Deteksi dini penting untuk meningkatkan hasil penatalaksanaan kanker paru, kata Sekretaris Jenderal Perhimpunan Onkologi Indonesia (POI) dr. Evlina Suzanna, Sp.PA.
"Deteksi dini sangat penting untuk meningkatkan hasil penatalaksanaan kanker paru. Proses ini tidak dapat dipisahkan dari kualitas diagnosis yang komprehensif, dan pemeriksaan oleh tenaga medis profesional,” kata Evlina dalam webinar kesehatan, dikutip dari siaran resmi, Minggu (19/12).
Dia mengatakan, dengan diperkenalkannya pengobatan presisi yang menargetkan tumor ALK dan EGFR positif pada kanker paru, ada harapan untuk bisa melihat perbaikan pada kesintasan pasien tanpa ada perburukan pada kankernya sendiri.
Baca juga: Realisasi vaksinasi di Sumut capai 70 persen
Kanker paru adalah jenis kanker yang paling umum di dunia. Ada lebih banyak kasus kematian karena kanker paru setiap tahunnya, dibandingkan dengan jumlah kematian total yang disebabkan oleh kanker payudara, usus besar, dan prostat.
Berdasarkan data Global Burden of Cancer Study (Globocan) 2020, 34.783 orang di Indonesia didiagnosis dengan kanker paru, dengan angka kematian 30.483. Angka ini dapat meningkat 43 persen dan mencapai 43.900 kasus kematian pada tahun 2030 jika tidak ada peningkatan diagnosis dan penatalaksanaan kanker paru.
Setelah didiagnosis, angka kesintasan lima-tahun pada pasien kanker paru termasuk rendah, kurang dari 20 persen berdasarkan data World Health Organization (WHO).
Hal ini sebagian besar disebabkan oleh ketiadaan penapisan dan fakta bahwa dua-pertiga dari pasien baru berkonsultasi ke dokter dengan kondisi lokal ganas atau sudah bermetastasis, sehingga kondisinya sudah tidak dapat disembuhkan sebelum terdiagnosis.
Direktur Utama BPJS Kesehatan Prof. dr. Ali Ghufron Mukti, M.Sc., Ph.D., AAK, mengajak semua pihak untuk bergotong royong mewujudkan pelayanan kesehatan berkualitas dan berkeadilan sosial.
“Seluruh pimpinan BPJS Kesehatan beserta seluruh jajaran berkomitmen untuk terus-menerus memberikan kinerja terbaik dan bekerja sama dengan seluruh stakeholder untuk mewujudkan penyelenggaraan jaminan kesehatan yang semakin baik bagi seluruh peserta JKN,” lanjutnya.
Sementara itu, Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan Kementerian Kesehatan Prof. dr. Abdul Kadir, Ph.D., Sp.THT-KL(K), MARS menyoroti upaya pemerintah untuk meningkatkan kontrol dan manajemen kanker secara nasional.
“Tujuan utama kami adalah memastikan bahwa semua penduduk mendapat pelayanan kesehatan yang berkualitas dan merata di seluruh Indonesia, termasuk penanganan untuk kanker paru,” kata dia.
Abdul Kadir juga menekankan bahwa kolaborasi antar pemangku kepentingan juga berperan penting dalam proses ini.
Kanker paru masih terus menjadi tantangan, baik dalam ranah klinis maupun riset. Dikembangkannya imunoterapi kanker - sebuah pilihan penanganan baru - bersama dengan penanganan lain yang sudah ada, memberikan harapan bagi pasien dan keluarganya.
COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2021
"Deteksi dini sangat penting untuk meningkatkan hasil penatalaksanaan kanker paru. Proses ini tidak dapat dipisahkan dari kualitas diagnosis yang komprehensif, dan pemeriksaan oleh tenaga medis profesional,” kata Evlina dalam webinar kesehatan, dikutip dari siaran resmi, Minggu (19/12).
Dia mengatakan, dengan diperkenalkannya pengobatan presisi yang menargetkan tumor ALK dan EGFR positif pada kanker paru, ada harapan untuk bisa melihat perbaikan pada kesintasan pasien tanpa ada perburukan pada kankernya sendiri.
Baca juga: Realisasi vaksinasi di Sumut capai 70 persen
Kanker paru adalah jenis kanker yang paling umum di dunia. Ada lebih banyak kasus kematian karena kanker paru setiap tahunnya, dibandingkan dengan jumlah kematian total yang disebabkan oleh kanker payudara, usus besar, dan prostat.
Berdasarkan data Global Burden of Cancer Study (Globocan) 2020, 34.783 orang di Indonesia didiagnosis dengan kanker paru, dengan angka kematian 30.483. Angka ini dapat meningkat 43 persen dan mencapai 43.900 kasus kematian pada tahun 2030 jika tidak ada peningkatan diagnosis dan penatalaksanaan kanker paru.
Setelah didiagnosis, angka kesintasan lima-tahun pada pasien kanker paru termasuk rendah, kurang dari 20 persen berdasarkan data World Health Organization (WHO).
Hal ini sebagian besar disebabkan oleh ketiadaan penapisan dan fakta bahwa dua-pertiga dari pasien baru berkonsultasi ke dokter dengan kondisi lokal ganas atau sudah bermetastasis, sehingga kondisinya sudah tidak dapat disembuhkan sebelum terdiagnosis.
Direktur Utama BPJS Kesehatan Prof. dr. Ali Ghufron Mukti, M.Sc., Ph.D., AAK, mengajak semua pihak untuk bergotong royong mewujudkan pelayanan kesehatan berkualitas dan berkeadilan sosial.
“Seluruh pimpinan BPJS Kesehatan beserta seluruh jajaran berkomitmen untuk terus-menerus memberikan kinerja terbaik dan bekerja sama dengan seluruh stakeholder untuk mewujudkan penyelenggaraan jaminan kesehatan yang semakin baik bagi seluruh peserta JKN,” lanjutnya.
Sementara itu, Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan Kementerian Kesehatan Prof. dr. Abdul Kadir, Ph.D., Sp.THT-KL(K), MARS menyoroti upaya pemerintah untuk meningkatkan kontrol dan manajemen kanker secara nasional.
“Tujuan utama kami adalah memastikan bahwa semua penduduk mendapat pelayanan kesehatan yang berkualitas dan merata di seluruh Indonesia, termasuk penanganan untuk kanker paru,” kata dia.
Abdul Kadir juga menekankan bahwa kolaborasi antar pemangku kepentingan juga berperan penting dalam proses ini.
Kanker paru masih terus menjadi tantangan, baik dalam ranah klinis maupun riset. Dikembangkannya imunoterapi kanker - sebuah pilihan penanganan baru - bersama dengan penanganan lain yang sudah ada, memberikan harapan bagi pasien dan keluarganya.
COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2021