Mantan wartawan senior BBC London, Panusunan Simanjuntak (80), berbagi rasa, pengalaman hingga semangat pelestarian budaya Batak yang membuat setiap pendengar materi yang disampaikannya tak mampu berkata-kata, dalam sesi penampilannya di Teras Cafe, Tarutung, Rabu malam (20/7).
"Jurnalis profesional setidaknya harus mengedepankan prinsip pemberitaan 'cover both side'," ujar Panusunan dalam sambutannya di tengah kisah masa lalunya sebagai eks jurnalis berbagai media nasional hingga internasional yang malang melintang sejak era orde baru hingga tiga masa ke depan.
Pria gaek kelahiran 1942 itu juga mengungkapkan, meski pada masanya menjadi pekerjaan yang sulit dalam mengaplikasikan pemberitaan dengan sistem 'cover both side', namun hal tersebut harus ditempuhnya demi sajian pemberitaan berimbang.
Penampilan Panusunan dalam kemasan agenda yang dirancang sedemikian rupa digagas oleh Erikson Sianipar, pendiri LSM Bisukma, serta koleganya Sahat T Simorangkir, yang memanfaatkan momen saat Panusunan dan keluarga pulang kampung ke Sarulla Pahae Jae, Taput.
Di sela penampilannya, Panusunan tampak masih energik, dengan penuh rasa penjiwaan membacakan puisi demi puisi yang ditulisnya dalam bahasa batak di depan undangan dan peserta kegiatan.
"Sejauh mana pun saya mengembara, rindu kampung halaman tak pernah pudar," ujarnya di sela uraian perjalanan hidupnya di depan undangan yang terdiri dari kalangan milenial, jurnalis, dan petenun ulos.
Di sela fragmentasi sajian lagu berbahasa batak hingga syair lagu ciptaan Panusunan berjudul "ulos batak nauli", dia mengurai rekam jejaknya sebagai insan jurnalis dan membacakan sejumlah puisi berbahasa batak hasil buah pikirannya.
Programa sederhana itu juga diwarnai "live music" yang digawangi band sekolah SMAN 1 Tarutung binaan Erikson Sianipar.
Sejumlah lagu batak dibawakan siswi SMAN 1 memperkaya spektrum keistimewaan programa yang dipadu dengan pembacaan puisi demi puisi karangan Panusunan Simanjuntak.
Perlahan dan pasti, motivasi yang mendasari kepribadian Panusunan selaku penulis puluhan puisi berbahasa batak juga dinyatakan sebagai bukti kecintaan dirinya akan kampung halaman dan adat istiadat suku batak.
Lantas, pada kesekian kalinya, saat salah satu puisinya berjudul "ulos" dibacakan olehnya dengan didampingi sang cucu, keistimewaan yang muncul seiring sajak puisinya kian terpatri dan memukau hadirin.
Pada kesempatan itu, Erikson Sianipar yang juga Ketua HKTI Taput mengatakan, ajang pertemuan yang digelar merupakan bagian dari komitmen Bisukma, yang diframing dalam upaya pencerdasan dan pencerahan terutama kaum milenial di tengah situasi yang diwarnai ketidakpastian.
"Ke depan, kita merancang pertemuan-pertemuan dengan menghadirkan tokoh-tokoh sesuai bidangnya, dengan tetap menghadirkan kaum milenial," tukas Erikson.
COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2022
"Jurnalis profesional setidaknya harus mengedepankan prinsip pemberitaan 'cover both side'," ujar Panusunan dalam sambutannya di tengah kisah masa lalunya sebagai eks jurnalis berbagai media nasional hingga internasional yang malang melintang sejak era orde baru hingga tiga masa ke depan.
Pria gaek kelahiran 1942 itu juga mengungkapkan, meski pada masanya menjadi pekerjaan yang sulit dalam mengaplikasikan pemberitaan dengan sistem 'cover both side', namun hal tersebut harus ditempuhnya demi sajian pemberitaan berimbang.
Penampilan Panusunan dalam kemasan agenda yang dirancang sedemikian rupa digagas oleh Erikson Sianipar, pendiri LSM Bisukma, serta koleganya Sahat T Simorangkir, yang memanfaatkan momen saat Panusunan dan keluarga pulang kampung ke Sarulla Pahae Jae, Taput.
Di sela penampilannya, Panusunan tampak masih energik, dengan penuh rasa penjiwaan membacakan puisi demi puisi yang ditulisnya dalam bahasa batak di depan undangan dan peserta kegiatan.
"Sejauh mana pun saya mengembara, rindu kampung halaman tak pernah pudar," ujarnya di sela uraian perjalanan hidupnya di depan undangan yang terdiri dari kalangan milenial, jurnalis, dan petenun ulos.
Di sela fragmentasi sajian lagu berbahasa batak hingga syair lagu ciptaan Panusunan berjudul "ulos batak nauli", dia mengurai rekam jejaknya sebagai insan jurnalis dan membacakan sejumlah puisi berbahasa batak hasil buah pikirannya.
Programa sederhana itu juga diwarnai "live music" yang digawangi band sekolah SMAN 1 Tarutung binaan Erikson Sianipar.
Sejumlah lagu batak dibawakan siswi SMAN 1 memperkaya spektrum keistimewaan programa yang dipadu dengan pembacaan puisi demi puisi karangan Panusunan Simanjuntak.
Perlahan dan pasti, motivasi yang mendasari kepribadian Panusunan selaku penulis puluhan puisi berbahasa batak juga dinyatakan sebagai bukti kecintaan dirinya akan kampung halaman dan adat istiadat suku batak.
Lantas, pada kesekian kalinya, saat salah satu puisinya berjudul "ulos" dibacakan olehnya dengan didampingi sang cucu, keistimewaan yang muncul seiring sajak puisinya kian terpatri dan memukau hadirin.
Pada kesempatan itu, Erikson Sianipar yang juga Ketua HKTI Taput mengatakan, ajang pertemuan yang digelar merupakan bagian dari komitmen Bisukma, yang diframing dalam upaya pencerdasan dan pencerahan terutama kaum milenial di tengah situasi yang diwarnai ketidakpastian.
"Ke depan, kita merancang pertemuan-pertemuan dengan menghadirkan tokoh-tokoh sesuai bidangnya, dengan tetap menghadirkan kaum milenial," tukas Erikson.
COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2022