Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan pada akhir 2017 menetapkan orangutan di Pulau Sumatera menjadi dua spesies yang berbeda, yaitu Pongo abelii  dan Pongo tapanuliensis.  

Status kedua orangutan tersebut l termasuk satwa yang dilindungi berdasarkan peraturan Menteri LHK Nomor P.20/Menlhk/ Setjen/Kum.1/6/2018 tentang Jenis Tumbuhan dan Satwa Dilindungi.

Dalam daftar IUCN Red List of Threatened Species (IUCN, 2017) telah dikategorikan sebagai satwa yang kritis terancam punah secara global (critically endangered).

Wanda Kuswanda, MSc, Peneliti Utama Balai Litbang LHK Aek Nauli, KLHK, mahasiswa Doktor Program PSL Universitas Sumatera Utara, dalam catatan tertulisnya kepada ANTARA, Minggu, mengatakan, keberadaan orangutan Tapanuli saat ini hanya tersisa di kawasan hutan Batangtoru.

Dengan perkiraan populasi antara 490 sampai 577 individu, orangutan Tapanuli tersebar dari habitat hutan dataran rendah sampai hutan pegunungan dengan kepadatan tertinggi ditemukan di atas 600 MDPL.  

Sebaran orangutan di Batangtoru lebih banyak pada habitat dataran tinggi karena sebagian besar hutan dataran rendah (di bawah 400 MDPL) telah banyak berubah menjadi lahan pertanian, perkebunan dan pemukiman masyarakat Suku Tapanuli.  

Orangutan telah bermigrasi ke daerah yang lebih tinggi untuk mencari habitat yang lebih aman dan sumber pakan pada habitat yang masih primer.

Orangutan Tapanuli mengonsumsi beragam jenis tanaman hutan. Mereka akan selalu bergerak mencari habitat yang ketersediaan pakannya melimpah, terutama buah-buahan.
 
Orangutan Tapanuli suka buah durian (Antara Sumut/Kodir/Istimewa)


Hasil penelitian penulis (Kuswanda) selama 15 tahun telah mengidentifikasi lebih dari 124 jenis pakan orangutan Tapanuli. Orangutan sangat membutuhkan variasi jenis tumbuhan pakan untuk memenuhi kebutuhan nutrisinya.

Tumbuhan pakan alami yang banyak dikonsumsi orangutan Tapanuli di antaranya  gala-gala (Ficus racemosa), medang nangka  (Elaeocarpus obtusus), beringin (Ficus benjamina),  hoteng  (Quercus maingayi), teurep (Artocarpus elasticus), motung  (Ficus toxicaria), asam hing (Dracontomelon dao) dan dongdong (Ficus fistulosa).  

Pemandangan yang sangat menarik adalah ketika menemukan orangutan saat makan buah durian (Durio zibethinus) di lahan masyarakat. Durian merupakan salah satu makanan favorit bagi orangutan sehingga banyak mereka yang turun ke lahan masyarakat ketika musim buah durian.

Orangutan bisa mengonsumsi 20-30 durian dalam sehari dan tinggal beberapa hari sampai buah durian hampir habis. Durian yang dikonsumsi oleh orangutan bukan hanya yang sudah masak tetapi yang masih mentah atau mengkal pun tetap mereka konsumsi.

Lebih menarik lagi, mereka mengambil durian yaitu dengan cara mengangkat dan menekan pada batang pohonnya sampai durian lepas. Mereka pun membuka durian dengan cara digigit baru dibuka dengan kedua tangannya.  

Sayangnya, rata-rata hanya sebagian saja buah durian yang mereka makan dan sisanya dijatuhkan ke tanah. Akan sangat beruntung jika menemukan orangutan sedang makan durian, karena dapat mengambil sisa durian mereka.  

Orangutan pintar memilih durian yang manis dan enak untuk dimakan.

Masyarakat di sekitar hutan Batangtoru sudah memahami perilaku orangutan yang suka mengambil durian di ladangnya.  Masyarakat terkadang mengusir orangutan kerena mereka merasa dirugikan secara ekonomi ketika tidak bisa memanen buah durian.

Mereka mengusir dengan membuat bakaran api di bawah pohon atau memukul-mukul pohon durian agar orangutan tersebut pergi.

Fakta ini tentunya perlu mendapat perhatian dari pemerintah pusat dan daerah serta para pihak lainnya secara serius agar tidak terjadi konflik antara orangutan dan manusia. Hal ini karena orangutan akan terusir bahkan bisa mati saat berkonflik dengan manusia.

Mitigasi konflik manusia dan orangutan perlu segera dikembangkan seperti pengayaan habitat dan mengembangkan ekonomi alternatif bagi masyarakat untuk mengganti kerugian akibat duriannya sering terlebih dahulu dikonsumsi oleh orangutan.

Pewarta: Kodir Pohan

Editor : Riza Mulyadi


COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2019