Stadion Nasional Tokyo, Jepang, yang dirubuhkan pada 2015 untuk menjadi lokasi Stadion Nasional Baru demi persiapan penyelenggaran Olimpiade dan Paralimpiade 2020 nanti, menjadi saksi betapa Liverpool mati gaya saat menghadapi Flamengo 38 tahun silam.
Pada 13 Desember 1981, Liverpool datang sebagai jawara Piala Champions (kini bernama Liga Champions) untuk tampil pertama kalinya di ajang Piala Interkontinental (kini menjadi Piala Dunia Antarklub) menantang jawara Copa Libertadores, Flamengo.
Nama-nama kesohor seperti Kenny Dalglish, Graeme Souness, Alan Hansen, Phil Tompson dan Bruce Grobbelaar memperkuat Liverpool saat itu di bawah asuhan Bob Paisley, manajer yang baru saja menorehkan sejarah sebagai pelatih pertama yang tiga kali juara Piala Champions.
Lawan mereka tidak kekurangan bintang, ada legenda Brazil Zico memperkuat Flamengo di bawah arahan Paulo Carpegiani.
Alih-alih jadi tim Inggris pertama yang menjuarai Piala Interkontinental, Liverpool justru dibuat tak berkutik menelan kekalahan 0-3 dari Flamengo.
Zico menjadi otak utama dalam kemenangan Flamengo dengan peran langsungnya terhadap tiga gol yang bersarang ke gawang Liverpool.
Baru 12 menit pertandingan berjalan, sebuah umpan jauh kiriman Zico melewati barisan pertahanan Liverpool dan berhasil dikejar Nunes sebelum diceploskan ke gawang Grobbelaar.
Lantas pada menit ke-34 sebuah tendangan bebas Zico melesat gagal diamankan sempurna oleh Grobbelaar dan bola liar disambar oleh Adilio demi menggandakan keunggulan Flamengo.
Empat menit jelang turun minum, Zico kembali mengirimkan umpan matang kepada Nunes yang bebas kawalan dan melakukan tembakan penyelesaian dari sudut sempit.
Liverpool tak pernah terlihat meyakinkan sepanjang laga dan Grobbelaar malah harus melakukan beberapa penyelamatan penting pada babak kedua agar timnya tidak kalah dengan skor lebih memalukan.
Selepas laga Paisley tak ragu untuk melontarkan kritik pedas kepada para pemainnya atas penampilan yang oleh media-media Inggris dilabeli dengan terma "mati gaya".
"Saya tak pernah melihat tim ini tampil seperti tadi, sangat tumpul, miskin ide dan malas bergerak. Saya sungguh tidak mengerti apa yang terjadi," kata Paisley dikutip dari laporan The Guardian dan Daily Mirror.
38 tahun kemudian
Manajer Liverpool Juergen Klopp jelas tak ingin adegan 38 tahun silam terulang kembali saat timnya menantang Flamengo dalam partai final Piala Dunia Antarklub di Stadion Internasional Khalifa, Doha, Qatar, Sabtu (21/12) setempat atau Minggu (22/12) dini hari WIB.
Flamengo sudah lebih dulu mencapai final setelah menyingkirkan jawara Liga Champions Asia Al Hilal dengan skor cukup meyakinkan 3-1.
Sedangkan The Reds seperti biasa harus menekuni "The Liverpool Way" kala mengalahkan juara Liga Champions CONCACAF Monterrey 2-1 berkat gol menit-menit akhir Roberto Firmino.
Selain Firmino, legiun Brazil lainnya kiper Alisson Becker juga berperan penting atas kelolosan Liverpool ke final di tengah absennya bek tangguh Virgil van Dijk dengan menggagalkan tak kurang dari enam peluang berbahaya Monterrey.
Kendati berstatus tim Brazil, Klopp menyebut Flamengo saat ini terpengaruh gaya bermain Eropa lantaran kehadiran Jorge Jesus yang menduduki kursi manajer O Mengao.
Terlebih lagi, belum jelasnya kondisi Van Dijk bakal membuat lini pertahanan Liverpool harus bekerja ekstra keras untuk bisa mematikan Gabriel "Gabigol" Barbosa, pemain pinjaman asal Inter Milan yang bertanggung jawab penuh atas gelar juara Copa Libertadores Flamengo sebulanan lalu.
Tentu saja, Klopp bukanlah sosok yang mengharapkan kontribusi duo Brazil kembali jadi penyelamat Liverpool ataupun kehadiran sosok Van Dijk sebagai tembok utama pertahanan semata.
Itu pula alasan Van Dijk tak meraih gelar Ballon d'Or 2019, sebab segala capaian Liverpool harus dilihat sebagai raihan sebuah tim, tidak seperti Lionel Messi yang boleh dibilang dua musim beruntun menyelamatkan kursi kepelatihan Ernesto Valverde di Barcelona.
Klopp masih bisa mengharapkan kecemerlangan dari para penggawanya yang lain seperti Mohamed Salah, Sadio Mane atau Divock Origi, sosok yang dianggap "klenik" oleh sebagian pendukung Liverpool atas kontribusinya di berbagai momen penting The Reds musim lalu.
Yang pasti, Klopp harus mencegah Liverpool mengalami "mati gaya" lagi setelah 38 tahun berselang menghadapi lawan yang sama, demi mempersembahkan trofi Piala Dunia Antarklub perdana sepanjang sejarah klub Merseyside Merah.
Dan jika berbicara tentang sebuah skenario klasik, apa jadinya jika Alisson dan Firmino bisa muncul lagi sebagai pahlawan kemenangan Liverpool. Skenario yang pantas menyandang tajuk "pembunuhan" klub Brazil di tangan legiun Brazil.
COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2019
Pada 13 Desember 1981, Liverpool datang sebagai jawara Piala Champions (kini bernama Liga Champions) untuk tampil pertama kalinya di ajang Piala Interkontinental (kini menjadi Piala Dunia Antarklub) menantang jawara Copa Libertadores, Flamengo.
Nama-nama kesohor seperti Kenny Dalglish, Graeme Souness, Alan Hansen, Phil Tompson dan Bruce Grobbelaar memperkuat Liverpool saat itu di bawah asuhan Bob Paisley, manajer yang baru saja menorehkan sejarah sebagai pelatih pertama yang tiga kali juara Piala Champions.
Lawan mereka tidak kekurangan bintang, ada legenda Brazil Zico memperkuat Flamengo di bawah arahan Paulo Carpegiani.
Alih-alih jadi tim Inggris pertama yang menjuarai Piala Interkontinental, Liverpool justru dibuat tak berkutik menelan kekalahan 0-3 dari Flamengo.
Zico menjadi otak utama dalam kemenangan Flamengo dengan peran langsungnya terhadap tiga gol yang bersarang ke gawang Liverpool.
Baru 12 menit pertandingan berjalan, sebuah umpan jauh kiriman Zico melewati barisan pertahanan Liverpool dan berhasil dikejar Nunes sebelum diceploskan ke gawang Grobbelaar.
Lantas pada menit ke-34 sebuah tendangan bebas Zico melesat gagal diamankan sempurna oleh Grobbelaar dan bola liar disambar oleh Adilio demi menggandakan keunggulan Flamengo.
Empat menit jelang turun minum, Zico kembali mengirimkan umpan matang kepada Nunes yang bebas kawalan dan melakukan tembakan penyelesaian dari sudut sempit.
Liverpool tak pernah terlihat meyakinkan sepanjang laga dan Grobbelaar malah harus melakukan beberapa penyelamatan penting pada babak kedua agar timnya tidak kalah dengan skor lebih memalukan.
Selepas laga Paisley tak ragu untuk melontarkan kritik pedas kepada para pemainnya atas penampilan yang oleh media-media Inggris dilabeli dengan terma "mati gaya".
"Saya tak pernah melihat tim ini tampil seperti tadi, sangat tumpul, miskin ide dan malas bergerak. Saya sungguh tidak mengerti apa yang terjadi," kata Paisley dikutip dari laporan The Guardian dan Daily Mirror.
38 tahun kemudian
Manajer Liverpool Juergen Klopp jelas tak ingin adegan 38 tahun silam terulang kembali saat timnya menantang Flamengo dalam partai final Piala Dunia Antarklub di Stadion Internasional Khalifa, Doha, Qatar, Sabtu (21/12) setempat atau Minggu (22/12) dini hari WIB.
Flamengo sudah lebih dulu mencapai final setelah menyingkirkan jawara Liga Champions Asia Al Hilal dengan skor cukup meyakinkan 3-1.
Sedangkan The Reds seperti biasa harus menekuni "The Liverpool Way" kala mengalahkan juara Liga Champions CONCACAF Monterrey 2-1 berkat gol menit-menit akhir Roberto Firmino.
Selain Firmino, legiun Brazil lainnya kiper Alisson Becker juga berperan penting atas kelolosan Liverpool ke final di tengah absennya bek tangguh Virgil van Dijk dengan menggagalkan tak kurang dari enam peluang berbahaya Monterrey.
Kendati berstatus tim Brazil, Klopp menyebut Flamengo saat ini terpengaruh gaya bermain Eropa lantaran kehadiran Jorge Jesus yang menduduki kursi manajer O Mengao.
Terlebih lagi, belum jelasnya kondisi Van Dijk bakal membuat lini pertahanan Liverpool harus bekerja ekstra keras untuk bisa mematikan Gabriel "Gabigol" Barbosa, pemain pinjaman asal Inter Milan yang bertanggung jawab penuh atas gelar juara Copa Libertadores Flamengo sebulanan lalu.
Tentu saja, Klopp bukanlah sosok yang mengharapkan kontribusi duo Brazil kembali jadi penyelamat Liverpool ataupun kehadiran sosok Van Dijk sebagai tembok utama pertahanan semata.
Itu pula alasan Van Dijk tak meraih gelar Ballon d'Or 2019, sebab segala capaian Liverpool harus dilihat sebagai raihan sebuah tim, tidak seperti Lionel Messi yang boleh dibilang dua musim beruntun menyelamatkan kursi kepelatihan Ernesto Valverde di Barcelona.
Klopp masih bisa mengharapkan kecemerlangan dari para penggawanya yang lain seperti Mohamed Salah, Sadio Mane atau Divock Origi, sosok yang dianggap "klenik" oleh sebagian pendukung Liverpool atas kontribusinya di berbagai momen penting The Reds musim lalu.
Yang pasti, Klopp harus mencegah Liverpool mengalami "mati gaya" lagi setelah 38 tahun berselang menghadapi lawan yang sama, demi mempersembahkan trofi Piala Dunia Antarklub perdana sepanjang sejarah klub Merseyside Merah.
Dan jika berbicara tentang sebuah skenario klasik, apa jadinya jika Alisson dan Firmino bisa muncul lagi sebagai pahlawan kemenangan Liverpool. Skenario yang pantas menyandang tajuk "pembunuhan" klub Brazil di tangan legiun Brazil.
COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2019