Okupasi atau pembersihan lahan eks HGU yang dilakukan PTPN II di Kelurahan Tunggorono, Kecamatan Binjai Timur, Kota Binjai, dinilai salah objek. 

Operasional PT Binjai Duraman Indah Lestari, Roy Ronaldo menjelaskan, kegiatan okupasi lahan eks HGU oleh PTPN II dilakukan sejak Juli tahun 2018. Lahan yang diokupasi luasnya sekitar 150 hektar. Okupasi tersebut dilakukan berdasarkan alas hak Sertifikat HGU Nomor 54 dan 55 Tahun 2003.

Akan tetapi, sesuai sertifikat tersebut ternyata lahannya berada di Desa Tunggorono, Kecamatan Sunggal, Deli Serdang. Namun, kegiatan okupasi dilakukan di Kelurahan Tunggorono, Kecamatan Binjai Timur, Binjai.

Pihak PTPN II melakukan kegiatan okupasi di Kelurahan Tunggorono, Kecamatan Binjai Timur, Binjai, dengan dasar alas hak Sertifikat HGU Nomor 54 dan 55 Tahun 2003. Namun, setelah dibaca dan dipelajari ternyata alas hak tersebut objeknya di Desa Tunggorono, Kecamatan Sunggal, Deli Serdang. 

"Artinya, bukan di wilayah Binjai melainkan Deli Serdang. Sehingga, okupasi yang dilakukan tersebut diduga salah objek," ungkap Roy saat diwawancarai wartawan di Kelurahan Tunggurono, Binjai, Selasa (17/12).

Disebutkan Roy, okupasi yang dilakukan PTPN II tidak ada pemberitahuan kepada pihaknya selaku pengelola lahan. 

"Pemberitahuan ke kami tidak ada terkait okupasi tersebut. Bahkan, mereka langsung merusak tanaman ubi dan jagung dengan traktor. Plang-plang kami juga dirusaknya. Oleh karenanya, kami buat laporan pengaduan ke Polres Binjai pada Juli 2018 lalu (Nomor LP: 386/VII/2018/SPKT-B)," jelasnya.

Ia mengatakan, dalam melakukan okupasi pihak PTPN II mengerahkan tenaga oknum aparat dan Organisasi Kepemudaan (OKP). 
Namun, demi menghindari bentrok fisik, maka memilih menempuh jalur hukum. 

"Jauh sebelum okupasi dilakukan, pada Februari 2018 kami diundang oleh pihak Polres Binjai dan dihadiri tokoh masyarakat hingga penggarap untuk melakukan pertemuan. 

Akan tetapi, dalam pertemuan tersebut rusuh dikarenakan ada oknum-oknum. Oleh sebab itu, terpaksa diskors pihak kepolisian sampai batas waktu yang tidak ditentukan. 

Kebetulan, saat itu sedang memasuki masa Pilpres sehingga diambil keputusan untuk saling menjaga situasi Kamtibmas. 

Namun, kenyataan di lapangan pihak PTPN II tidak mengindahkan keputusan tersebut dan melakukan okupasi pada Juli 2018 dengan meminta bantuan oknum aparat dan OKP yang sampai sekarang masih dikuasai mereka.

Ia mengatakan pihaknya sudah melakukan berbagai upaya dengan pendekatan kepada pihak Pemko Binjai dan Pemprovsu dengan mengirimkan surat. 

Akan tetapi, sampai sekarang belum ada tindak lanjutnya. Bahkan, dikirim juga ke BPN Sumut maupun kabupaten/kota untuk meminta penjelasan terhadap lahan eks HGU yang dilakukan okupasi oleh PTPN II.

"Kita juga sudah menggugat ke Pengadilan Kota Binjai terkait persoalan ini, hasilnya kami menang dan keputusan sudah inkrah. Namun, pihak PTPN II melakukan upaya banding dan peninjauan kembali. Seiring upaya yang dilakukan tersebut, mereka tetap melakukan kegiatan okupasi dan menanam tebu. Padahal, setiap lahan yang bersengketa harus stanvas sampai proses hukum benar-benar tuntas," cetusnya.

Lebih lanjut Roy mengatakan, Kelurahan Tunggorono mulai bergabung dengan Kota Binjai sejak tahun 1986, dan ini ada legalitasnya yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 10/1986. 

Sementara, sertifikat yang dipergunakan PTPN II menjadi alas hak, terbit tahun 2003. Dikuatkan lagi dengan Keputusan Mendagri Nomor 47/2014, yang menyatakan tapal batas Binjai dengan Deli Serdang berada di Titi Sei Rambe.

"Apa mereka tidak mengetahui atau melihat tapal batas antara wilayah Desa Tunggorono di Deli Serdang dengan Kelurahan Tunggorono di Binjai? Kan sangat aneh dan janggal kalau tidak tahu. Kita juga sudah melakukan upaya persuasif kepada PTPN II tetapi tidak ditanggapi sampai sekarang," katanya.

Terkait persoalan ini, Ketua Jaringan Pendamping Kebijakan Pembangunan (JPKP) Sumut, Rudi Chairuriza Tanjung mengatakan, Sertifikat HGU Nomor 54 dan 55 Tahun 2003 yang dikeluarkan BPN Deli Serdang diduga maladministrasi. 

Pasalnya, berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 10/1986 pada pasal 2 ayat 1, pasal 2 ayat 1 huruf d, pasal 5 dan pasal 3 huruf b, bahwasanya seluruh wilayah Desa Tunggorono masuk ke dalam Kota Binjai tanpa terkecuali bukan sebagian.

Hal itu juga dikuatkan oleh Keputusan Mendagri Nomor 47/2014, bahwa pada saat dikeluarkannya peraturan pemerintah tersebut sudah jelas tanpa terkecuali wilayah Desa Tunggorono termasuk bagian dari Kota Binjai, bukan Deli Serdang. 

Maka dari itu, ada kesalahan dan patut diduga dalam penerbitan Sertifikat HGU Nomor 54 dan 55 Tahun 2003 yang diterbitkan BPN Deli Serdang. Seharusnya yang mengeluarkan sertifikat tersebut adalah BPN Binjai.

"Kita sudah surati kepada BPN Sumut yang ditembuskan ke DPRD dan Gubernur Sumut untuk meminta klarifikasi. Akan tetapi tidak ditanggapi hingga dikirimkan surat yang kedua sampai sekarang. Untuk itu, terkait persoalan administrasi yang carut-marut ini maka dikirimkan surat kepada Kepala Staf Kepresidenan guna membahasanya," pungkas Rudi.

 

Pewarta: Rel

Editor : Juraidi


COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2019