Kepala Bagian Hukum dan Perundangan Setdakab Tapanuli Utara, Alboin Butarbutar mengungkapkan, hingga saat ini Pemkab Taput masih tetap berjuang untuk penyertifikatan RSUD Tarutung karena pembangunan terkendala oleh klaim kepemilikan yang disampaikan Huria Kristen Batak Protestan kepada Badan Pertanahan Nasional.

"Hingga saat ini Pemkab Taput masih berjuang untuk melepas simpul sandera pembangunan RSUD Tarutung yang terkendala klaim HKBP," terang Alboin kepada ANTARA, Sabtu (15/6).

Disebutkan, urgensi penyertifikatan RSUD Tarutung semata-mata untuk percepatan proses pembangunan instansi pelayanan medis tersebut.

"Tanpa adanya sertifikat yang diterbitkan oleh BPN, pembangunan RSUD Tarutung akan selamanya terkendala. Sayangnya, upaya penyertifikatan yang dimohonkan masih terganjal klaim HKBP," jelasnya.

Padahal, kata Alboin, terdapat empat poin legalitas kepemilikan RSUD Tarutung atas nama pemerintah yang seharusnya dapat dijadikan sebagai dasar penerbitan sertifikat oleh BPN.

Keempat poin legalitas dimaksud terdiri atas peralihan berdasarkan aturan peralihan UUD 1945, penyerahan satu unit Rumah Sakit Umum Tarutung oleh Pemerintah Provinsi kepada Pemerintah Kabupaten Tapanuli Utara, penguasaan fisik RSUD Tarutung oleh pemerintah sejak 1945 hingga sekarang, serta sudah menjadi aset Pemkab Taput yang tercatat pada kartu inventaris barang A tanah dengan kode lokasi 12.02.08.07.02.56.01.01.

Disebutkan, proses pengajuan permohonan penerbitan sertifikat RSUD Tarutung telah dilakukan sebanyak tiga kali, yakni 2015, 2018, dan 2019.

"Terakhir kali, atas munculnya klaim HKBP, kantor ATR BPN Taput telah melakukan mediasi antara HKBP dan Pemkab Taput pada 22 Maret 2019, namun tidak membuahkan hasil," ungkapnya. 

Sementara, dalam proses pengajuan permohonan, melalui proses jejak pendapat yang dilakukan Pemkab Taput bersama BPN Pusat dan Ombudsman untuk permintaan "second opinion". 

Alboin menyebutkan, dalam kesempatan itu, Ombudsman berpendapat bahwa seharusnya BPN berpihak kepada kepentingan masyarakat banyak yang secara yuridis dan fisik RSUD Tarutung dikelola dan dikuasai oleh Pemkab Taput.

Mengingat hal ini, Pemkab Taput langsung melayangkan somasi pertama kepada kantor BPN Taput pada 29 April 2019 untuk menyikapi kendala pengajuan permohonan  karena dinilai telah salah menerapkan Permen ATR/BPN nomor 9/1999 tentang tata cara pemberian dan pembatalan hak atas tanah negara dan hal pengelolaan, PP 24/1997 tentang pendaftaran tanah, serta Permen ATR/BPN nomor 13/2017 tentang blokir dan sita.

"Demi kepentingan masyarakat, Pemkab siap mempertahankan kepemilikan RSUD atas klaim HKBP melalui jalur hukum bila ada gugatan timbul," ujar Alboin.

Sebelumnya diceritakan, baru-baru ini, pihaknya juga telah menggelar pertemuan dengan kelompok masyarakat keturunan Op Renatus Hutagalung dan keturunan Tertioes Simamora dari Siualuompu Tarutung, pemberi hibah lahan RSUD Tarutung.

Dikatakan, keturunan Op Renatus Hutagalung dan keturunan Tertioes Simamora dari Siualuompu Tarutung, pemberi hibah lahan RSUD Tarutung mempertanyakan perihal klaim HKBP atas lahan tersebut, sementara para orangtua mereka memberikannya kepada "Zending".

"Mereka ingin Pemkab yang memajukan dan mengembangkan lahan rumah sakit untuk kepentingan masyarakat," sebutnya.

Alboin berharap, BPN tidak ragu lagi atas keberadaan aset dimaksud dan segera menerbitkan sertifikat lahan RSUD Tarutung demi kepentingan masyarakat.

Pewarta: Rinto Aritonang

Editor : Juraidi


COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2019