Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menghargai putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta yang telah menjatuhkan vonis kepada Sekjen KONI Ending Fuad Hamidy dan Bendahara Umum KONI Johny E Awuy.
"Vonis yang dibacakan hakim tadi kami hargai dan KPK juga akan melakukan pikir-pikir, ini proses standar dalam penanganan kasus korupsi di persidangan. Jadi, kami pikir-pikir dan kami akan analisis juga," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di gedung KPK, Jakarta, Senin.
Untuk diketahui pada Senin ini, Ending telah divonis dua tahun dan delapan bulan penjara ditambah denda Rp100 juta subsider dua bulan kurungan. Sedangkan Johny divonis setahun dan delapan bulan penjara ditambah denda Rp50 juta subsider dua bulan kurungan.
Keduanya dinilai terbukti menyuap Deputi IV bidang Peningkatan Prestasi Olahraga Kemenpora Mulyana, Asisten Olahraga Prestasi pada Deputi Bidang Peningkatan Prestasi Olahraga Kemenpora Adhi Purnomo dan Staf Deputi IV Olahraga Prestasi Kemenpora Eko Triyanta agar dapat memperlancar dua proposal dana hibah yang diajukan oleh KONI.
"Termasuk jaksa perlu melihat fakta apa yang muncul di persidangan dan yang sudah dipertimbangkan oleh hakim karena kami juga menduga ada ruang lingkup perkara yang lain atau pihak lain yang mesti dilihat aspek pertanggungjawaban pidananya," kata Febri.
Lebih lanjut, ia mengatakan bahwa dua terdakwa tersebut memang telah bersikap terbuka selama proses penyidikan dan persidangan.
"Mereka sebenarnya relatif terbuka di tahap penyidikan, di persidangan. Itu juga dipertimbangkan oleh hakim, meskipun hanya salah satu dari mereka yang mengajukan 'justice collaborator' (JC) dan hakim sudah mengabulkan itu," ucap Febri.
Dalam putusan, hakim juga mengabulkan permohonan Ending sebagai JC atau saksi pelaku yang bekerja sama dengan penegak hukum meski JPU KPK tidak memberikan status tersebut kepada Ending.
Saat dikonfirmasi adanya indikasi keterlibatan pihak lain yang disebut dalam putusan itu, Febri menyatakan bahwa. Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK akan melakukan analisis terlebih dahulu.
"Bahwa ada indikasi keterlibatan pihak lain, jaksa akan melakukan analisis dan memberi rekomendasi ke pimpinan, apa akan diteruskan dengan proses hukum yang lain. Itu nanti baru bisa diputuskan kalau ada analisis dari JPU dan dibahas pimpinan," ungkap Febri.
Dalam putusan, hakim juga menilai bahwa asisten pribadi (aspri) Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Imam Nahrawi bernama Miftahul Ulum terbukti menerima Rp11,5 miliar serta ATM dan buku tabungan dari sekjen dan bendahara umum Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI).
"Untuk memenuhi "commitment fee" yang diminta, Ending Fuad Hamidy dan Johny E Awuy telah juga memberikan kepada Miftahul Ulum selaku aspri menteri melalui Arief Susanto selaku protokoler Kemenpora yang seluruhnya berjumlah Rp11,5 miliar untuk kepentingan Menpora," kata hakim Arifin di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin (20/5).
COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2019
"Vonis yang dibacakan hakim tadi kami hargai dan KPK juga akan melakukan pikir-pikir, ini proses standar dalam penanganan kasus korupsi di persidangan. Jadi, kami pikir-pikir dan kami akan analisis juga," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di gedung KPK, Jakarta, Senin.
Untuk diketahui pada Senin ini, Ending telah divonis dua tahun dan delapan bulan penjara ditambah denda Rp100 juta subsider dua bulan kurungan. Sedangkan Johny divonis setahun dan delapan bulan penjara ditambah denda Rp50 juta subsider dua bulan kurungan.
Keduanya dinilai terbukti menyuap Deputi IV bidang Peningkatan Prestasi Olahraga Kemenpora Mulyana, Asisten Olahraga Prestasi pada Deputi Bidang Peningkatan Prestasi Olahraga Kemenpora Adhi Purnomo dan Staf Deputi IV Olahraga Prestasi Kemenpora Eko Triyanta agar dapat memperlancar dua proposal dana hibah yang diajukan oleh KONI.
"Termasuk jaksa perlu melihat fakta apa yang muncul di persidangan dan yang sudah dipertimbangkan oleh hakim karena kami juga menduga ada ruang lingkup perkara yang lain atau pihak lain yang mesti dilihat aspek pertanggungjawaban pidananya," kata Febri.
Lebih lanjut, ia mengatakan bahwa dua terdakwa tersebut memang telah bersikap terbuka selama proses penyidikan dan persidangan.
"Mereka sebenarnya relatif terbuka di tahap penyidikan, di persidangan. Itu juga dipertimbangkan oleh hakim, meskipun hanya salah satu dari mereka yang mengajukan 'justice collaborator' (JC) dan hakim sudah mengabulkan itu," ucap Febri.
Dalam putusan, hakim juga mengabulkan permohonan Ending sebagai JC atau saksi pelaku yang bekerja sama dengan penegak hukum meski JPU KPK tidak memberikan status tersebut kepada Ending.
Saat dikonfirmasi adanya indikasi keterlibatan pihak lain yang disebut dalam putusan itu, Febri menyatakan bahwa. Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK akan melakukan analisis terlebih dahulu.
"Bahwa ada indikasi keterlibatan pihak lain, jaksa akan melakukan analisis dan memberi rekomendasi ke pimpinan, apa akan diteruskan dengan proses hukum yang lain. Itu nanti baru bisa diputuskan kalau ada analisis dari JPU dan dibahas pimpinan," ungkap Febri.
Dalam putusan, hakim juga menilai bahwa asisten pribadi (aspri) Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Imam Nahrawi bernama Miftahul Ulum terbukti menerima Rp11,5 miliar serta ATM dan buku tabungan dari sekjen dan bendahara umum Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI).
"Untuk memenuhi "commitment fee" yang diminta, Ending Fuad Hamidy dan Johny E Awuy telah juga memberikan kepada Miftahul Ulum selaku aspri menteri melalui Arief Susanto selaku protokoler Kemenpora yang seluruhnya berjumlah Rp11,5 miliar untuk kepentingan Menpora," kata hakim Arifin di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin (20/5).
COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2019