"Da 5 Bloods" merupakan film terbaru karya sutradara legendaris Spike Lee, berfokus pada empat tentara veteran Amerika Serikat (AS) yang pernah diterjunkan ke perang Vietnam. Mereka menamai diri mereka sebagai "The Bloods".
Setelah beberapa tahun berlalu, keempat veteran berkulit hitam itu -- yakni Paul (Delroy Lindo), Otis (Clarke) Peters, Eddie (Norm Lewis) dan Melvin (Isiah Whitlock, Jr) kembali ke Vietnam untuk mencari jasad pemimpin pasukan mereka, Norman (Chadwick Boseman).
Selain mencari harta karun, The Bloods juga punya misi lain, yaitu untuk menemukan peti harta karun yang berisikan emas batangan yang mereka temukan ketika sedang berperang di sebuah hutan di Vietnam.
Kala itu, mereka memilih mengubur peti itu sehingga tersimpan dengan aman dan bisa diambil suatu saat.
Namun, rencana mereka untuk menemukan harta karun dan jasad Norman tidak mudah. Mereka harus kembali "berperang", dengan orang lain maupun trauma dalam diri.
Film dibuka dengan montase gambar-gambar tentang Perang Vietnam, korban-korban yang berjatuhan, penembakan, dan pidato-pidato ikonis dari Martin Luther Jr hingga presiden AS ke-37, Richard Nixon yang mundur dari jabatannya pada 1974, karena mendapat kritik mengenai kinerjanya, termasuk mengatasi Perang Vietnam.
Montase dilanjutkan dengan serangkaian gambar yang menyayat hati, serta foto-foto dari para tentara yang gugur akan dedikasinya untuk AS.
Ini adalah pembukaan yang bisa dibilang dingin -- yang dengan sigap merangkum keburukan politik, perang, dan dampaknya bagi kemanusiaan.
Penggunaan montase ini sebagai pembuka seakan sudah memperkuat latar belakang para lakon "Da 5 Bloods" yang akan memulai petualangan mereka di tanah yang dulu pernah mereka pijak itu.
Perjalanan keempat serangkai itu turut diramaikan oleh David (Jonathan Majors) yang merupakan anak dari Paul. Kehadirannya cukup memberikan warna baru bagi regu ini.
Ia menawarkan dinamika baru bagi lika-liku perjalanan sang ayah, Paul, yang tengah bergelut dengan kondisi trauma pascaperangnya, yang akhirnya mempengaruhi tempramen dan perilaku terhadap teman-teman maupun anaknya sendiri.
Petualangan kelima lelaki tersebut pun bisa dibilang berlangsung intens namun menyenangkan untuk ditonton.
Tentang bagaimana para veteran yang sudah termakan usia harus menjelajahi hutan, persahabatan abadi antar keempat anggota The Bloods, hingga adanya konflik di antara mereka yang kian memuncak.
Akting para tokohnya, terutama Delroy Lindo sebagai Paul sangat menggugah, bahkan di adegan yang bahkan bukan merupakan adegan perang sekali pun. Terdapat pula monolog yang seakan berbicara langsung dengan penonton dan memberikan rasa tegang, bahkan haru.
Selain penokohan yang kuat, salah satu hal lain yang sangat menarik dari "Da 5 Bloods" adalah bagaimana Spike Lee memadukan memori dari masa ke masa dengan penggunaan empat rasio aspek yang berbeda.
Misalnya, ketika berada di periode masa sekarang, Lee akan menggunakan aspek rasio 2.35:1 yang umum digunakan untuk memberikan pengalaman sinematik pada film.
Sementara ketika berada di masa Perang Vietnam, Lee memliih untuk menyajikannya dalam format rasio 4:3 dengan tone berbeda, yang mampu memberikan kesan "tua" pada rekaman tersebut.
Spike Lee sendiri memang dikenal sebagai seorang sutradara yang berani dan gamblang untuk menyampaikan visi filmnya kepada penonton. Ia seakan mengerti bagaimana memanfaatkan sinema sebagai media bercerita dan berpesan.
Film ini merupakan sebuah diskusi, bahkan renungan yang menyenangkan dengan banyak pembicaraan dan debat di berbagai aspek, khususnya tentang kemanusiaan yang seakan tiada habisnya untuk dibahas.
Lee menyinggung ras, status, konflik sosial, pilihan politik, persahabatan, hubungan anak-orang tua, hingga trauma dan luka batin secara eksplisit dalam film terbarunya ini.
Cerita dan para pemerannya terus tumbuh dan berkembang dengan cara yang selalu terasa hidup dan dekat. Perilisan "Da 5 Bloods" sendiri dirasa tepat dengan momen kampanye "Black Lives Matter" yang tengah digencarkan di berbagai belahan dunia.
"Da 5 Bloods", adalah film yang "luas dan besar" -- dengan kolase kenangan, sejarah, argumen, motivasi, serta gaya visual yang beragam dan apik, yang disajikan dalam film berdurasi 155 menit.
Perjalanan keempat tentara veteran AS ini dapat disaksikan eksklusif di Netflix.
COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2020
Setelah beberapa tahun berlalu, keempat veteran berkulit hitam itu -- yakni Paul (Delroy Lindo), Otis (Clarke) Peters, Eddie (Norm Lewis) dan Melvin (Isiah Whitlock, Jr) kembali ke Vietnam untuk mencari jasad pemimpin pasukan mereka, Norman (Chadwick Boseman).
Selain mencari harta karun, The Bloods juga punya misi lain, yaitu untuk menemukan peti harta karun yang berisikan emas batangan yang mereka temukan ketika sedang berperang di sebuah hutan di Vietnam.
Kala itu, mereka memilih mengubur peti itu sehingga tersimpan dengan aman dan bisa diambil suatu saat.
Namun, rencana mereka untuk menemukan harta karun dan jasad Norman tidak mudah. Mereka harus kembali "berperang", dengan orang lain maupun trauma dalam diri.
Film dibuka dengan montase gambar-gambar tentang Perang Vietnam, korban-korban yang berjatuhan, penembakan, dan pidato-pidato ikonis dari Martin Luther Jr hingga presiden AS ke-37, Richard Nixon yang mundur dari jabatannya pada 1974, karena mendapat kritik mengenai kinerjanya, termasuk mengatasi Perang Vietnam.
Montase dilanjutkan dengan serangkaian gambar yang menyayat hati, serta foto-foto dari para tentara yang gugur akan dedikasinya untuk AS.
Ini adalah pembukaan yang bisa dibilang dingin -- yang dengan sigap merangkum keburukan politik, perang, dan dampaknya bagi kemanusiaan.
Penggunaan montase ini sebagai pembuka seakan sudah memperkuat latar belakang para lakon "Da 5 Bloods" yang akan memulai petualangan mereka di tanah yang dulu pernah mereka pijak itu.
Perjalanan keempat serangkai itu turut diramaikan oleh David (Jonathan Majors) yang merupakan anak dari Paul. Kehadirannya cukup memberikan warna baru bagi regu ini.
Ia menawarkan dinamika baru bagi lika-liku perjalanan sang ayah, Paul, yang tengah bergelut dengan kondisi trauma pascaperangnya, yang akhirnya mempengaruhi tempramen dan perilaku terhadap teman-teman maupun anaknya sendiri.
Petualangan kelima lelaki tersebut pun bisa dibilang berlangsung intens namun menyenangkan untuk ditonton.
Tentang bagaimana para veteran yang sudah termakan usia harus menjelajahi hutan, persahabatan abadi antar keempat anggota The Bloods, hingga adanya konflik di antara mereka yang kian memuncak.
Akting para tokohnya, terutama Delroy Lindo sebagai Paul sangat menggugah, bahkan di adegan yang bahkan bukan merupakan adegan perang sekali pun. Terdapat pula monolog yang seakan berbicara langsung dengan penonton dan memberikan rasa tegang, bahkan haru.
Selain penokohan yang kuat, salah satu hal lain yang sangat menarik dari "Da 5 Bloods" adalah bagaimana Spike Lee memadukan memori dari masa ke masa dengan penggunaan empat rasio aspek yang berbeda.
Misalnya, ketika berada di periode masa sekarang, Lee akan menggunakan aspek rasio 2.35:1 yang umum digunakan untuk memberikan pengalaman sinematik pada film.
Sementara ketika berada di masa Perang Vietnam, Lee memliih untuk menyajikannya dalam format rasio 4:3 dengan tone berbeda, yang mampu memberikan kesan "tua" pada rekaman tersebut.
Spike Lee sendiri memang dikenal sebagai seorang sutradara yang berani dan gamblang untuk menyampaikan visi filmnya kepada penonton. Ia seakan mengerti bagaimana memanfaatkan sinema sebagai media bercerita dan berpesan.
Film ini merupakan sebuah diskusi, bahkan renungan yang menyenangkan dengan banyak pembicaraan dan debat di berbagai aspek, khususnya tentang kemanusiaan yang seakan tiada habisnya untuk dibahas.
Lee menyinggung ras, status, konflik sosial, pilihan politik, persahabatan, hubungan anak-orang tua, hingga trauma dan luka batin secara eksplisit dalam film terbarunya ini.
Cerita dan para pemerannya terus tumbuh dan berkembang dengan cara yang selalu terasa hidup dan dekat. Perilisan "Da 5 Bloods" sendiri dirasa tepat dengan momen kampanye "Black Lives Matter" yang tengah digencarkan di berbagai belahan dunia.
"Da 5 Bloods", adalah film yang "luas dan besar" -- dengan kolase kenangan, sejarah, argumen, motivasi, serta gaya visual yang beragam dan apik, yang disajikan dalam film berdurasi 155 menit.
Perjalanan keempat tentara veteran AS ini dapat disaksikan eksklusif di Netflix.
COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2020