
Menurut dia, kalau produsen sudah bisa meyakinkan konsumen dengan pelabelan, tentunya penjualan tidak terganggu. "Rencana pelabelan itu kita dukung, tetapi aturannya harus jelas," katanya.
Tanggapan positif juga disampaikan eksekutif PT Tirta Alpin Makmur, William. "Sebagai pelaku usaha, kami mendukung peraturan pemerintah, tetapi perlu proses agar kami bisa menerapkannya," ujarnya.
Apalagi, lanjutnya, paparan BPA bisa terjadi saat proses penjualan, seperti terpapar matahari di perjalanan atau di tempat penjualan.
Kepala BPOM Medan Martin Suhendri mengatakan BPA dapat terlepas/bermigrasi jika proses pencucian yang tidak tepat, seperti penggunaan air pada suhu tinggi di atas 75 Celcius, pengangkutan dan penyimpanan AMDK tidak tepat, sehingga terkena paparan sinar matahari langsung.
"Dari sisi pemerintah, mitigasi bahaya paparan BPA dari produk AMDK dilakukan dengan menetapkan regulasi keamanan, mutu dan label produk, serta kemasan, termasuk cara produksi pangan yang baik," katanya.
Kemudian mendorong pelaku usaha memiliki daya saing untuk meningkatkan keamanan dan mutu AMDK melalui pemenuhan ketentuan pelabelan.
Dari sisi pelaku usaha (produsen, distributor dan peritel), katanya, dengan menerapkan regulasi yang ditetapkan pemerintah, termasuk penanganan galon guna ulang yang baik.
Dari sisi konsumen, katanya, pembeli harus membaca label terutama mengenai cara penyimpanan produk, antara lain produk AMDK harus disimpan di tempat bersih dan sejuk dan terhindar dari matahari langsung.
"Tentunya kebijakan pelabelan BPA pada AMDK masih dalam tahap sosialisasi dan edukasi," katanya.
Meski demikian katanya, hasil temuan batas migrasi BPA sudah di atas ambang batas sesuai Peraturan BPOM Nomor 20 Tahun 2019 tentang Kemasan Pangan, yakni 0,6 bpj kemasan plastik polikarbonat.
"Mempertimbangkan tingginya tingkat konsumsi AMDK galon polikarbonat dan masalah BPA sudah menjadi perhatian dunia, BPOM berinisiatif melakukan pengaturan pelabelan AMDK pada kemasan plastik," ujarnya.
Pengaturan pelabelan AMDK itu dengan melakukan revisi Peraturan BPOM Nomor 31 Tahun 2018 tentang Label Pangan Olahan.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Pengusaha Sumut dukung kebijakan pelabelan BPA pada produk AMDK
COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2022
"Saya mendukung kebijakan (regulasi) pelabelan BPA, karena tujuannya baik untuk melindungi konsumen," ujar Eksekutif CV Himudo, Leiman usai acara Sarasehan Upaya Perlindungan Kesehatan Masyarakat Melalui Regulasi Pelabelan BPA Pada AMDK yang digelar Balai Besar Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) Medan berkolaborasi dengan Universitas Sumatera Utara (USU) dan institusi kesehatan lainnya di Medan, Senin.
Menurut dia, kalau produsen sudah bisa meyakinkan konsumen dengan pelabelan, tentunya penjualan tidak terganggu. "Rencana pelabelan itu kita dukung, tetapi aturannya harus jelas," katanya.
Tanggapan positif juga disampaikan eksekutif PT Tirta Alpin Makmur, William. "Sebagai pelaku usaha, kami mendukung peraturan pemerintah, tetapi perlu proses agar kami bisa menerapkannya," ujarnya.
Apalagi, lanjutnya, paparan BPA bisa terjadi saat proses penjualan, seperti terpapar matahari di perjalanan atau di tempat penjualan.
Kepala BPOM Medan Martin Suhendri mengatakan BPA dapat terlepas/bermigrasi jika proses pencucian yang tidak tepat, seperti penggunaan air pada suhu tinggi di atas 75 Celcius, pengangkutan dan penyimpanan AMDK tidak tepat, sehingga terkena paparan sinar matahari langsung.
"Dari sisi pemerintah, mitigasi bahaya paparan BPA dari produk AMDK dilakukan dengan menetapkan regulasi keamanan, mutu dan label produk, serta kemasan, termasuk cara produksi pangan yang baik," katanya.
Kemudian mendorong pelaku usaha memiliki daya saing untuk meningkatkan keamanan dan mutu AMDK melalui pemenuhan ketentuan pelabelan.
Dari sisi pelaku usaha (produsen, distributor dan peritel), katanya, dengan menerapkan regulasi yang ditetapkan pemerintah, termasuk penanganan galon guna ulang yang baik.
Dari sisi konsumen, katanya, pembeli harus membaca label terutama mengenai cara penyimpanan produk, antara lain produk AMDK harus disimpan di tempat bersih dan sejuk dan terhindar dari matahari langsung.
"Tentunya kebijakan pelabelan BPA pada AMDK masih dalam tahap sosialisasi dan edukasi," katanya.
Meski demikian katanya, hasil temuan batas migrasi BPA sudah di atas ambang batas sesuai Peraturan BPOM Nomor 20 Tahun 2019 tentang Kemasan Pangan, yakni 0,6 bpj kemasan plastik polikarbonat.
"Mempertimbangkan tingginya tingkat konsumsi AMDK galon polikarbonat dan masalah BPA sudah menjadi perhatian dunia, BPOM berinisiatif melakukan pengaturan pelabelan AMDK pada kemasan plastik," ujarnya.
Pengaturan pelabelan AMDK itu dengan melakukan revisi Peraturan BPOM Nomor 31 Tahun 2018 tentang Label Pangan Olahan.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Pengusaha Sumut dukung kebijakan pelabelan BPA pada produk AMDK
COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2022