Pandemi COVID-19 yang melanda Indonesia saat ini hampir menyerang semua tatanan hidup masyarakat, termasuk sektor perekonomian. Hal itu pun berimbas sampai ke daerah-daerah yang membuat usaha masyarakat banyak gulung tikar.
Namun tidak demikian dengan usaha rumahan keripik yang ada di Kota Sibolga dan Kabupaten Tapanuli Tengah, Sumatera Utara. Di tengah gempuran COVID-19 ini, justru usaha keripik sambal semakin melejit.
Hal itu dibuktikan dengan banyaknya usaha rumahan keripik sambal yang ada di kedua daerah bertetangga itu. Padahal, dulunya penjual keripik sambal ini hanya satu orang di Jalan Patuan Anggi Sibolga, dan sekarang sudah menjadi puluhan orang.
Maria Zebua, (25), salah seorang pedagang keripik sambal yang ditemui ANTARA di Pandan, Tapanuli Tengah, Kamis (26/11), mengaku peminat keripik sambal di masa pendemi ini tetap ada, karena sudah menjadi ciri khas oleh-oleh dari Sibolga dan Tapteng.
“Penjualan kami lumayan, dan produksi terus berlanjut, karena penikmat keripik ini terus ada dan cenderung bertambah. Selain itu juga, pengiriman ke luar daerah juga tidak terkendala di tengah pandemi ini,” ungkapnya
Hal senada juga disampaikan mamak Elman, (45), yang berjualan di Kecamatan Sarudik. Diakuinya, pada masa pademi ini dia masih mampu menjual keripiknya sebanyak 300 Kg untuk satu minggu. Dan dari penjualan 300 Kg itu, ibu dari 2 orang anak ini mampu mendapat untung Rp1-1,5 juta.
“Saya juga sering mengirim keripik ke Jakarta, Medan, Lampung dan Batam. Dan rata-rata yang memesan itu adalah warga Sibolga atau Tapteng yang ada di perantauan. Sedangkan untuk masyarakat Sibolga sendiri, juga tetap ikut membeli untuk cemilan,” ujarnya.
Sementara itu menurut Zenaro Zebua, (35), yang sudah membuka pengolahan keripik sambal di Sibolga sejak beberapa tahun lalu menambahkan, meski jumlah pengiriman keripik sambalnya ke luar daerah tidak seramai tahun lalu, namun penikmat keripik sambal yang belanja langsung ke tempatnya tetap bertambah.
“Kalau dulu sebelum pandemi saya bisa mengirim 500 Kg, minggu ke luar daerah. Dan sekarang berkurang menjadi 350 Kg. Hanya saja, untuk penjualan lokal meningkat mungkin karena pandemi sehingga orang banyak ngemil,” sebutnya.
Ada pun bahan dasar dan bentuk pengolahan keripik sambal ini adalah, ubi kayu yang didatangkan dari Tarutung, Tapanuli Utara, cabai merah, ikan teri, bawang merah dan bawang putih, ditambah gula pasir.
“Bahannya gak sulit didapat dan pengolahannya juga mudah. Hanya saja, harus pintar untuk menaksir jumlah yang mau diproduksi agar tidak berlebih, karena keripik ini tidak menggunakan bahan pengawet,” sambung Zenaro.
Sedangkan harga jual keripik ini juga bervariasi, mulai dari harga Rp5 ribu sampai harga Rp50 ribu untuk 1 Kg.
Walaupun penjulan keripik sambal ini meningkat di masa pandemi, para pedagang dan pengolah keripik sambal ini tetap berharap, agar masa pandemi COVID-19 ini segera berlalu, agar mereka lebih leluasa dan tidak perlu khawatir lagi untuk jualan seperti sekarang ini.
COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2020
Namun tidak demikian dengan usaha rumahan keripik yang ada di Kota Sibolga dan Kabupaten Tapanuli Tengah, Sumatera Utara. Di tengah gempuran COVID-19 ini, justru usaha keripik sambal semakin melejit.
Hal itu dibuktikan dengan banyaknya usaha rumahan keripik sambal yang ada di kedua daerah bertetangga itu. Padahal, dulunya penjual keripik sambal ini hanya satu orang di Jalan Patuan Anggi Sibolga, dan sekarang sudah menjadi puluhan orang.
Maria Zebua, (25), salah seorang pedagang keripik sambal yang ditemui ANTARA di Pandan, Tapanuli Tengah, Kamis (26/11), mengaku peminat keripik sambal di masa pendemi ini tetap ada, karena sudah menjadi ciri khas oleh-oleh dari Sibolga dan Tapteng.
“Penjualan kami lumayan, dan produksi terus berlanjut, karena penikmat keripik ini terus ada dan cenderung bertambah. Selain itu juga, pengiriman ke luar daerah juga tidak terkendala di tengah pandemi ini,” ungkapnya
Hal senada juga disampaikan mamak Elman, (45), yang berjualan di Kecamatan Sarudik. Diakuinya, pada masa pademi ini dia masih mampu menjual keripiknya sebanyak 300 Kg untuk satu minggu. Dan dari penjualan 300 Kg itu, ibu dari 2 orang anak ini mampu mendapat untung Rp1-1,5 juta.
“Saya juga sering mengirim keripik ke Jakarta, Medan, Lampung dan Batam. Dan rata-rata yang memesan itu adalah warga Sibolga atau Tapteng yang ada di perantauan. Sedangkan untuk masyarakat Sibolga sendiri, juga tetap ikut membeli untuk cemilan,” ujarnya.
Sementara itu menurut Zenaro Zebua, (35), yang sudah membuka pengolahan keripik sambal di Sibolga sejak beberapa tahun lalu menambahkan, meski jumlah pengiriman keripik sambalnya ke luar daerah tidak seramai tahun lalu, namun penikmat keripik sambal yang belanja langsung ke tempatnya tetap bertambah.
“Kalau dulu sebelum pandemi saya bisa mengirim 500 Kg, minggu ke luar daerah. Dan sekarang berkurang menjadi 350 Kg. Hanya saja, untuk penjualan lokal meningkat mungkin karena pandemi sehingga orang banyak ngemil,” sebutnya.
Ada pun bahan dasar dan bentuk pengolahan keripik sambal ini adalah, ubi kayu yang didatangkan dari Tarutung, Tapanuli Utara, cabai merah, ikan teri, bawang merah dan bawang putih, ditambah gula pasir.
“Bahannya gak sulit didapat dan pengolahannya juga mudah. Hanya saja, harus pintar untuk menaksir jumlah yang mau diproduksi agar tidak berlebih, karena keripik ini tidak menggunakan bahan pengawet,” sambung Zenaro.
Sedangkan harga jual keripik ini juga bervariasi, mulai dari harga Rp5 ribu sampai harga Rp50 ribu untuk 1 Kg.
Walaupun penjulan keripik sambal ini meningkat di masa pandemi, para pedagang dan pengolah keripik sambal ini tetap berharap, agar masa pandemi COVID-19 ini segera berlalu, agar mereka lebih leluasa dan tidak perlu khawatir lagi untuk jualan seperti sekarang ini.
COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2020