Sebanyak 28 nelayan Aceh yang baru dibebaskan otoritas India dan dipulangkan ke Indonesia, terlebih dahulu menjalani isolasi di Jakarta sebelum diterbangkan ke Aceh.
"Mereka akan dikarantina selama lima hari. Setelah itu baru dipulangkan ke Aceh usai dipastikan bebas dari COVID-19," kata Kepala Badan Penghubung Pemerintah Aceh (BPBA) Almuniza Kamal yang dihubungi dari Banda Aceh, Minggu.
Almuniza mengatakan, 28 nelayan tersebut terlebih dahulu diinapkan di hotel Mercure Gatot Subroto guna menjalani proses karantina, sekaligus dilakukan pemeriksaan swab untuk mengindari terjangkitnya COVID-19.
Kata Almuniza, Pemerintah Aceh akan terus memberikan perhatian kepada seluruh masyarakat Aceh sebagai bentuk komitmen kepimpinan Gubernur Aceh Nova Iriansyah.
Pemerintah Aceh mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu kepulangan 28 nelayan Aceh itu, terutama kepada Kementerian Luar Negeri, KBRI di India, serta kepada PSDKP-KKP RI yang terus mengawal serta diplomasi pembebesan nelayan tersebut.
Adapun ke 28 nelayan Aceh tersebut antara lain Afdharuddin, Samsul Kahar Kaoy, Amri, Hendra Syahputra, Tarmidi, Samudi, Hayatullah, Sofyan Lotan, A Karim, Muhib Muddin asal Kabupaten Pidie.
Kemudian, Mansur Mustafa, Husaini, Sabarullah asal Pidie Jaya, lalu Basri Jeunieb, M Amin Ismail, Irwan, Safwadi, Muhammad Tawakal, Helmi Arahman, Al Fazil dari Kabupaten Bireuen.
Selanjutnya, Basri, Sulaiman dari Banda Aceh, Ferri, Sulaiman Daud asal Aceh Besar, Saiful Abu Bakar, Ulul Azmi dari Aceh Timur, Muhammad Zaini warga Aceh Jaya, dan terakhir Husaini berasal dari Kota Lhoksumawe,
Almuniza menyebutkan, sepanjang 2020 hingga saat ini, tercatat 160 nelayan Aceh yang menyalahi teritorial kelautan negara lain. Sehingga, mereka harus mendapat saksi penahan oleh otoritas setempat, seperti di Myanmar, Thailand, dan India.
"Namun kesemua nelayan itu segera dibebaskan lantaran pemerintah Aceh tidak tinggal diam. Hanya saja, perlu edukasi mendalam terkait tapal batas kepada para nelayan sehingga kasus ini tidak terulang," ujar Almuniza.
Seperti diketahui, para nelayan Aceh ditangkap pada jarak 55 mil laut dari daratan pulau Nikobar oleh polisi pengawal pesisir Pantai India Durgabai Deshmukh, 3 Maret 2020 lalu menggunakan kapal KM BST 45.
Setelah menjalani hukuman 11 bulan penjara, mereka kemudian dibebaskan pengadilan Andaman pada 16 Januari 2021 setelah diadvokasi oleh KBRI bersama Pemerintah Aceh dan PSDKP-KKP RI.
"Namun, kerjasama berbagai pihak dan tanggap cepat pemerintah Aceh membuat ke 28 nelayan itu cepat dibebaskan. Tentu ini semua kerja bersama yang harus terus dijaga," kata Almuniza.
COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2021
"Mereka akan dikarantina selama lima hari. Setelah itu baru dipulangkan ke Aceh usai dipastikan bebas dari COVID-19," kata Kepala Badan Penghubung Pemerintah Aceh (BPBA) Almuniza Kamal yang dihubungi dari Banda Aceh, Minggu.
Almuniza mengatakan, 28 nelayan tersebut terlebih dahulu diinapkan di hotel Mercure Gatot Subroto guna menjalani proses karantina, sekaligus dilakukan pemeriksaan swab untuk mengindari terjangkitnya COVID-19.
Kata Almuniza, Pemerintah Aceh akan terus memberikan perhatian kepada seluruh masyarakat Aceh sebagai bentuk komitmen kepimpinan Gubernur Aceh Nova Iriansyah.
Pemerintah Aceh mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu kepulangan 28 nelayan Aceh itu, terutama kepada Kementerian Luar Negeri, KBRI di India, serta kepada PSDKP-KKP RI yang terus mengawal serta diplomasi pembebesan nelayan tersebut.
Adapun ke 28 nelayan Aceh tersebut antara lain Afdharuddin, Samsul Kahar Kaoy, Amri, Hendra Syahputra, Tarmidi, Samudi, Hayatullah, Sofyan Lotan, A Karim, Muhib Muddin asal Kabupaten Pidie.
Kemudian, Mansur Mustafa, Husaini, Sabarullah asal Pidie Jaya, lalu Basri Jeunieb, M Amin Ismail, Irwan, Safwadi, Muhammad Tawakal, Helmi Arahman, Al Fazil dari Kabupaten Bireuen.
Selanjutnya, Basri, Sulaiman dari Banda Aceh, Ferri, Sulaiman Daud asal Aceh Besar, Saiful Abu Bakar, Ulul Azmi dari Aceh Timur, Muhammad Zaini warga Aceh Jaya, dan terakhir Husaini berasal dari Kota Lhoksumawe,
Almuniza menyebutkan, sepanjang 2020 hingga saat ini, tercatat 160 nelayan Aceh yang menyalahi teritorial kelautan negara lain. Sehingga, mereka harus mendapat saksi penahan oleh otoritas setempat, seperti di Myanmar, Thailand, dan India.
"Namun kesemua nelayan itu segera dibebaskan lantaran pemerintah Aceh tidak tinggal diam. Hanya saja, perlu edukasi mendalam terkait tapal batas kepada para nelayan sehingga kasus ini tidak terulang," ujar Almuniza.
Seperti diketahui, para nelayan Aceh ditangkap pada jarak 55 mil laut dari daratan pulau Nikobar oleh polisi pengawal pesisir Pantai India Durgabai Deshmukh, 3 Maret 2020 lalu menggunakan kapal KM BST 45.
Setelah menjalani hukuman 11 bulan penjara, mereka kemudian dibebaskan pengadilan Andaman pada 16 Januari 2021 setelah diadvokasi oleh KBRI bersama Pemerintah Aceh dan PSDKP-KKP RI.
"Namun, kerjasama berbagai pihak dan tanggap cepat pemerintah Aceh membuat ke 28 nelayan itu cepat dibebaskan. Tentu ini semua kerja bersama yang harus terus dijaga," kata Almuniza.
COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2021