Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Mendes PDTT) Abdul Halim Iskandar mendukung wacana penambahan lama masa jabatan kepala desa menjadi 10 tahun demi menekan peluang konflik horizontal yang muncul saat pemilihan kepala desa.
"Kenapa sepuluh tahun, supaya tidak terlalu sering dinamika yang cukup keras terjadi di desa karena menyelesaikan konflik atau perbedaan pandangan di pilkades jauh lebih sulit dan lebih lama dibandingkan pilbup (pemilihan bupati)," kata Abdul Halim saat menjadi pembicara dalam "Minister Lecture: Pembangunan Desa Berkelanjutan dan Kebangkitan Trans Modern untuk Kemajuan Bangsa" di Balai Senat UGM, Yogyakarta, Kamis.
Mendes mengatakan wacana mengenai ide penambahan masa jabatan kepala desa yang semula enam tahun menjadi 10 tahun itu sebelumnya disuarakan oleh kalangan kades sendiri.
Baca juga: Kepala desa diingatkan gunakan anggaran sesuai aturan
"Gagasan yang disampaikan oleh teman-teman kepala desa yang sangat rasional, dan kita mendukung yaitu bagaimana agar masa jabatan kepala desa ini tidak enam tahun. Tentu ini nanti Undang-Undang," tutur dia.
Meski perlu diperpanjang 10 tahun, menurut dia, masing-masing kades nantinya hanya memiliki kesempatan memimpin maksimal dua periode.
Menurut Abdul Halim, dinamika dan risiko gesekan yang muncul saat pilkades lebih tinggi dibandingkan saat pemilihan bupati/wali kota maupun pemilihan gubernur.
"Bisa kita lihat saat pilkades, betapa ramainya tempat pemungutan suara pada jam-jam penghitungan suara. Jauh lebih ramai dibandingkan saat pemilihan bupati dan wali kota. Ini jadi satu hal yang menjadi perhatian kita untuk kepentingan pembangunan desa," ujar dia.
Namun demikian, ia mempersilakan apabila muncul pandangan berbeda terkait lama masa jabatan kepala desa dan menilai 10 tahun terlalu lama.
"Monggo saja itu menjadi wacana diskusi kita, tetapi bahwa perlu ada kebijakan yang lebih memberikan ruang bagi penyelesaian berbagai permasalahan atau dinamika yang ditimbulkan oleh pilkades itu tidak bisa ditawar, harus ada solusi-solusi," ujar pria yang acap disapa Gus Menteri ini.
COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2022
"Kenapa sepuluh tahun, supaya tidak terlalu sering dinamika yang cukup keras terjadi di desa karena menyelesaikan konflik atau perbedaan pandangan di pilkades jauh lebih sulit dan lebih lama dibandingkan pilbup (pemilihan bupati)," kata Abdul Halim saat menjadi pembicara dalam "Minister Lecture: Pembangunan Desa Berkelanjutan dan Kebangkitan Trans Modern untuk Kemajuan Bangsa" di Balai Senat UGM, Yogyakarta, Kamis.
Mendes mengatakan wacana mengenai ide penambahan masa jabatan kepala desa yang semula enam tahun menjadi 10 tahun itu sebelumnya disuarakan oleh kalangan kades sendiri.
Baca juga: Kepala desa diingatkan gunakan anggaran sesuai aturan
"Gagasan yang disampaikan oleh teman-teman kepala desa yang sangat rasional, dan kita mendukung yaitu bagaimana agar masa jabatan kepala desa ini tidak enam tahun. Tentu ini nanti Undang-Undang," tutur dia.
Meski perlu diperpanjang 10 tahun, menurut dia, masing-masing kades nantinya hanya memiliki kesempatan memimpin maksimal dua periode.
Menurut Abdul Halim, dinamika dan risiko gesekan yang muncul saat pilkades lebih tinggi dibandingkan saat pemilihan bupati/wali kota maupun pemilihan gubernur.
"Bisa kita lihat saat pilkades, betapa ramainya tempat pemungutan suara pada jam-jam penghitungan suara. Jauh lebih ramai dibandingkan saat pemilihan bupati dan wali kota. Ini jadi satu hal yang menjadi perhatian kita untuk kepentingan pembangunan desa," ujar dia.
Namun demikian, ia mempersilakan apabila muncul pandangan berbeda terkait lama masa jabatan kepala desa dan menilai 10 tahun terlalu lama.
"Monggo saja itu menjadi wacana diskusi kita, tetapi bahwa perlu ada kebijakan yang lebih memberikan ruang bagi penyelesaian berbagai permasalahan atau dinamika yang ditimbulkan oleh pilkades itu tidak bisa ditawar, harus ada solusi-solusi," ujar pria yang acap disapa Gus Menteri ini.
COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2022