Bagi penderita penyakit Diabetes Melitus (DM) atau dikenal umum di Indonesia sebagai kencing manis, umumnya akan mengindari asupan makanan mengandung karbohidrat tinggi seperti nasi putih.
Di kalangan "diabetasi" -- sebutan bagi penderita diabetes -- sudah terbiasa saling berbagi informasi mengenai alternatif-alternatif pangan karbohidrat yang rendah indek glikemik (IG).
Baca juga: Dokter: Butuh waktu kembalikan kondisi paru-paru penderita COVID-19
Dalam beberapa jurnal kesehatan disebutkan beberapa jenis makanan dengan IG tinggi adalah nasi putih, roti tawar putih, kentang, minuman bersoda, minuman manis dan lainnya.
Karena itu, Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular Kemenkes (http://p2ptm.kemkes.go.id) menyatakan memilih makanan dengan IG rendah wajib dipraktikkan oleh pengidap diabetes.
Meskipun begitu, pola makan IG rendah itu pun bisa diterapkan oleh siapa pun dengan cara sederhana.
Menurut Kemenkes IG merupakan indikator cepat atau lambatnya unsur karbohidrat dalam bahan pangan dalam meningkatkan kadar gula darah dalam tubuh.
Makanan yang cepat menaikkan kadar gula itu akan membuat pankreas bekerja keras menghasilkan insulin setelah makan, setiap hari. Untuk itu, perencanaan makan bagi seorang diabetesi, merupakan hal yang mutlak dilakukan. Salah satunya memilih makanan dengan IG rendah, yakni kurang dari 55, meski diakui tidak semua orang bisa mudah mempraktikkan pola makan dengan IG rendah itu.
Menkes Budi Gunawan Sadikin saat peluncuran program "Changing Diabetes® in Children", di Jakarta Senin (30/8/2021) bahkan sempat mengingatkan agar seluruh pihak, termasuk swasta, komunitas dan media untuk berpartisipasi dalam pencegahan dan pengendalian DM ini di Indonesia.
Ia menepis pandangan DM sebagai penyakit yang diderita oleh orang dewasa saja, karena faktanya penyakit kencing manis ini juga dialami oleh anak-anak dan remaja.
Program Changing Diabetes® in Children adalah program kemitraan antara pemerintah dan mitra swasta dalam upaya mencegah dan mengendalikan kasus diabetes di Indonesia, terutama diabetes pada anak-anak.
Pada 25 Juni 2021, Kemenkes telah menandatangani kerja sama dengan PT Novo Nordisk, yang merupakan mitra strategis dari Pemerintah Denmark sebagai implementasi dari nota kesepahaman antara Indonesia dan Denmark terkait program dimaksud.
Umbi-umbian
Terkait dengan alternatif pilihan pangan bagi diabetasi dengan IG rendah, di Tanah Air tersedia ragam jenis umbi-umbian yang bisa dijadikan pengganti beras.
Sebut saja talas (Colocasia esculenta), umbi garut (Maranta arundinacea), suweg (Amorphophallus campanulatus), gembili (Dioscorea alata), porang (Amorphophallus muelleri), dan masih banyak lainnya.
Studi-studi di perguruan tinggi banyak dilakukan untuk menemukan bukti bahwa jenis umbi-umbian tersebut memang bisa jadi alternatif pangan fungsional non-beras.
Dalam riset litbang pertanian(https://banten.litbang.pertanian.go.id/new/images/pdf/suweg-pdf.pdf) merujuk pada hasil penelitian Didah Nur Farida (2011) mengungkap bahwa nilai IG tepung umbi suweg tergolong rendah, yaitu 42 sehingga dapat menekan kadar gula darah dan dapat digunakan untuk terapi penderita DM.
Konsumsi serat pangan dalam jumlah tinggi akan memberi pertahanan pada manusia terhadap timbulnya berbagai penyakit, seperti kanker usus besar, divertikular, kardiovaskular, kegemukan, kolesterol tinggi dalam darah dan kencing manis.
Lalu, peneliti serat pangan dari Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan (FKKMK) UGM Yogyakarta Dr Sunarti, M.Kes (https://ugm.ac.id) dalam risetnya menemukan bahwa umbi garut dan gembili cocok dikonsumsi penderita DM.
Kedua umbi tersebut sudah dilakukan uji klinis dengan diujicobakan pada pasien yang terkena penyakit DM.
Namun, Sunarti memberi catatan, meski diketahui memiliki IG yang rendah, kedua umbi ini sangat sulit didapat karena jarang ditanam oleh para petani.
Padahal, apabila dikembangkan dengan lebih banyak, tentu sangat memberikan manfaat bagi kesehatan, apalagi pada penderita DM, sekaligus mengurangi ketergantungan pada pangan impor, seperti gandum.
"Bisa mengangkat pangan lokal, mengurangi ketergantungan pada gandum yang tidak semua tubuh penderita bisa cocok," katanya.
Masa depan
Kekayaan pangan dari ragam umbi umbian itu tidak luput dari perhatian Presiden Joko Widodo.
Ketika mengunjungi pabrik pengolahan tanaman umbi-umbian porang di Kota Madiun, Jawa Timur, Kamis (19/8), Kepala Negara menyatakan porang akan menjadi makanan sehat sebagai pengganti beras pada masa depan.
Umbi porang, bahkan disebut Presiden bakal menjadi makanan masa depan karena rendah kalori dan rendah karbohidrat dan juga rendah kadar gula.
"Saya kira ini akan menjadi makanan sehat di masa depan. Ini juga bisa menjadi pengganti beras yang lebih sehat karena kadar gulanya sangat rendah," katanya.
Dari sisi industri, porang memiliki nilai yang sangat besar dan pasar juga masih terbuka untuk digarap dalam negeri, apalagi permintaan porang di pasar ekspor juga tinggi.
Namun, ia berharap Indonesia dapat mengekspor porang dalam bentuk olahan sehingga nilai jual produk akan meningkat.
Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo menyatakan kini tengah fokus untuk mengembangkan umbi porang karena memiliki pasar ekspor yang sangat menjanjikan. Pasar tujuan ekspor itu, di antaranya Jepang, Taiwan, Korea, China serta beberapa negara Eropa.
Tanaman porang ini banyak dikembangkan di lahan-lahan marjinal yang bukan sawah, sehingga selain hasilnya maksimal terhadap umbi, porang juga tidak mengganggu luasan lahan tanaman pangan, tanaman perkebunan serta tanaman hutan.
Umbi-umbian sebagai pangan fungsional alternatif, selain studi ilmiah banyak membuktikan baik bagi diabetasi, dengan spirit mengoptimalkan lahan marjinal yang luas di Tanah Air, maka dua tujuan tercapai sekaligus, yakni untuk kesehatan dan pengembangan ekonomi.
COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2021
Di kalangan "diabetasi" -- sebutan bagi penderita diabetes -- sudah terbiasa saling berbagi informasi mengenai alternatif-alternatif pangan karbohidrat yang rendah indek glikemik (IG).
Baca juga: Dokter: Butuh waktu kembalikan kondisi paru-paru penderita COVID-19
Dalam beberapa jurnal kesehatan disebutkan beberapa jenis makanan dengan IG tinggi adalah nasi putih, roti tawar putih, kentang, minuman bersoda, minuman manis dan lainnya.
Karena itu, Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular Kemenkes (http://p2ptm.kemkes.go.id) menyatakan memilih makanan dengan IG rendah wajib dipraktikkan oleh pengidap diabetes.
Meskipun begitu, pola makan IG rendah itu pun bisa diterapkan oleh siapa pun dengan cara sederhana.
Menurut Kemenkes IG merupakan indikator cepat atau lambatnya unsur karbohidrat dalam bahan pangan dalam meningkatkan kadar gula darah dalam tubuh.
Makanan yang cepat menaikkan kadar gula itu akan membuat pankreas bekerja keras menghasilkan insulin setelah makan, setiap hari. Untuk itu, perencanaan makan bagi seorang diabetesi, merupakan hal yang mutlak dilakukan. Salah satunya memilih makanan dengan IG rendah, yakni kurang dari 55, meski diakui tidak semua orang bisa mudah mempraktikkan pola makan dengan IG rendah itu.
Menkes Budi Gunawan Sadikin saat peluncuran program "Changing Diabetes® in Children", di Jakarta Senin (30/8/2021) bahkan sempat mengingatkan agar seluruh pihak, termasuk swasta, komunitas dan media untuk berpartisipasi dalam pencegahan dan pengendalian DM ini di Indonesia.
Ia menepis pandangan DM sebagai penyakit yang diderita oleh orang dewasa saja, karena faktanya penyakit kencing manis ini juga dialami oleh anak-anak dan remaja.
Program Changing Diabetes® in Children adalah program kemitraan antara pemerintah dan mitra swasta dalam upaya mencegah dan mengendalikan kasus diabetes di Indonesia, terutama diabetes pada anak-anak.
Pada 25 Juni 2021, Kemenkes telah menandatangani kerja sama dengan PT Novo Nordisk, yang merupakan mitra strategis dari Pemerintah Denmark sebagai implementasi dari nota kesepahaman antara Indonesia dan Denmark terkait program dimaksud.
Umbi-umbian
Terkait dengan alternatif pilihan pangan bagi diabetasi dengan IG rendah, di Tanah Air tersedia ragam jenis umbi-umbian yang bisa dijadikan pengganti beras.
Sebut saja talas (Colocasia esculenta), umbi garut (Maranta arundinacea), suweg (Amorphophallus campanulatus), gembili (Dioscorea alata), porang (Amorphophallus muelleri), dan masih banyak lainnya.
Studi-studi di perguruan tinggi banyak dilakukan untuk menemukan bukti bahwa jenis umbi-umbian tersebut memang bisa jadi alternatif pangan fungsional non-beras.
Dalam riset litbang pertanian(https://banten.litbang.pertanian.go.id/new/images/pdf/suweg-pdf.pdf) merujuk pada hasil penelitian Didah Nur Farida (2011) mengungkap bahwa nilai IG tepung umbi suweg tergolong rendah, yaitu 42 sehingga dapat menekan kadar gula darah dan dapat digunakan untuk terapi penderita DM.
Konsumsi serat pangan dalam jumlah tinggi akan memberi pertahanan pada manusia terhadap timbulnya berbagai penyakit, seperti kanker usus besar, divertikular, kardiovaskular, kegemukan, kolesterol tinggi dalam darah dan kencing manis.
Lalu, peneliti serat pangan dari Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan (FKKMK) UGM Yogyakarta Dr Sunarti, M.Kes (https://ugm.ac.id) dalam risetnya menemukan bahwa umbi garut dan gembili cocok dikonsumsi penderita DM.
Kedua umbi tersebut sudah dilakukan uji klinis dengan diujicobakan pada pasien yang terkena penyakit DM.
Namun, Sunarti memberi catatan, meski diketahui memiliki IG yang rendah, kedua umbi ini sangat sulit didapat karena jarang ditanam oleh para petani.
Padahal, apabila dikembangkan dengan lebih banyak, tentu sangat memberikan manfaat bagi kesehatan, apalagi pada penderita DM, sekaligus mengurangi ketergantungan pada pangan impor, seperti gandum.
"Bisa mengangkat pangan lokal, mengurangi ketergantungan pada gandum yang tidak semua tubuh penderita bisa cocok," katanya.
Masa depan
Kekayaan pangan dari ragam umbi umbian itu tidak luput dari perhatian Presiden Joko Widodo.
Ketika mengunjungi pabrik pengolahan tanaman umbi-umbian porang di Kota Madiun, Jawa Timur, Kamis (19/8), Kepala Negara menyatakan porang akan menjadi makanan sehat sebagai pengganti beras pada masa depan.
Umbi porang, bahkan disebut Presiden bakal menjadi makanan masa depan karena rendah kalori dan rendah karbohidrat dan juga rendah kadar gula.
"Saya kira ini akan menjadi makanan sehat di masa depan. Ini juga bisa menjadi pengganti beras yang lebih sehat karena kadar gulanya sangat rendah," katanya.
Dari sisi industri, porang memiliki nilai yang sangat besar dan pasar juga masih terbuka untuk digarap dalam negeri, apalagi permintaan porang di pasar ekspor juga tinggi.
Namun, ia berharap Indonesia dapat mengekspor porang dalam bentuk olahan sehingga nilai jual produk akan meningkat.
Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo menyatakan kini tengah fokus untuk mengembangkan umbi porang karena memiliki pasar ekspor yang sangat menjanjikan. Pasar tujuan ekspor itu, di antaranya Jepang, Taiwan, Korea, China serta beberapa negara Eropa.
Tanaman porang ini banyak dikembangkan di lahan-lahan marjinal yang bukan sawah, sehingga selain hasilnya maksimal terhadap umbi, porang juga tidak mengganggu luasan lahan tanaman pangan, tanaman perkebunan serta tanaman hutan.
Umbi-umbian sebagai pangan fungsional alternatif, selain studi ilmiah banyak membuktikan baik bagi diabetasi, dengan spirit mengoptimalkan lahan marjinal yang luas di Tanah Air, maka dua tujuan tercapai sekaligus, yakni untuk kesehatan dan pengembangan ekonomi.
COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2021