KPK melakukan eksekusi terhadap mantan Direktur Utama PT Perkebunan Nusantara (PTPN) III (Persero) Dolly Parlagutan Pulungan ke Lembaga Pemasyarakatan Kelas (Lapas) I Sukamiskin, Bandung, Jawa Barat.
"Pada hari Jumat (27/8/) jaksa eksekusi Rusdi Amin dan Andry Prihandono telah melaksanakan Putusan Peninjauan Kembali MA atas nama terpidana Dolly Parlagutan Pulungan dengan cara memasukkannya ke Lapas Kelas I Sukamiskin untuk menjalani pidana penjara selama 4 tahun," kata Plt. Juru Bicara KPK Ali Fikri di Jakarta, Jumat.
Mahkamah Agung (MA) mengabulkan peninjauan kembali (PK) Dolly Parlagutan Pulungan sebagai terpidana penerima suap distribusi gula di PT PTPN III.
Baca juga: KPK selamatkan potensi kerugian negara Rp22,27 triliun
Dalam putusan PK MA RI Nomor: 237 PK/Pid.Sus/2021 tanggal 12 Juli 2021, MA menjatuhkan hukuman 4 tahun pidana penjara dan denda Rp200 juta subsider 6 bulan kurungan.
Putusan itu mengurangi hukuman yang dijatuhkan majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta yang menjatuhkan vonis 5 tahun penjara ditambah denda Rp300 juta subsider 3 bulan kurungan karena Dolly terbukti menerima suap sebesar 345.000 dolar Singapura (sekitar Rp3,55 miliar).
Alasan dikabulkannya PK Dolly, menurut hakim PK, karena Dolly dinilai sebagai korban pemerasan dengan ancaman kekerasan dan penipuan yang dilakukan oleh saksi Arum Sabil.
"Saat ini terpidana telah melakukan penyetoran pembayaran denda sebesar Rp200 juta tersebut melalui rekening penampungan KPK dan untuk selanjutnya dilakukan penyetoran ke Kas Negara," kata Ali.
Dalam perkara ini Dolly dan Direktur Pemasaran PT PTPN III I Kadek Kertha Laksana terbukti memberikan persetujuan long term contract (LTC) atau kontrak jangka panjang kepada Dirut PT Fajar Mulia Transindo Pieko Nyotosetiadi dan advisor (penasihat) PT Citra Gemini Mulia atas pembelian gula kristal putih yang diproduksi petani gula dan PTPN seluruh Indonesia.
Dari seluruh persyaratan sistem penjualan LTC, hanya perusahaan Pieko, yaitu PT Fajar Mulia Transindo yang mampu memenuhi persyaratan yang ditetapkan sehingga pada tanggal 23 Mei 2019 dilakukan penandatanganan kontrak antara Pieko dan Dolly Parlagutan.
Pada rapat 21 Juli 2019 di hotel Sheraton Surabaya, Dolly Parlagutan selaku Dirut PTPN III mengarahkan pola pendanaan dan pembelian gula petani pada LTC dan spot periode II sejumlah 75.000 ton agar diserahkan kepada perusahaan Pieko, yaitu PT Fajar Mulia Transindo dan PT Citra Gemini Mulia.
Sementara itu, gula milik PT PTPN III sebanyak 25.000 ton diserahkan penjualannya kepada PT KPBN.
Pada tanggal 31 Agustus 2019, Pieko bertemu Dengan Dolly Parlagutan dan perwakilan asosiasi petani tebu Arum Sabil di Hotel Shangri-La Jakarta. Pada pertemuan itu Arum Sabil meminta uang kepada Pieko untuk keperluan Dolly Parlagutan dan Dolly juga mengatakan membutuhkan uang sebesar 250 ribu dolar AS.
Uang diberikan pada tanggal 2 September 2019 oleh pimpinan cabang PT Citra Gemini Mulia, Ramlin, kepada I Kadek Kertha Laksana dalam bentuk mata uang asing yaitu 345.000 dolar Singapura di Kantor PT KPBN Menteng, Jakarta atau setara Rp3,55 miliar.
COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2021
"Pada hari Jumat (27/8/) jaksa eksekusi Rusdi Amin dan Andry Prihandono telah melaksanakan Putusan Peninjauan Kembali MA atas nama terpidana Dolly Parlagutan Pulungan dengan cara memasukkannya ke Lapas Kelas I Sukamiskin untuk menjalani pidana penjara selama 4 tahun," kata Plt. Juru Bicara KPK Ali Fikri di Jakarta, Jumat.
Mahkamah Agung (MA) mengabulkan peninjauan kembali (PK) Dolly Parlagutan Pulungan sebagai terpidana penerima suap distribusi gula di PT PTPN III.
Baca juga: KPK selamatkan potensi kerugian negara Rp22,27 triliun
Dalam putusan PK MA RI Nomor: 237 PK/Pid.Sus/2021 tanggal 12 Juli 2021, MA menjatuhkan hukuman 4 tahun pidana penjara dan denda Rp200 juta subsider 6 bulan kurungan.
Putusan itu mengurangi hukuman yang dijatuhkan majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta yang menjatuhkan vonis 5 tahun penjara ditambah denda Rp300 juta subsider 3 bulan kurungan karena Dolly terbukti menerima suap sebesar 345.000 dolar Singapura (sekitar Rp3,55 miliar).
Alasan dikabulkannya PK Dolly, menurut hakim PK, karena Dolly dinilai sebagai korban pemerasan dengan ancaman kekerasan dan penipuan yang dilakukan oleh saksi Arum Sabil.
"Saat ini terpidana telah melakukan penyetoran pembayaran denda sebesar Rp200 juta tersebut melalui rekening penampungan KPK dan untuk selanjutnya dilakukan penyetoran ke Kas Negara," kata Ali.
Dalam perkara ini Dolly dan Direktur Pemasaran PT PTPN III I Kadek Kertha Laksana terbukti memberikan persetujuan long term contract (LTC) atau kontrak jangka panjang kepada Dirut PT Fajar Mulia Transindo Pieko Nyotosetiadi dan advisor (penasihat) PT Citra Gemini Mulia atas pembelian gula kristal putih yang diproduksi petani gula dan PTPN seluruh Indonesia.
Dari seluruh persyaratan sistem penjualan LTC, hanya perusahaan Pieko, yaitu PT Fajar Mulia Transindo yang mampu memenuhi persyaratan yang ditetapkan sehingga pada tanggal 23 Mei 2019 dilakukan penandatanganan kontrak antara Pieko dan Dolly Parlagutan.
Pada rapat 21 Juli 2019 di hotel Sheraton Surabaya, Dolly Parlagutan selaku Dirut PTPN III mengarahkan pola pendanaan dan pembelian gula petani pada LTC dan spot periode II sejumlah 75.000 ton agar diserahkan kepada perusahaan Pieko, yaitu PT Fajar Mulia Transindo dan PT Citra Gemini Mulia.
Sementara itu, gula milik PT PTPN III sebanyak 25.000 ton diserahkan penjualannya kepada PT KPBN.
Pada tanggal 31 Agustus 2019, Pieko bertemu Dengan Dolly Parlagutan dan perwakilan asosiasi petani tebu Arum Sabil di Hotel Shangri-La Jakarta. Pada pertemuan itu Arum Sabil meminta uang kepada Pieko untuk keperluan Dolly Parlagutan dan Dolly juga mengatakan membutuhkan uang sebesar 250 ribu dolar AS.
Uang diberikan pada tanggal 2 September 2019 oleh pimpinan cabang PT Citra Gemini Mulia, Ramlin, kepada I Kadek Kertha Laksana dalam bentuk mata uang asing yaitu 345.000 dolar Singapura di Kantor PT KPBN Menteng, Jakarta atau setara Rp3,55 miliar.
COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2021