Jika ditanya kenapa kemudian belakangan ini menjadi penting untuk kembali menghidupkan ruh ideologi Pancasila di negeri kita? Alasannya adalah telah terjadi ancaman terhadap ideologi dan falsafah Negara kita, termasuk gerakan radikalisme.

Menurut survey ternyata ada 9 persen rakyat Indonesia yang tidak setuju dengan Pancasila sebagai dasar Negara.

Maka pemerintah segera melakukan langkah cepat dengan mendirikan BPIP (Badan Pembinaan Ideologi Pancasila). Yang mengejutkan adalah hasil survey Alvara Research yang dilakukan antara 10 September sampai 5 Oktober 2017, mengambil 1.200 responden PNS, Swasta/Profesional dan di BUMN dengan rentang usia 25-40 tahun, tercatat 19,4 persen PNS yang anti Pancasila. Survey ini dilakukan di 6 kota yaitu Jakarta, Bandung, Semarang, Surabaya, Medan, dan Makassar. (https://tirto.id). 

Tentu selain sebagai falsafah Negara maka sangat wajar bagi seluruh warga Negara untuk lebih memahami dan mengamalkannya. Sekolah dalam hal ini dinilai sebagai institusi paling tepat untuk mengembalikan ruh Pancasila tersebut.

Apalagi belakangan ini generasi muda kita, khususnya para milenial sudah mulai tergerus ideologi pancasilanya oleh budaya asing dan ideologi menyimpang.

Belum lagi keterlibatan peserta didik tingkat menengah atas dalam aksi-aksi protes yang berlebihan. Sementara pendidikan Pancasila belum juga menjadi bagian dari kurikulum yang berdiri sendiri di sekolah.

Maka internalisasi nilai-nilai Pancasila oleh semua guru mata pelajaran, termasuk Pendidikan Agama Islam, di ruang-ruang kelas menjadi penting untuk tetap diimplementasikan dan terus dikembangkan di sekolah. 

SMA Negeri 2 Medan merupakan salah satu Sekolah Menengah Atas favorit di kota Medan Provinsi Sumatera Utara. Hal ini terbukti setiap tahun animo masyarakat kota Medan dan sekitarnya untuk menyekolahkan anaknya di sekolah ini cukup tinggi. 

Para orangtua mungkin telah melihat dan mendengar sejumlah prestasi peserta didik dan gurunya yang cukup membanggakan dan tentu mereka berharap anak mereka berpeluang juga masuk PTN (Perguruan Tinggi Negeri) maupun masuk kampus-kampus ikatan dinas sebagaimana para alumni sekolah ini tiap tahunnya. 

Tercatat bahwa SMA negeri 2 Medan pada tahun ajaran 2018-2019 berhasil meloloskan peserta didiknya ke PTN favorit dan kampus ikatan dinas sebanyak 76 orang. Belum lama ini di tahun 2019, peserta didik kelas XII SMA Negeri 2 Medan berhasil menyabet medali emas lomba penelitian di Nanyang University Singapore. 

Tentu sebuah prestasi internasional yang membanggakan. Wajar kalau kemudian minat masyarakat menyambung pendidikan anaknya ke sekolah ini semakin tinggi tiap tahunnya.

Awalnya, di tahun 1950, sekolah ini bernama SMA Tentara Pelajar. Karena di sekolah ini bersifat homogen yakni hanya terdiri dari para tentara yang belum memiliki ijazah SMA. Pada tahun 1957, kemudian barulah diganti menjadi SMA Negeri 2 Medan. 

Sejak saat itu sekolah tidak lagi terdiri dari para tentara, namun sudah menerima peserta didik dari kalangan non tentara. Seiring waktu bergulir, SMA Negeri 2 Medan sudah menjadi sekolah yang heterogen, baik dari status sosial, suku maupun agama.

Jumlah guru dan tenaga kependidikan berdasarkan agama saat ini sebanyak 66 guru yang beragama Islam dan 43 orang Kristiani. Begitu pula dengan peserta didiknya yang sudah beragam.

Pada penerimanaan PPDB Online tahun ajaran ini tercatat 800 lebih pelamar mendaftar di sekolah ini. Kemudian hanya 403 orang diterima untuk bergabung di SMA Negeri 2 Medan. 

Berhubung SMA Negeri 2 Medan adalah sekolah yang heterogen maka diperlukan sebuah nilai yang menyatukan perbedaan pendidik maupun peserta didik yang multicultural, multietnis dan multiagama.

Disamping juga dibutuhkan nilai untuk mencegah paham radikalisme dan memelihara generasi muda milenial ini agar tetap berjiwa nasionalisme yang berbhinneka. Pancasila adalah nilai yang dimaksud mampu mengatasi segala perbedaan dan permasalahan ini.

Karena Pancasila merupakan alat pemersatu bangsa sekaligus bintang penuntun yang memberikan cahaya harapan menjadi bangsa yang merdeka, berdaulat, adil dan makmur.

Maka menjadi penting dan merupakan sebuah keniscayaan untuk tetap menginternalisasi nilai-nilai Pancasila melalui ruang-ruang kelas oleh setiap guru termasuk di dalamnya guru Pendidikan Agama Islam di SMA Negeri 2 Medan, sebagaimana telah berjalan relatif baik. 

Maka pertanyaannya kemudian adalah apa saja bentuk internalisasi nilai-nilai Pancasila yang sudah dilakukan terlebih khusus oleh guru PAI (Pendidikan Agama Islam) di SMA Negeri 2 Medan? 

Sebelum dijawab, perlu juga diajukan pertanyaan, mungkinkah internalisasi nilai-nilai Pancasila melalui PAI di sekolah?

Marbawi Komariah (2019:5) dalam jurnal,” Studi Pancasila dalam Kurikulum Pendidikan Agama Islam” menyebutkan bahwa materi PAI terbagi dalam beberapa bagian aspek dalam Kompetensi Dasar (KD).

Ada aspek akidah, aspek fikih, aspek akhlak yang terkait hubungan sosial dengan sesame manusia dan aspek tarikh terkait sejarah peradaban Islam. Pada aspek akhlak inilah yang paling dekat dan memiliki nilai-nilai compatible dengan nilai-nilai Pancasila.

Belum lagi ada materi khusus dalam silabus PAI membahas pentingnya berdemokrasi, bertoleransi dan materi-materi wajib lainnya yang senafas dengan butir-butir Pancasila. 

Dari aspek akhlak spiritual ini pula ada keterkaitan dengan nilai Pancasila yang sedang dibutuhkan bangsa ini, yakni menjaga kebhinnekaan dan identitas bangsa. Arif Rahman  (dalam Marbawi Komariah, 2019: 10) dalam jurnal Penelitian,”Paradigma Kritis Pancasila dalam Dimensi Pendidikan Islam,” menyebutkan bahwa Nalar nilai yang terdapat dalam sila-sila Pancasila memiliki dukungan argumentative teologis dari agama.

Sebagai contoh Pancasila memiliki semangat yang sama dalam Islam, terlebih lagi sila pertama mengandung unsure ilahiyah (teologis) yang mengedepankan ketuhanan Yang Maha Esa.

Di samping itu diikuti semangat nilai-nilai yang sama dalam Islam pun dapat kita temukan di sila kedua sampai kelima Pancasila. Seperti keadilan (‘adalah), kemanusiaan (al insaniyyah), persatuan (ittihadiyah), dan musyawarah (syuro).

Dari sini kemudian semakin jelas bahwa nilai-nilai Pancasila tidak bertentangan dengan nilai-nilai agama manapun. Namun tetap Pancasila sebagai ideology Negara yang tidak bisa menggantikan sebuah agama. Maka sebagai guru PAI harus mampu mendidik peserta didiknya untuk memahami Pancasila dengan baik dan mampu menanamkan nilai-nilai Islam yang sesuai dengan nilai-nilai Pancasila. 

Dalam hal ini, SMA Negeri 2 Medan memiliki budaya sekolah yang mencerminkan pengamalan nilai-nilai Pancasila di sekolah. Di antaranya, memberlakukan 3 S, yakni senyum salam sapa.

Sebelum bel masuk berbunyi, beberapa guru yang dipimpin oleh Kepala Sekolah berbaris di gerbang sekolah menyambut kehadiran peserta didik dengan memberikan senyum hangat, menyapa dengan semangat dan menyalami peserta didik.

3 S ini juga berlaku bagi peserta didik saat masih berada di lingkungan sekolah ketika berpapasan dengan guru maupun di luar sekolah. Tentu ini merupakan bagian dari pengamalan sila kedua Pancasila.

Untuk pengamalan sila pertama, budaya SMA Negeri 2 Medan mewajibkan setiap peserta didik untuk membaca kitab suci agamanya selama 15 menit pertama setelah bel masuk pukul 07.00 wib yang didampingi oleh guru yang masuk pada jam pelajaran pertama. Setelah itu berdoa bersama dan memberi penghormatan kepada guru.

Jika yang masuk guru PAI ke kelas peserta didik yang beragama Islam, maka membaca Alquran secara bergantian lengkap dengan membaca terjemahannya. Ini juga bagian dari pengalaman guru PAI dalam menginternalisasi nilai sila pertama di kelas.

Guru PAI juga selalu menanamkan jiwa nasionalisme dan kebhinnekaan kepada seluruh peserta didik di sekolah, bukan hanya di kelas. Hal ini terlihat dalam redaksi naskah doa yang dibaca oleh guru PAI dalam upacara-upacara resmi di sekolah.

Karena memang untuk doa biasanya gawean guru PAI. Berikut petikannya,“Ya Allah, Tuhan Yang Ahad, Sesungguhnya Engkau yang telah menciptakan keanekaragaman bangsa kami, berbeda suku dan bahasa, seni dan budaya, bahkan agama dan keyakinan, tapi kami meyakini bahwa, realita ini semua adalah aset dan potensi bangsa untuk sebuah keindahan, keserasian dan saling berlomba-lomba dalam kebaikan.

Maka tetap pelihara keharmonisan, kesetiakawanan, dan kehangatan serta keakraban bangsa kami, semaikan rasa persaudaraan dan rasa cinta tanah air di hati kami, karena Engkau adalah satu-satunya pemilik hati kami, Engkau penggenggam jiwa kami, hanya Engkau penolong kami, tiada seorang pun yang mampu mencelakai kami, tiada siapapun, tiada kekuatan manapun yang mampu menceraiberaikan persatuan, kesatuan dan kekeluargaan kami.

Hanya kepada Mu ya Ahad, hanya kepadaMu wahai Tuhan Yang Maha Pemersatu, satukan hati dan perbuatan kami dalam membangun negeri yang telah Engkau anugerahi dan berkati Kemerdekaannya.” Tentu doa ini bagian dari sosialisasi, penanaman dan pengamalan sila ketiga Pancasila.

Kesimpulan

Peranan Guru PAI dalam menginternalisasi nilai-nilai Pancasila baik di ruang kelas maupun di luar kelas, sangat dibutuhkan. Termasuk memberikan teladan dalam bergaul bersama guru dan pendidik yang non Islam secara baik tanpa membedakan agama. Tentu hal ini bagian dari ajaran Islam itu sendiri yang sangat sesuai dengan ruh Pancasila.

Semua aspek materi PAI sejalan dengan nilai-nilai Pancasila. Aspek Akhlak yang terasa kuat dengan nilai pancasila. Bahkan ada materi PAI yang sama persis dengan materi Pancasila, demokrasi dan toleransi contohnya. Jadi, dengan mengajarkan PAI sama dengan mengajarkan nilai-nilai Pancasila.

Dan kesimpulan akhirnya adalah ketika nilai-nilai Pancasila tumbuh baik di sekolah melalui internalisasi di ruang-ruang kelas dan di luar kelas oleh seluruh guru dan pendidik, maka seluruh warga sekolah akan semakin harmonis, akrab dan tumbuh jiwa nasionalismenya. Termasuk peserta didiknya akan semakin nyaman dalam menimba ilmu dan mengukir prestasi. 

Penulis adaah Alexander Zulkarnaen, S.Pd.I*
*Peserta Persamuhan Pendidik Pancasila asal SUMUT oleh BPIP (Badan Pembinaan Ideologi Pancasila) di Surabaya, 29 November s.d 02 Desember 2019.
*Guru PAI SMAN 2 Medan
 

Pewarta: Septianda Perdana

Editor : Juraidi


COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2020