Ketua Ikatan Psikolog Klinis (IPK) Indonesia wilayah Jakarta, Anna Surti Ariani mengungkapkan pentingnya peran ibu dalam menjaga kesehatan reproduksi anak perempuan.
Anna mengatakan, ibu yang terbuka soal menstruasi, terutama saat anak mengalami menarke atau menstruasi kali pertama, dapat mencegah perilaku seksual dini pada anak, dan cara itu juga dapat memperkokoh relasi antara orang tua dan anak.
Baca juga: Angka terkonfirmasi positif-19 di Tapsel naik lagi
"Lumayan positif. Kesehatan reproduksi remaja secara umum jadi lebih baik karena kebersihan dijaga dan dia tahu menghindarkan diri dari hal-hal negatif untuk dirinya," ujar dia dalam sebuah webinar kesehatan, dikutip Jumat (28/5)..
Manfaat lainnya, para remaja ini bisa menunda hubungan seksual pertama, sehingga tidak melakukannya di masa sekolah menengah pertama (SMP) apalagi sekolah dasar (SD), tetapi di usia yang lebih siap misalnya dewasa.
Di sisi lain, membicarakan menstruasi dan kesehatan reproduksi pada remaja perempuan juga bisa mengurangi masalah kesehatan mental yang terkait seksualitas serta membuat relasi ibu dan anak perempuannya menjadi lebih baik.
"Sebaliknya kalau tidak dibicarakan, bisa memunculkan berbagai emosi negatif seperti marah, takut, cemas dan malu. Kemudian, ketidaksiapan menghadapi menarke, terjadi kesalahpahaman tentang menstruasi," kata psikolog yang akrab disapa Nina itu.
Hanya saja, sebagian ibu berpendapat tak mudah membicarakan menstruasi. Alasannya bisa beragam seperti topik ini tabu, ibu bingung mulai bicara dari mana, ibu kurang pengetahuan, sementara dari sisi remaja, terkadang merasa ragu tentang pengetahuan ibu mereka.
Padahal, seperti diungkapkan sebelumnya, berbicara menstruasi itu penting. Data dari berbagai negara salah satunya di Nigeria menunjukkan, walaupun pengetahuan reproduksi bagus tetapi kualitas komunikasi yang buruk antara ibu dan anak menyebabkan tidak ada keterkaitan (attachment) satu sama lain tentang bagaimana membicarakan hal-hal terkait reproduksi.
Selain itu, gara-gara komunukasi yang buruk, muncul kesalapahaman remaja tentang menstruasi ternyata mengurangi kualitas hidup antara lain kesehatan dan kemandiriannya.
Di Indonesia, sebanyak 1 dari 4 anak perempuan tidak pernah menerima informasi tentang menstruasi sebelum menarke, sehingga saat menarke bingung harus melakukan apa.
Di Pakistan, 2 dari 3 anak perempuan tahu informasi menstruasi dari ibu. Namun, hampir 40 persen tidak masuk sekolah akibat menarke atau menstruasi kali pertama dan hampir 60 persen tidak mandi ketika menstruasi, padahal dokter menyarankan perempuan haid tetap harus menjaga kebersihannya termasuk melakukan mandi.
"Ini menunjukkan ibu perlu punya informasi menstruasi yang benar," kata dia.
Padahal, ibu menjadi sumber informasi yang paling anak butuhkan. Data dari Ditjen Pengembangan Sekolah Dasar menunjukkan, lebih dari 90 persen anak perempuan percaya pada orang tua dan gurunya sebagai pemberi informasi.
Menurut data itu, sumber informasi yang paling diharapkan ialah ibu, disusul teman atau saudara perempuan, guru di sekolah, petugas kesehatan dan buku atau film atau internet dan sebagainya.
COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2021
Anna mengatakan, ibu yang terbuka soal menstruasi, terutama saat anak mengalami menarke atau menstruasi kali pertama, dapat mencegah perilaku seksual dini pada anak, dan cara itu juga dapat memperkokoh relasi antara orang tua dan anak.
Baca juga: Angka terkonfirmasi positif-19 di Tapsel naik lagi
"Lumayan positif. Kesehatan reproduksi remaja secara umum jadi lebih baik karena kebersihan dijaga dan dia tahu menghindarkan diri dari hal-hal negatif untuk dirinya," ujar dia dalam sebuah webinar kesehatan, dikutip Jumat (28/5)..
Manfaat lainnya, para remaja ini bisa menunda hubungan seksual pertama, sehingga tidak melakukannya di masa sekolah menengah pertama (SMP) apalagi sekolah dasar (SD), tetapi di usia yang lebih siap misalnya dewasa.
Di sisi lain, membicarakan menstruasi dan kesehatan reproduksi pada remaja perempuan juga bisa mengurangi masalah kesehatan mental yang terkait seksualitas serta membuat relasi ibu dan anak perempuannya menjadi lebih baik.
"Sebaliknya kalau tidak dibicarakan, bisa memunculkan berbagai emosi negatif seperti marah, takut, cemas dan malu. Kemudian, ketidaksiapan menghadapi menarke, terjadi kesalahpahaman tentang menstruasi," kata psikolog yang akrab disapa Nina itu.
Hanya saja, sebagian ibu berpendapat tak mudah membicarakan menstruasi. Alasannya bisa beragam seperti topik ini tabu, ibu bingung mulai bicara dari mana, ibu kurang pengetahuan, sementara dari sisi remaja, terkadang merasa ragu tentang pengetahuan ibu mereka.
Padahal, seperti diungkapkan sebelumnya, berbicara menstruasi itu penting. Data dari berbagai negara salah satunya di Nigeria menunjukkan, walaupun pengetahuan reproduksi bagus tetapi kualitas komunikasi yang buruk antara ibu dan anak menyebabkan tidak ada keterkaitan (attachment) satu sama lain tentang bagaimana membicarakan hal-hal terkait reproduksi.
Selain itu, gara-gara komunukasi yang buruk, muncul kesalapahaman remaja tentang menstruasi ternyata mengurangi kualitas hidup antara lain kesehatan dan kemandiriannya.
Di Indonesia, sebanyak 1 dari 4 anak perempuan tidak pernah menerima informasi tentang menstruasi sebelum menarke, sehingga saat menarke bingung harus melakukan apa.
Di Pakistan, 2 dari 3 anak perempuan tahu informasi menstruasi dari ibu. Namun, hampir 40 persen tidak masuk sekolah akibat menarke atau menstruasi kali pertama dan hampir 60 persen tidak mandi ketika menstruasi, padahal dokter menyarankan perempuan haid tetap harus menjaga kebersihannya termasuk melakukan mandi.
"Ini menunjukkan ibu perlu punya informasi menstruasi yang benar," kata dia.
Padahal, ibu menjadi sumber informasi yang paling anak butuhkan. Data dari Ditjen Pengembangan Sekolah Dasar menunjukkan, lebih dari 90 persen anak perempuan percaya pada orang tua dan gurunya sebagai pemberi informasi.
Menurut data itu, sumber informasi yang paling diharapkan ialah ibu, disusul teman atau saudara perempuan, guru di sekolah, petugas kesehatan dan buku atau film atau internet dan sebagainya.
COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2021