Masyarakat Sumatera Utara menyambut baik keinginan Presiden Joko Widodo yang telah menginstuksikan kepada para menterinya agar konflik lahan di sejumlah daerah dapat segera diselesaikan.

Masyarakat berharap instruksi Presiden tersebut segera direalisasikan oleh menteri terkait mengingat konflik tanah di Sumatera Utara semakin kompleks, terutama yang menyangkut tanah eks HGU PT Perkebunan Nusantara II. Mengingat sudah banyak yang telah jadi korban dari sengketa lahan eks HGU PTPN II di Sumatera Utara, tak terkecuali rakyat dan beberapa pengusaha yang harus meringkuk di tahanan akibat ulah segelintir oknum yang ditengarai mempermainkan aturan hukum di negeri ini.

Ketua Jaringan Pendamping Kebijakan Pembangunan (JPKP) Sumatera Utara, Trieyanto Sitepu selaku tim pendamping masyarakat kelompok tani melalui siaran pres yang diterima di Medan, Senin (6/5) mengapresiasi semangat Presiden Joko Widodo yang akan fokus menyelesaikan sengketa lahan antara rakyat dengan perusahaan, rakyat dengan BUMN, rakyat dengan pemerintah.

Trie menegaskan pihaknya sangat mendukung langkah Presiden tersebut. “Kami dukung langkah Presiden untuk menyelesaikan konflik tanah, terkhusus lahan eks HGU PTPN II di Sumatera Utara. Untuk itu, kami siap memberikan data permasalahan sengketa lahan, khususnya sengketa antara rakyat dengan PTPN II kepada Presiden,” katanya.

Trie menjelaskan sesuai UUD 1945 dan UU No. 5 Tahun 1960 tentang peraturan UUPA, tidak ada istilah Tanah Milik Negara, yang ada adalah tanah yang dikuasai oleh Negara.

Ia menambahkan dalam Pasal 33 Ayat 3 UUD 1945 telah jelas dan tegas mengamanatkan bahwa Bumi, Air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar besarnya kemakmuran rakyat.

Trie mempertanyakan pernyataan Kakanwil BPN Sumatera Utara baru-baru ini yang menyerukan kepada warga yang lahannya masuk dalam daftar nominatif penghapusbukuan lahan eks HGU PTPN II seluas 2.216 hektar agar segera menunaikan kewajibannya membayar sesuai harga yang telah ditetapkan Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP).

Ia menegaskan pernyataan ini seolah ingin menegaskan bahwa tanah eks HGU PTPN II tidak gratis. Trie juga mempertanyakan diktum ketiga dan keempat SK Kepala BPN No 42, 43, 44 Tahun 2002 serta surat keputusan Kepala BPN No.10 tahun 2004 yang menyatakan perlunya izin pelepasan aset dari Menteri BUMN, sementara status tanah milik negara.

“Ini aneh, DPW JPKP Sumut saat ini sedang melakukan investigasi dibalik keluarnya kebijakan yang tidak berpihak pada rakyat tersebut,” katanya sembari menambahkan hasil investigasi akan dilaporkan kepada Presiden untuk diambil tindakan tegas.

Trie Sitepu mengatakan JPKP telah menerima sejumlah pengaduan baik lisan maupun tulisan dari masyarakat terkait keberatan mereka atas kebijakan BPN Sumut tersebut, di saat tanah eks HGU tersebut sudah tidak dikuasai PTPN II dan sudah tidak ada aset tanaman di atasnya. Sedangkan menurut undang-undang pertanahan, yang perlu diganti rugi ke pemegang HGU lama hanya berupa tanaman dah benda/barang.

Ia memastikan seluruh pengaduan masyarakat tersebut akan dilaporkan kepada Presiden agar kepastian hukum dapat hadir di tengah-tengah masyarakat sesuai Nawacita Presiden Joko Widodo.

Jum’at pekan lalu, Presiden Joko Widodo menggelar rapat terbatas Percepatan Penyelesaian Masalah Pertanahan yang dihadiri oleh Menteri Koordinator bidang Perekonomian Darmin Nasution, Menteri Agraria Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Sofyan Djalil, Menteri BUMN Rini Soemarno dan menteri kabinet lainnya.

Dalam rapat terbatas itu, Presiden Joko Widodo meminta kepada para menterinya agar konflik lahan di sejumlah daerah dapat segera diselesaikan. “Kejadian-kejadian itu ada semuanya dan saya minta diselesaikan secepat-cepatnya, dituntaskan agar rakyat memiliki kepastian hukum ada rasa keadilan dan apa pun,” kata Presiden Joko Widodo di kantor Presiden Jakarta, Jumat (3/5).

Presiden menyatakan selalu ada yang membisiki kepadanya atau menemuinya mengenai terjadinya sengketa lahan, sengketa tanah, baik itu rakyat dengan perusahaan swasta, rakyat dengan BUMN maupun juga rakyat dengan pemerintah.

Presiden mencontohkan konflik tanah antara rakyat dengan PT Perkebunan di Kabupaten Kampar, Riau. Di Sumatera Utara juga ada terjadi konflik tanah eks HGU PTPN II yang telah banyak makan korban, termasuk pengusaha. Terlebih lagi selama 15 tahun lebih PTPN II tidak melakukan hapusbuku sehingga negara dirugikan dengan tidak bisa dimanfaatkannya lahan tesebut oleh masyarakat dan pemerintah setempat.

Dalam beberapa tahun lagi sebagian HGU PTPN II akan berakhir. Apabila tidak ada ketegasan pemerintah mencari jalan keluar, sejarah pahit ini akan berulang.

“Saya pernah menyampaikan konsesi yang diberikan kepada swasta maupun kepada BUMN kalau di tengahnya ada desa, ada kampung yang sudah bertahun-tahun hidup di situ kemudian mereka malah menjadi bagian dari konsesi itu, siapapun pemilik konsesi itu berikan, berikan kepada masyarakat kampung desa kepastian hukum,” ujar Presiden sembari mengancam BUMN yang tidak taat perintahnya akan dicabut konsesinya.

“Kalau yang diberi konsesi sulit-sulit cabut konsesinya. Saya sudah perintahkan ini cabut suruh konsesinya! Tegas! Rasa keadilan dan kepastian hukum harus dinomorsatukan. Sudah jelas di situ sudah hidup lama di situ malah kalah dengan konsesi yang baru saja diberikan,” ujar Presiden.

Pewarta: Rel

Editor : Riza Mulyadi


COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2019