Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G. Plate mengatakan, pemerintah telah menyediakan program stimulan untuk menyiapkan talenta digital, yang bekerja sama dengan perguruan tinggi ternama di Indonesia serta perusahaan teknologi baik di dalam maupun luar negeri.
"(Kerja sama) ini untuk menghasilkan intermediate digital skills dengan kurikulum-kurikulum seperti coding, big data, cloud computing, artificial intelligence, augmented reality, virtual reality, dan metaverse,” tutur Johnny dikutip dari siaran pers yang diterima di Jakarta, Selasa.(14/6).
Johnny mengatakan bahwa tahun lalu, program stimulan yang disiapkan pemerintah melalui Badan Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia dan Ditjen Aplikasi Informatika Kementerian Kominfo itu diikuti oleh 12,5 juta orang.
Baca juga: Kominfo buka beasiswa S2 dalam negeri untuk umum dan PNS
Setidaknya, ujar dia, program tersebut merangsang para UMKM untuk bisa masuk ke dalam ekosistem digital dan memiliki keterampilan digital dasar dengan empat kurikulum yakni digital skills, digital safety, digital culture dan digital ethics.
Johnny mengatakan, upaya untuk membangun talenta digital harus terus dilakukan agar pemanfaatan infrastruktur digital dapat dilakukan dengan baik dan optimal bagi seluruh bangsa Indonesia.
Namun, menurut dia, upaya dari Kementerian Kominfo saja belum cukup karena Indonesia membutuhkan setidaknya 600 ribu talenta digital setiap tahun. Oleh karenanya, Johnny pun mendorong peran dan partisipasi aktif dari pihak-pihak strategis.
“Ada 9 juta untuk 15 tahun ke depan dan Kominfo hanya bisa menyiapkan 150 ribu hingga 200 ribu, bahkan barangkali bisa kurang,” kata Johnny.
"Saya mengajak Mastel dan Keluarga Besar Ekosistem Telekomunikasi Informatika Republik Indonesia untuk bergandeng tangan menghasilkan intermediate digital skills,” lanjutnya.
Selain talenta digital di level menengah, Johnny mengatakan Indonesia juga membutuhkan pengambil kebijakan digital atau digital policy makers agar bisa menjalankan program smart city, smart island, bahkan smart village.
“Tanpa digital policy makers tentu sulit. Melalui program Digital Leadership Academy kita menyiapkan sampai dengan 500 seat yang bekerja sama dengan University of Singapore, Tsinghua University, Oxford University, Harvard Kennedy School, Cambridge University, London School of Economic, dan lain sebagainya," ujar Johnny.
"Kalau bisa, ini diperluas untuk memastikan Indonesia memiliki digital policy makers baik pemerintah maupun startup companies,” imbuhnya.
COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2022
"(Kerja sama) ini untuk menghasilkan intermediate digital skills dengan kurikulum-kurikulum seperti coding, big data, cloud computing, artificial intelligence, augmented reality, virtual reality, dan metaverse,” tutur Johnny dikutip dari siaran pers yang diterima di Jakarta, Selasa.(14/6).
Johnny mengatakan bahwa tahun lalu, program stimulan yang disiapkan pemerintah melalui Badan Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia dan Ditjen Aplikasi Informatika Kementerian Kominfo itu diikuti oleh 12,5 juta orang.
Baca juga: Kominfo buka beasiswa S2 dalam negeri untuk umum dan PNS
Setidaknya, ujar dia, program tersebut merangsang para UMKM untuk bisa masuk ke dalam ekosistem digital dan memiliki keterampilan digital dasar dengan empat kurikulum yakni digital skills, digital safety, digital culture dan digital ethics.
Johnny mengatakan, upaya untuk membangun talenta digital harus terus dilakukan agar pemanfaatan infrastruktur digital dapat dilakukan dengan baik dan optimal bagi seluruh bangsa Indonesia.
Namun, menurut dia, upaya dari Kementerian Kominfo saja belum cukup karena Indonesia membutuhkan setidaknya 600 ribu talenta digital setiap tahun. Oleh karenanya, Johnny pun mendorong peran dan partisipasi aktif dari pihak-pihak strategis.
“Ada 9 juta untuk 15 tahun ke depan dan Kominfo hanya bisa menyiapkan 150 ribu hingga 200 ribu, bahkan barangkali bisa kurang,” kata Johnny.
"Saya mengajak Mastel dan Keluarga Besar Ekosistem Telekomunikasi Informatika Republik Indonesia untuk bergandeng tangan menghasilkan intermediate digital skills,” lanjutnya.
Selain talenta digital di level menengah, Johnny mengatakan Indonesia juga membutuhkan pengambil kebijakan digital atau digital policy makers agar bisa menjalankan program smart city, smart island, bahkan smart village.
“Tanpa digital policy makers tentu sulit. Melalui program Digital Leadership Academy kita menyiapkan sampai dengan 500 seat yang bekerja sama dengan University of Singapore, Tsinghua University, Oxford University, Harvard Kennedy School, Cambridge University, London School of Economic, dan lain sebagainya," ujar Johnny.
"Kalau bisa, ini diperluas untuk memastikan Indonesia memiliki digital policy makers baik pemerintah maupun startup companies,” imbuhnya.
COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2022