Dua wartawan EURO2020.COM yaitu Graham Hunter asal Spanyol dan Paolo Menicucci dari Italia, menyampaikan analisisnya mengapa dua tim jagoannya bakal menjuarai Euro 2020.
Berikut ulasan mereka mengapa Italia atau Spanyol akhirnya akan menjuarai Piala Eropa 2020 edisi tertunda pandemi COVID-19 ini.
Tiga alasan Spanyol bakal juarai Euro 2020.
Baca juga: Bek Italia Leonardo Spinazzola jalani operasi tendon achilles
1. Punya 'insting pembunuh'
Spanyol memiliki insting ini. Jika mereka lagi dalam performa terbaiknya, seandainya mereka nyaman dengan pola timnya, maka gol-gol akan mengalir dari kaki dan kepala mereka. Insting ini masih menjadi bagian terpenting DNA mereka.
Dua belas gol yang sejauh ini mereka ciptakan selama turnamen tersebut setara dengan jumlah gol yang mereka buat saat menjuarai Euro 2008 dan 2012.
2. Punya hasrat tinggi untuk terus bertarung
Spanyol sudah belajar mengatasi kesulitan, termasuk saat menutup bolong akibat tiadanya Sergio Busquets dan Diego Llorente; kemudian sempat mandul di depan gawang, diikuti dengan membuang keunggulan 3-1 saat menghadapi Kroasia; dan Jumat lalu harus menjalani adu penalti yang sebenarnya ditakutinya ketika menundukkan Swiss.
Pemain mereka sebagian besar muda dan tidak berpengalaman, tapi mereka terus bangkit karena punya nyali dan hasrat tinggi untuk terus bertarung. Dan yang pasti mereka punya karakter.
3. Punya pelatih bermental petarung
Amatlah penting memiliki pelatih yang bisa membaca lawan dengan baik dan Luis Enrique memiliki kelebihan tersebut. Dan ini membuat dia bisa mengoptimalkan apa yang dipunyai dan dimampui timnya guna mendikte permainan dan memenanginya.
Dia menaruh kepercayaan tinggi kepada Alvaro Morata dan itu terbayar. Dia awalnya bersikukuh mempertahankan Marcos Llorente pada posisi bek kanan, tetapi begitu dia menyerahkannya kepada Cesar Azpilicueta, Spanyol menunjukkan kesolidannya.
Pergantian pemain yang dia lakukan juga selalu tokcer sehingga gol dicetak oleh dua Torres ketika melawan Slovakia, assist dan gol tercipta dari Pau Torres, Dani Olmo dan Mikel Oyarzabal ketika ketiganya dimasukkan sebagai pemain pengganti saat melawan Kroasia, dan Oyarzabal yang memenangi adu penalti krusial saat melawan Swiss.
Enrique dijuluki 'Lucho' karena dia memang bermental petarung dan sekaligus pemenang.
Sebaliknya ini adalah alasan Italia bakal juarai Euro 2020.
1. Skuad yang bisa melakukan segalanya
Azzurri memainkan sepak bola menyerang yang bersandar kepada penguasaan bola yang bertumpu kepada tiga gelandang yang berkemampuan teknis tinggi pada diri Marco Verratti, Jorginho yang adalah otak tim dan Nicolò Barella yang tak henti mengalirkan bola dengan cepat.
Tiga penyerang mereka kompak sekali sehingga selalu bisa mencetak gol-gol hebat, seperti yang diperlihatkan Federico Chiesa saat melawan Austria dan Lorenzo Insigne ketika menghadapi Belgia.
Namun, ketika dibutuhkan Azzurri juga bisa seketika membuat blokade nan solid untuk melindungi Gianluigi Donnarumma di mana duo bek tengah veteran Giorgio Chiellini dan Leonardo Bonucci berubah menjadi gladiator yang siap menyabung nyawa yang tak pernah mengenal kompromi begitu bola mendekati kotak penalti Azzurri.
2. Karena kiper terbaik
Kevin De Bruyne mungkin masih kepikiran bagaimana bisa tendangannya pada babak pertama melawan Italia dalam perempat final tidak berujung gol.
Gelandang Manchester City itu mengarahkan bola dengan sempurna ke tiang jauh dengan tendangan melengkung yang kencang. Dia sudah bersiap merayakan gol, namun tangan Donnarumma yang 'terbang' sambil menjatuhkan diri menepis tendangan de Bruyne itu.
Dalam usianya yang baru 22 tahun, sang kiper sudah 31 kali membela timnas Italia dan bermain dalam 215 pertandingan Serie A bersama AC Milan. Dia bisa mengisi kekosongan yang ditinggalkan Gianluigi Buffon di gawang Italia.
3. Tim yang kompak sekali
Sejak hari pertama, setiap pemain dalam skuad ini sudah menekankan betapa kompaknya tim ini. “Kami tidak punya pemain seperti Ronaldo atau Lukaku,” kata Bonucci. "Bintang kami adalah kebersamaan."
Menurut dua ini adalah mungkin skuad Italia terbaik yang pernah dia perkuat.
Sudah pasti Mancini telah menciptakan sebuah mahakarya. Para pemain menikmati setiap menit dalam kebersamaan dan ini tercermin di lapangan; setiap pemain siap membantu satu sama lain, dan mereka yang dimasukkan dari bangku cadangan selalu siap berkontribusi bagi tim.
"Kami tak pernah takut membuat kesalahan karena kami selalu bisa mengandalkan rekan satu tim untuk 100 persen memberikan dirinya dan menyelamatkan kami," kata Federico Acerbi. "Ini yang menciptakan perbedaan." Dan memang begitu.
COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2021
Berikut ulasan mereka mengapa Italia atau Spanyol akhirnya akan menjuarai Piala Eropa 2020 edisi tertunda pandemi COVID-19 ini.
Tiga alasan Spanyol bakal juarai Euro 2020.
Baca juga: Bek Italia Leonardo Spinazzola jalani operasi tendon achilles
1. Punya 'insting pembunuh'
Spanyol memiliki insting ini. Jika mereka lagi dalam performa terbaiknya, seandainya mereka nyaman dengan pola timnya, maka gol-gol akan mengalir dari kaki dan kepala mereka. Insting ini masih menjadi bagian terpenting DNA mereka.
Dua belas gol yang sejauh ini mereka ciptakan selama turnamen tersebut setara dengan jumlah gol yang mereka buat saat menjuarai Euro 2008 dan 2012.
2. Punya hasrat tinggi untuk terus bertarung
Spanyol sudah belajar mengatasi kesulitan, termasuk saat menutup bolong akibat tiadanya Sergio Busquets dan Diego Llorente; kemudian sempat mandul di depan gawang, diikuti dengan membuang keunggulan 3-1 saat menghadapi Kroasia; dan Jumat lalu harus menjalani adu penalti yang sebenarnya ditakutinya ketika menundukkan Swiss.
Pemain mereka sebagian besar muda dan tidak berpengalaman, tapi mereka terus bangkit karena punya nyali dan hasrat tinggi untuk terus bertarung. Dan yang pasti mereka punya karakter.
3. Punya pelatih bermental petarung
Amatlah penting memiliki pelatih yang bisa membaca lawan dengan baik dan Luis Enrique memiliki kelebihan tersebut. Dan ini membuat dia bisa mengoptimalkan apa yang dipunyai dan dimampui timnya guna mendikte permainan dan memenanginya.
Dia menaruh kepercayaan tinggi kepada Alvaro Morata dan itu terbayar. Dia awalnya bersikukuh mempertahankan Marcos Llorente pada posisi bek kanan, tetapi begitu dia menyerahkannya kepada Cesar Azpilicueta, Spanyol menunjukkan kesolidannya.
Pergantian pemain yang dia lakukan juga selalu tokcer sehingga gol dicetak oleh dua Torres ketika melawan Slovakia, assist dan gol tercipta dari Pau Torres, Dani Olmo dan Mikel Oyarzabal ketika ketiganya dimasukkan sebagai pemain pengganti saat melawan Kroasia, dan Oyarzabal yang memenangi adu penalti krusial saat melawan Swiss.
Enrique dijuluki 'Lucho' karena dia memang bermental petarung dan sekaligus pemenang.
Sebaliknya ini adalah alasan Italia bakal juarai Euro 2020.
1. Skuad yang bisa melakukan segalanya
Azzurri memainkan sepak bola menyerang yang bersandar kepada penguasaan bola yang bertumpu kepada tiga gelandang yang berkemampuan teknis tinggi pada diri Marco Verratti, Jorginho yang adalah otak tim dan Nicolò Barella yang tak henti mengalirkan bola dengan cepat.
Tiga penyerang mereka kompak sekali sehingga selalu bisa mencetak gol-gol hebat, seperti yang diperlihatkan Federico Chiesa saat melawan Austria dan Lorenzo Insigne ketika menghadapi Belgia.
Namun, ketika dibutuhkan Azzurri juga bisa seketika membuat blokade nan solid untuk melindungi Gianluigi Donnarumma di mana duo bek tengah veteran Giorgio Chiellini dan Leonardo Bonucci berubah menjadi gladiator yang siap menyabung nyawa yang tak pernah mengenal kompromi begitu bola mendekati kotak penalti Azzurri.
2. Karena kiper terbaik
Kevin De Bruyne mungkin masih kepikiran bagaimana bisa tendangannya pada babak pertama melawan Italia dalam perempat final tidak berujung gol.
Gelandang Manchester City itu mengarahkan bola dengan sempurna ke tiang jauh dengan tendangan melengkung yang kencang. Dia sudah bersiap merayakan gol, namun tangan Donnarumma yang 'terbang' sambil menjatuhkan diri menepis tendangan de Bruyne itu.
Dalam usianya yang baru 22 tahun, sang kiper sudah 31 kali membela timnas Italia dan bermain dalam 215 pertandingan Serie A bersama AC Milan. Dia bisa mengisi kekosongan yang ditinggalkan Gianluigi Buffon di gawang Italia.
3. Tim yang kompak sekali
Sejak hari pertama, setiap pemain dalam skuad ini sudah menekankan betapa kompaknya tim ini. “Kami tidak punya pemain seperti Ronaldo atau Lukaku,” kata Bonucci. "Bintang kami adalah kebersamaan."
Menurut dua ini adalah mungkin skuad Italia terbaik yang pernah dia perkuat.
Sudah pasti Mancini telah menciptakan sebuah mahakarya. Para pemain menikmati setiap menit dalam kebersamaan dan ini tercermin di lapangan; setiap pemain siap membantu satu sama lain, dan mereka yang dimasukkan dari bangku cadangan selalu siap berkontribusi bagi tim.
"Kami tak pernah takut membuat kesalahan karena kami selalu bisa mengandalkan rekan satu tim untuk 100 persen memberikan dirinya dan menyelamatkan kami," kata Federico Acerbi. "Ini yang menciptakan perbedaan." Dan memang begitu.
COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2021