Regenerasi yayasan sosial Aksi Cepat Tanggap (ACT) dengan dipilihnya Ibnu Khajar sebagai Presiden ACT diharapkan bisa memperkuat dan mengembangkan organisasi kemanusiaan nirlaba dalam kancah nasional maupun global.
Organisasi perlu melakukan dinamisasi untuk penguatan dan pengembangan organisasi. Saat ini, Yayasan ACT tengah melakukan itu. Insyaallah semua harapan besar untuk makin memperkuat kontribusi bangsa melayani masyarakat yang terpapar bencana kemanusiaan bisa diemban dengan baik oleh Pak Ibnu Khajar selaku Presiden ACT yang baru karena beliau sudah membersamai ACT selama bertahun-tahun, sehingga tidak ada keraguan, jelas mantan presiden ACT Ahyudin dalam keterangan pers yang diterima di Jakarta, Jumat.
Ahyudin yang kini menjabat sebagai Pembina Yayasan Aksi Cepat Tanggap berpendapat regenerasi menjadi keniscayaan sebuah organisasi yang ingin berkembang pesat.
Ibnu Khajar telah lama berkiprah dalam pengembangan dan penguatan filantropi serta aksi kemanusiaan. Beberapa diantaranya adalah keterlibatannya pada pengelolaan sejumlah departemen di ACT, Disaster Management Institute of Indonesia (DMII)-ACT, dan Masyarakat Relawan Indonesia (MRI).
Didukung dengan kuatnya kontribusi Ibnu di bidang tersebut, ia pun diamanahkan sebagai Presiden ACT. Dengan amanah baru, Ibnu Khajar mengajak seluruh stakeholders ACT untuk menguatkan peran lembaga di kancah nasional maupun global dengan menjalin kolaborasi bersama seluruh unsur masyarakat, baik sipil maupun pemerintahan.
Saya terima sebuah amanah dari lembaga ini untuk memimpin sebuah lembaga yang telah berjalan selama 14 tahun. ACT, selama kiprahnya, terus membersamai Indonesia dalam setiap aksi kemanusiaan, baik dalam skala nasional maupun global. Harapannya, bangsa ini menjadi sebuah bangsa yang besar. Kami ingin bersama bangsa ini untuk menjadi bangsa yang sangat terdepan dalam menjalani program kemanusiaan, jelas Ibnu yang sebelumnya menjabat wakil presiden ACT.
Dalam mewujudkan harapan itu, menurut dia dibutuhkan kerja keras yang luar biasa dari seluruh elemen masyarakat. Mereka di antaranya publik, komunitas, relawan, korporasi, hingga pemerintah. Bersama seluruh stakeholder-nya, ACT membantu bangsa ini memberikan solusi pada permasalahan umat melalui jalur diplomasi kemanusiaan.
Maka kami ingin pada waktu terjadi bencana kemanusiaan, bangsa ini, baik pada level pemerintah atau pun pada level masyarakat sipil, dapat bergerak cepat. Kami sangat sadar dan berterima kasih, diantara lembaga-lembaga kemanusiaan, ACT diberikan kesempatan untuk menjadi lembaga terbesar di Indonesia yang membersamai pemerintah melakukan penanganan korban bencana di banyak tempat, terang Ibnu.
Sejak 2005, ACT senantiasa hadir dalam penanganan bencana dalam negeri seperti tsunami Aceh (2004-2005), gempa Yogyakarta (2006), erupsi Gunung Merapi (2010), gempa Pidie Jaya (2016), gempa Lombok (2018), dan gempa, tsunami, serta likuefaksi di Sulawesi tengah (2018). Hingga 2018, aksi-aksi kemanusiaan ini telah menjangkau lebih dari 30 juta penerima manfaat, dengan melibatkan sekitar 250 ribu relawan dan 230 ribu dermawan.
Tahun 2014 lalu menjadi awal bagi ACT untuk menjalin kolaborasi kemanusiaan dunia, bersamaan dengan visi baru: menjadi lembaga kemanusiaan global profesional, berbasis kedermawanan dan kerelawanan masyarakat global. Kini peran itu diikhtiarkan, semakin kuat, bukan hanya atas nama lembaga, melainkan memperkuat posisi bangsa sebagai bangsa yang berkiprah di kemanusiaan.
Kami juga menyampaikan terima kasih, untuk amanah yang diberikan kepada kami. Hal ini menjadi bukti bahwa kepercayaan publik kepada kami besar atas amanah yang kami tunaikan. Kedua, jangan pernah berhenti peduli karena sesungguhnya kepedulian adalah bagian dari karakter bangsa ini, karakter masyarakat Indonesia, tutup Ibnu.
COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2019