Terlihat masih letih sepulang dari ladang, perempuan separuh baya, Minah bre Sitepu, sumringah saat ditanya soal kesiapannya menyambut Pemilu 17 April 2019.
"Ya harus nyobloslah, itu penting," ujar Minah, warga Desa Bekerah, Siosar, soal bagaimana dia Merayakan Demokrasi Indonesia.
Kawasan hutan Siosar yang berada di dataran tinggi atau dikenal juga dengan Puncak 2000, kini telah menjadi pemukiman baru penduduk para korban erupsi Gunung Sinabung di Kabupaten Karo, Sumatera Utara.
Pemukiman yang dibuka oleh pemerintah seluas 458 hektare itu diperuntukkan untuk bangunan perumahan bagi 1.700 kepala keluarga yang sebelumnya tinggal di radius tiga kilometer, dari Gunung Sinabung, yakni dari Desa Sukameriah dan Desa Gurukinayan (Kecamatan Payung), dan dari Desa Bekerah, Desa Simacem dan Desa Kutatonggal (Kecamatan Naman Teran). Ada juga dari Desa Berastepu, Dusun Sibintun serta Desa Gamber (Kecamatan Simpang Empat).
Selain tempat bermukim, bagi pengungsi tersebut juga dibukakan lahan pertanian seluas sekitar 400 hektare.
Relokasi untuk Minah dan ribuan penduduk lainnya, tentu saja menjadi berkah tersendiri, dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Ia merasakan kehadiran pemerintah dalam membantu rakyatnya.
Minahpun bertutur, sejak terjadi musibah erupsi Sinabung yang membuat warga kehilangan rumah, harta benda, membuat dirinya menyadari perlunya pemerintah.
"Saya pikir warga lain pun sama," ujar Minah soal arti penting kehadiran pemerintah bagi masyarakat yang sedang dilanda musibah.
Ibu tiga anak itu menyebutkan kalau tidak ada pemerintah, warga di kaki Gunung Sinabung pasti kocar-kacir, seperti anak ayam kehilangan induknya. Tak tahu harus tinggal di mana lagi setelah rumah dan tempat bercocok tanam rusak akibat erupsi gunung setinggi 2.441 meter itu.
"Walau kawasan Siosar belum menjanjikan dibandingkan saat hidup di lahan subur di kaki gunung, kehidupan kami saat ini setidaknya sudah tenang," katanya.
Ketenangan dirasakan karena sudah ada rumah sendiri alias tidak lagi tidur bergelimpangan di tenda-tenda pengungsian.
Selain itu juga merasa lebih aman dari kawasan zona merah yang masih terlarang untuk ditempati penduduk sekitar kaki Gunung Sinabung.
Siosar memang jauh dari Gunung Sinabung. Untuk ke kawasan itu, memerlukan waktu sekitar satu jam dari Kabanjahe, ibu kota Kabupaten Karo. Jarak dari Kabanjahe ke Gunung Sinabung yang terletak di Kuta Gugung, Kecamatan Nema Teran, saja berjarak 24 kilometer atau sekitar 48 menit berkendara.
Karena merasakan perlu kehadiran pemerintah dalam membantu kehidupannya agar berjalan lebih baik, Minah beserta anak-anaknya dan warga lain di Siosar mengaku semakin antusias menggunakan hak suara di Pemilu 2019. Dia dan penduduk lain bisa secara serentak memilih presiden/wakil presiden, anggota DPR RI dari daerah pemilihan di Sumut, anggota DPD RI dari Sumut, anggota DPRD Sumut, dan anggota DPRD Kabupaten Karo.
Walaupun sosialisasi Pemilu 2019 tidak banyak dilakukan di Siosar namun dia sudah mengetahui bahwa pemilu tahun ini hanya berlangsung sekali dan secara serentak memilih presiden dan wakil rakyat.
"Apapun kondisinya, hak suara harus digunakan. Dengan menggunakan hak suara diharapkan terjadi pemerintahan yang lebih baik ke depannya," katanya.
Soal siapa yang dipilih termasuk calon presiden, Minah mengaku suda punya pilihan.
Yang pasti Minah berharap, ke depannya, Indonesia khususnya di Sumut semakin maju dalam segala hal.
Dia berharap, kehidupan masyarakat di Siosar semakin baik.
Warga lainnya Pendeta Rocky Marchiano Tarigan juga mengakui semakin tingginya kesadaran warga akan arti kehadiran pemerintah di tengah masyarakat.
Musibah bencana erupsi bukan saja membuat warga semakin beriman, tetapi juga sadar pentingnya arti pemerintah.
"Masyarakat tahu betul peran pemerintah," katanya.
Kesadaran nyoblos, ujar Pendeta di GBKP Bekarah Simacem Siosar itu sudah terlihat di Pilkada Gubernur Sumut 2018. Warga terlihat memadati tempat pemungutan suara (TPS) yang ditempatkan di jambur yang berada di sekitar pemukiman warga Siosar.
Data dari KPU Kabupaten Karo menunjukkan bahwa jumlah masyarakat yang terdaftar sebagai pemilih Pemilu 2019 sebanyak 284.312 orang, terdiri atas laki -laki sebanyak 137.719 orang dan perempuan sebanyak 146.543 orang.
Angka itu berdasarkan hasil rapat pleno terbuka penetapan rekapitulasi Daftar Pemilih Tetap Hasil Perbaikan 2 (DPTHP-2) Kabupaten Karo tanggal 17 Februari 2019.
Mereka tersebar di 269 desa/kelurahan dalam 17 kecamatan di Kabupaten Karo. Mereka akan memberikan suara di 1.139 TPS.
Karo kondusif
Karo, satu dari 33 kabupaten/kota di Sumatera Utara, sejak dahulu dikenal sebagai daerah objek wisata dan penghasil komoditi dari beragam tanaman hortikultura dengan orientasi ekspor.
Oleh karena sering didatangi warga luar, bahkan asing, warga Karo tampaknya menyadari arti pentingnya kedamaian di kabupaten itu.
Udaranya yang dingin juga tampaknya berpengaruh pada ketenangan warga, khususnya menjelang di pesta demokrasi yang digelar lima tahun sekali.
Data Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) menunjukkan, nyaris tak ada gejolak di daerah itu di setiap pesta demokrasi.
Meski selalu kondusif, pemerintah bersama jajaran TNI/Polri setempat tetap antisipatif dalam memantau dinamika masyarakat.
Mereka pun telah menggelar Deklarasi Pemilu Damai pada 2 Oktober 2018. Penandatanganan deklarasi Pemilu 2019 yang aman, damai, dan sejuk, itu berlangung di halaman markas Kepolisian Resor Tanah Karo.
Deklarasi pemilu damai itu diikuti oleh Forum Komunikasi Pimpinan daerah (Forkopimda) Karo, 16 pimpinan partai politik peserta Pemilu 2019, dan pimpinan berbagai organisasi kemasyarakatan.
Mereka menyepakati bahwa meskipun mengusung calon yang berbeda-beda namun mereka tetap bersaudara. Bersama-sama menciptakan pemilu yang aman dan damai.
Komandan Kodim 0205/Tanah Karo Letnan Kolonel Inf Taufik Rizal menyatakan bahwa pemerintah daerah bersama TNI/Polri terus melakukan koordinasi menyangkut keamanan khususnya menjelang Pemilu 2019 serentak.
Menurut dia, jaminan keamanan sangat penting dalam meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pemilu.
"Bagaimana warga mau memilih kalau mereka sejak awal sudah merasa tidak aman dan nyaman sehingga koordinasi menyangkut soal keamanan terus dilakukan," katanya.
Penjagaan keamanan dimulai dari upaya pencegahan. Peran serta warga sangat dibutuhkan dengan melaporkan sejak dini atas hal-hal yang mencurigakan kepada aparat.
Hingga kini belum ada laporan serius soal menyangkut ancaman gangguan keamanan jelang Pemilu.
Bupati Karo Terkelin Brahmana meyakini bahwa keamanan di Karo akan tetap terjaga jelang, saat, dan setelah Pemilu 2019.
Alasan dia, selain tingkat pendidikan termasuk pengetahuan politik masyarakat Karo semakin tinggi, warga daerah itu termasuk merupakan warga yang sadar hukum.
Dia memberi contoh Pemilu 2014 dan Pemilihan Gubernur Sumut 2018, tidak ada kasus yang menonjol termasuk di kawasan pengungsian dan relokasi Siosar.
Keamanan yang terjaga jelang Pemilu di Karo dibenarkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Bawaslu Karo.
Komisioner Bawaslu Karo Abraham Tarigan menyebutkan, hasil pantauan di lapangan memang belum ada indikasi yang dapat mengganggu pemilu.
Ketua KPU Kabupaten Karo Gemar Tarigan juga sependapat bahwa keamanan di Karo sangat kondusif sehingga pemilu dapat berjalan aman, lancar, dan damai.
Jambur
Jambur, bagi masyarakat Karo, merupakan gedung serba guna yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat untuk menggelar berbagai pertemuan.
Bangunan khas masyarakat suku Karo ini mudah ditemukan di desa-desa di Kabupaten Karo.
Jambur biasanya dipakai sebagai tempat hajat pesta adat Karo.
Pembangunan jambur biasanya didanai secara gotong royong atau patungan masyarakat desa.
Sejalan dengan perkembangan zaman, Jambur itu bisa digunakan untuk banyak kegiatan lain masyarakat termasuk untuk aktivitas pemerintah terkait kepentingan masyarakat.
Salah satu contoh aktivitas pemerintah di jambur adalah menjadikan jambur itu sebagai tempat pemungutan suara (TPS) dalam pemilu.
Di Siosar, sebuah kawasan relokasi pengungsi erupsi Gunung Sinabung, jambur dipakai sebagai TPS sejak Pemilihan Gubernur 2018.
Ketua Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Karo Gemar Tarigan membenarkan jambur di Siosar sebagai TPS di Pemilu 2019. Jambur menjadi tempat masyarakat memberikan suara dalam Merayakan Demokrasi Indonesia.
Jambur dimanfaatkan sebagai TPS untuk mempermudah warga Siosar menggunakan hak suaranya.
"Tidak mungkin ada warga yang tidak tahu di mana lokasi jambur," katanya.
Penempatan TPS di jambur juga untuk penghematan anggaran sekaligus menjaga keamanan dari banyak faktor seperti hujan.
Pendeta Gereja Bekera, Simacem, Rocky Marchiano Tarigan, menyambut baik pemamanfaat jambur sebagai TPS.
"Sepanjang kegiatan positif untuk kepentingan warga, tidak ada masalah," ujarnya.
Warga lain, Minah bre Sitepu, menyatakan TPS di jambur justru memudahkan warga datang ke lokasi pencoblosan kertas suara.
Ia menceritakan, saat pemilihan gubernur tahun lalu, warga sejak pagi, sebelum berladang, sudah.memadati TPS di jambur.
Karena di Siosar ada tiga desa maka ada tiga jambur yang menjadi TPS.
Tiga jambur di Siosar dibangun pemerintah melalui Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) sejalan dengan pembangunan rumah dan fasilitas umum dan sosial lainnya di kawasan itu. Saat ANTARA berkunjung ke jambur di Bekerah, Siosar, pekan lalu, kondisi jambur terlihat kurang terawat seperti plafon bolong.
Pemerintah pada 2016 menempatkan pengungsi asal Desa Bekerah dan Desa Simacem (Kecamatan Naman Teran) dan Desa Sukameriah Kecamatan Payung itu ke Siosar.
Kawasan Siosar merupakan wilayah yang berada di antara Kecamatan Merek dan Tiga Panah. Sejak Januari 2019 sudah ditetapkan oleh Kementerian Dalam Negeri bahwa ketiga desa tersebut masuk di Kecamatan Tiga Panah.
Pengesahan wilayah Siosar di Kecamatan Tiga Panah sudah dilakukan Ditjen Bina Pemerintahan Desa Kementerian Dalam Negeri.
Data KPU setempat menunjukkan secara total di Kecamatan Tiga Panah ada 93 TPS untuk warga di 26 desa/kelurahan.
Di Kecamatan Tiga Panah, termasuk Siosar, ada pemilih sebanyak 24.493 jiwa terdiri atas pria 11.712 orang dan perempuan sebanyak 12.781 orang.
Jumlah pemilih sebanyak 24.493 jiwa, bertambah dari pemilu sebelumnya sebanyak 24.324 orang.
COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2019
"Ya harus nyobloslah, itu penting," ujar Minah, warga Desa Bekerah, Siosar, soal bagaimana dia Merayakan Demokrasi Indonesia.
Kawasan hutan Siosar yang berada di dataran tinggi atau dikenal juga dengan Puncak 2000, kini telah menjadi pemukiman baru penduduk para korban erupsi Gunung Sinabung di Kabupaten Karo, Sumatera Utara.
Pemukiman yang dibuka oleh pemerintah seluas 458 hektare itu diperuntukkan untuk bangunan perumahan bagi 1.700 kepala keluarga yang sebelumnya tinggal di radius tiga kilometer, dari Gunung Sinabung, yakni dari Desa Sukameriah dan Desa Gurukinayan (Kecamatan Payung), dan dari Desa Bekerah, Desa Simacem dan Desa Kutatonggal (Kecamatan Naman Teran). Ada juga dari Desa Berastepu, Dusun Sibintun serta Desa Gamber (Kecamatan Simpang Empat).
Selain tempat bermukim, bagi pengungsi tersebut juga dibukakan lahan pertanian seluas sekitar 400 hektare.
Relokasi untuk Minah dan ribuan penduduk lainnya, tentu saja menjadi berkah tersendiri, dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Ia merasakan kehadiran pemerintah dalam membantu rakyatnya.
Minahpun bertutur, sejak terjadi musibah erupsi Sinabung yang membuat warga kehilangan rumah, harta benda, membuat dirinya menyadari perlunya pemerintah.
"Saya pikir warga lain pun sama," ujar Minah soal arti penting kehadiran pemerintah bagi masyarakat yang sedang dilanda musibah.
Ibu tiga anak itu menyebutkan kalau tidak ada pemerintah, warga di kaki Gunung Sinabung pasti kocar-kacir, seperti anak ayam kehilangan induknya. Tak tahu harus tinggal di mana lagi setelah rumah dan tempat bercocok tanam rusak akibat erupsi gunung setinggi 2.441 meter itu.
"Walau kawasan Siosar belum menjanjikan dibandingkan saat hidup di lahan subur di kaki gunung, kehidupan kami saat ini setidaknya sudah tenang," katanya.
Ketenangan dirasakan karena sudah ada rumah sendiri alias tidak lagi tidur bergelimpangan di tenda-tenda pengungsian.
Selain itu juga merasa lebih aman dari kawasan zona merah yang masih terlarang untuk ditempati penduduk sekitar kaki Gunung Sinabung.
Siosar memang jauh dari Gunung Sinabung. Untuk ke kawasan itu, memerlukan waktu sekitar satu jam dari Kabanjahe, ibu kota Kabupaten Karo. Jarak dari Kabanjahe ke Gunung Sinabung yang terletak di Kuta Gugung, Kecamatan Nema Teran, saja berjarak 24 kilometer atau sekitar 48 menit berkendara.
Karena merasakan perlu kehadiran pemerintah dalam membantu kehidupannya agar berjalan lebih baik, Minah beserta anak-anaknya dan warga lain di Siosar mengaku semakin antusias menggunakan hak suara di Pemilu 2019. Dia dan penduduk lain bisa secara serentak memilih presiden/wakil presiden, anggota DPR RI dari daerah pemilihan di Sumut, anggota DPD RI dari Sumut, anggota DPRD Sumut, dan anggota DPRD Kabupaten Karo.
Walaupun sosialisasi Pemilu 2019 tidak banyak dilakukan di Siosar namun dia sudah mengetahui bahwa pemilu tahun ini hanya berlangsung sekali dan secara serentak memilih presiden dan wakil rakyat.
"Apapun kondisinya, hak suara harus digunakan. Dengan menggunakan hak suara diharapkan terjadi pemerintahan yang lebih baik ke depannya," katanya.
Soal siapa yang dipilih termasuk calon presiden, Minah mengaku suda punya pilihan.
Yang pasti Minah berharap, ke depannya, Indonesia khususnya di Sumut semakin maju dalam segala hal.
Dia berharap, kehidupan masyarakat di Siosar semakin baik.
Warga lainnya Pendeta Rocky Marchiano Tarigan juga mengakui semakin tingginya kesadaran warga akan arti kehadiran pemerintah di tengah masyarakat.
Musibah bencana erupsi bukan saja membuat warga semakin beriman, tetapi juga sadar pentingnya arti pemerintah.
"Masyarakat tahu betul peran pemerintah," katanya.
Kesadaran nyoblos, ujar Pendeta di GBKP Bekarah Simacem Siosar itu sudah terlihat di Pilkada Gubernur Sumut 2018. Warga terlihat memadati tempat pemungutan suara (TPS) yang ditempatkan di jambur yang berada di sekitar pemukiman warga Siosar.
Data dari KPU Kabupaten Karo menunjukkan bahwa jumlah masyarakat yang terdaftar sebagai pemilih Pemilu 2019 sebanyak 284.312 orang, terdiri atas laki -laki sebanyak 137.719 orang dan perempuan sebanyak 146.543 orang.
Angka itu berdasarkan hasil rapat pleno terbuka penetapan rekapitulasi Daftar Pemilih Tetap Hasil Perbaikan 2 (DPTHP-2) Kabupaten Karo tanggal 17 Februari 2019.
Mereka tersebar di 269 desa/kelurahan dalam 17 kecamatan di Kabupaten Karo. Mereka akan memberikan suara di 1.139 TPS.
Karo kondusif
Karo, satu dari 33 kabupaten/kota di Sumatera Utara, sejak dahulu dikenal sebagai daerah objek wisata dan penghasil komoditi dari beragam tanaman hortikultura dengan orientasi ekspor.
Oleh karena sering didatangi warga luar, bahkan asing, warga Karo tampaknya menyadari arti pentingnya kedamaian di kabupaten itu.
Udaranya yang dingin juga tampaknya berpengaruh pada ketenangan warga, khususnya menjelang di pesta demokrasi yang digelar lima tahun sekali.
Data Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) menunjukkan, nyaris tak ada gejolak di daerah itu di setiap pesta demokrasi.
Meski selalu kondusif, pemerintah bersama jajaran TNI/Polri setempat tetap antisipatif dalam memantau dinamika masyarakat.
Mereka pun telah menggelar Deklarasi Pemilu Damai pada 2 Oktober 2018. Penandatanganan deklarasi Pemilu 2019 yang aman, damai, dan sejuk, itu berlangung di halaman markas Kepolisian Resor Tanah Karo.
Deklarasi pemilu damai itu diikuti oleh Forum Komunikasi Pimpinan daerah (Forkopimda) Karo, 16 pimpinan partai politik peserta Pemilu 2019, dan pimpinan berbagai organisasi kemasyarakatan.
Mereka menyepakati bahwa meskipun mengusung calon yang berbeda-beda namun mereka tetap bersaudara. Bersama-sama menciptakan pemilu yang aman dan damai.
Komandan Kodim 0205/Tanah Karo Letnan Kolonel Inf Taufik Rizal menyatakan bahwa pemerintah daerah bersama TNI/Polri terus melakukan koordinasi menyangkut keamanan khususnya menjelang Pemilu 2019 serentak.
Menurut dia, jaminan keamanan sangat penting dalam meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pemilu.
"Bagaimana warga mau memilih kalau mereka sejak awal sudah merasa tidak aman dan nyaman sehingga koordinasi menyangkut soal keamanan terus dilakukan," katanya.
Penjagaan keamanan dimulai dari upaya pencegahan. Peran serta warga sangat dibutuhkan dengan melaporkan sejak dini atas hal-hal yang mencurigakan kepada aparat.
Hingga kini belum ada laporan serius soal menyangkut ancaman gangguan keamanan jelang Pemilu.
Bupati Karo Terkelin Brahmana meyakini bahwa keamanan di Karo akan tetap terjaga jelang, saat, dan setelah Pemilu 2019.
Alasan dia, selain tingkat pendidikan termasuk pengetahuan politik masyarakat Karo semakin tinggi, warga daerah itu termasuk merupakan warga yang sadar hukum.
Dia memberi contoh Pemilu 2014 dan Pemilihan Gubernur Sumut 2018, tidak ada kasus yang menonjol termasuk di kawasan pengungsian dan relokasi Siosar.
Keamanan yang terjaga jelang Pemilu di Karo dibenarkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Bawaslu Karo.
Komisioner Bawaslu Karo Abraham Tarigan menyebutkan, hasil pantauan di lapangan memang belum ada indikasi yang dapat mengganggu pemilu.
Ketua KPU Kabupaten Karo Gemar Tarigan juga sependapat bahwa keamanan di Karo sangat kondusif sehingga pemilu dapat berjalan aman, lancar, dan damai.
Jambur
Jambur, bagi masyarakat Karo, merupakan gedung serba guna yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat untuk menggelar berbagai pertemuan.
Bangunan khas masyarakat suku Karo ini mudah ditemukan di desa-desa di Kabupaten Karo.
Jambur biasanya dipakai sebagai tempat hajat pesta adat Karo.
Pembangunan jambur biasanya didanai secara gotong royong atau patungan masyarakat desa.
Sejalan dengan perkembangan zaman, Jambur itu bisa digunakan untuk banyak kegiatan lain masyarakat termasuk untuk aktivitas pemerintah terkait kepentingan masyarakat.
Salah satu contoh aktivitas pemerintah di jambur adalah menjadikan jambur itu sebagai tempat pemungutan suara (TPS) dalam pemilu.
Di Siosar, sebuah kawasan relokasi pengungsi erupsi Gunung Sinabung, jambur dipakai sebagai TPS sejak Pemilihan Gubernur 2018.
Ketua Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Karo Gemar Tarigan membenarkan jambur di Siosar sebagai TPS di Pemilu 2019. Jambur menjadi tempat masyarakat memberikan suara dalam Merayakan Demokrasi Indonesia.
Jambur dimanfaatkan sebagai TPS untuk mempermudah warga Siosar menggunakan hak suaranya.
"Tidak mungkin ada warga yang tidak tahu di mana lokasi jambur," katanya.
Penempatan TPS di jambur juga untuk penghematan anggaran sekaligus menjaga keamanan dari banyak faktor seperti hujan.
Pendeta Gereja Bekera, Simacem, Rocky Marchiano Tarigan, menyambut baik pemamanfaat jambur sebagai TPS.
"Sepanjang kegiatan positif untuk kepentingan warga, tidak ada masalah," ujarnya.
Warga lain, Minah bre Sitepu, menyatakan TPS di jambur justru memudahkan warga datang ke lokasi pencoblosan kertas suara.
Ia menceritakan, saat pemilihan gubernur tahun lalu, warga sejak pagi, sebelum berladang, sudah.memadati TPS di jambur.
Karena di Siosar ada tiga desa maka ada tiga jambur yang menjadi TPS.
Tiga jambur di Siosar dibangun pemerintah melalui Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) sejalan dengan pembangunan rumah dan fasilitas umum dan sosial lainnya di kawasan itu. Saat ANTARA berkunjung ke jambur di Bekerah, Siosar, pekan lalu, kondisi jambur terlihat kurang terawat seperti plafon bolong.
Pemerintah pada 2016 menempatkan pengungsi asal Desa Bekerah dan Desa Simacem (Kecamatan Naman Teran) dan Desa Sukameriah Kecamatan Payung itu ke Siosar.
Kawasan Siosar merupakan wilayah yang berada di antara Kecamatan Merek dan Tiga Panah. Sejak Januari 2019 sudah ditetapkan oleh Kementerian Dalam Negeri bahwa ketiga desa tersebut masuk di Kecamatan Tiga Panah.
Pengesahan wilayah Siosar di Kecamatan Tiga Panah sudah dilakukan Ditjen Bina Pemerintahan Desa Kementerian Dalam Negeri.
Data KPU setempat menunjukkan secara total di Kecamatan Tiga Panah ada 93 TPS untuk warga di 26 desa/kelurahan.
Di Kecamatan Tiga Panah, termasuk Siosar, ada pemilih sebanyak 24.493 jiwa terdiri atas pria 11.712 orang dan perempuan sebanyak 12.781 orang.
Jumlah pemilih sebanyak 24.493 jiwa, bertambah dari pemilu sebelumnya sebanyak 24.324 orang.
COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2019