India mencatat lonjakan kasus infeksi virus corona paling tajam di dunia pada Mei 2021, di mana New Delhi dan Mumbai kehabisan tempat tidur rumah sakit, oksigen tabung, dan obat-obatan.

Para ilmuwan sedang mempelajari apa yang menyebabkan lonjakan tak terduga itu, dan terutama apakah varian virus corona baru yang pertama kali terdeteksi di India adalah penyebabnya.

Varian baru virus corona tersebut, yang diberi nama B.1.617, telah dilaporkan di 17 negara sehingga meningkatkan kekhawatiran global.

Baca juga: Kemenkes susun rencana imunisasi 14 jenis vaksin secara nasional

Virus corona varian B.1.617 berisi dua mutasi kunci pada bagian luar "ujung runcing" virus yang menempel pada sel manusia, kata ahli virologi senior India Shahid Jameel.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan garis turunan utama varian B.1.617 pertama kali diidentifikasi di India pada Desember tahun lalu, meskipun versi sebelumnya teridentifikasi pada Oktober 2020.

Pada 10 Mei, WHO mengklasifikasikan virus corona varian India sebagai suatu "varian yang menjadi perhatian", seperti halnya varian yang pertama kali terdeteksi di Inggris, Brazil, dan Afrika Selatan. Beberapa studi awal menunjukkan virus varian India lebih mudah menyebar.

"Ada peningkatan penularan yang ditunjukkan dalam beberapa studi pendahuluan," kata kepala teknis WHO untuk COVID-19 Maria Van Kerkhove.

Dia menambahkan perlu lebih banyak informasi tentang virus varian India itu untuk memahami sudah berapa banyak kasus yang beredar.

Terkait kemungkinan varian B.1.617 dapat mendorong lonjakan kasus COVID-19, menurut WHO, studi berbasis laboratorium dengan ukuran sampel terbatas menunjukkan potensi peningkatan penularan.

Namun, gambaran keadaannya rumit karena varian B.117 yang sangat mudah ditularkan yang pertama kali terdeteksi di Inggris merupakan penyebab lonjakan kasus COVID-19 di beberapa bagian India.

Di New Delhi, kasus varian Inggris hampir dua kali lipat selama paruh kedua Maret, menurut Sujeet Kumar Singh, direktur Pusat Pengendalian Penyakit Nasional.

Bagaimanapun, virus corona varian India banyak ditemukan di Maharashtra, yakni negara bagian yang paling terdampak wabah COVID di India, kata Singh.

Pemodel terkemuka untuk jenis penyakit, Chris Murray -- dari Universitas Washington Amerika Serikat, mengatakan besarnya kasus infeksi corona di India dalam waktu singkat menunjukkan suatu "varian yang luput" mungkin mengalahkan kekebalan sebelumnya dari infeksi alami pada populasi tersebut.

"Varian itu kemungkinan besar B.1.617," katanya. Namun, Murray memperingatkan bahwa data pengurutan gen pada virus corona di India masih jarang, dan banyak kasus juga didorong oleh varian Inggris dan Afrika Selatan.

Kepala Diagnostik Mikrobiologi dan Imunologi di rumah sakit Bambino Ges di Roma, Carlo Federico Perno, mengatakan virus corona varian India tidak bisa sendirian menjadi alasan lonjakan besar kasus infeksi di India. Dia malah menunjuk pertemuan sosial yang besar sebagai penyebab lonjakan kasus COVID di negara itu.

Perdana Menteri Narendra Modi telah dikritik karena mengizinkan demonstrasi politik besar-besaran dan festival keagamaan yang telah menjadi acara yang sangat menyebarkan virus dalam beberapa pekan terakhir.

Sementara ada satu titik terang bahwa vaksin mungkin bersifat protektif dalam menghentikan virus corona varian India itu.

Kepala penasihat medis Gedung Putih Anthony Fauci mengatakan bahwa bukti awal dari penelitian laboratorium menunjukkan bahwa Covaxin, vaksin yang dikembangkan di India, tampaknya mampu menetralkan varian tersebut.

Badan Kesehatan Masyarakat Inggris mengatakan sedang bekerja sama dengan mitra internasional. Namun, saat ini tidak ada bukti bahwa varian India dan dua varian terkait menyebabkan penyakit yang lebih parah atau membuat vaksin yang saat ini digunakan kurang efektif.

"Kami tidak memiliki bukti apa pun yang menunjukkan bahwa diagnosis kami, terapi kami, dan vaksin kami tidak berfungsi (melawan virus varian India). Hal ini penting," kata Van Kerkhove dari WHO.

Sumber: Reuters
 

Pewarta: Yuni Arisandy

Editor : Juraidi


COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2021