Peneliti yang juga Guru Besar Tetap Ekofisiologi Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor (IPB), Prof Dr Ir Sandra Arifin Aziz mengemukakan hingga saat ini, dari sekitar 90.000 jenis tanaman yang tumbuh di Indonesia, 9.600 teridentifikasi digunakan sebagai tanaman obat.
"Yakni dengan berbagai formula dan terindikasi memiliki kegunaan untuk pengobatan atau sayuran fungsional," katanya melalui Humas IPB di Bogor, Jawa Barat, Sabtu.
Ia menjelaskan bahwa sebagian besar dari tanaman obat tersebut masih merupakan tumbuhan liar di hutan dan belum dibudidayakan.
Meski punya kekayaan tumbuhan dengan aneka manfaat obat itu, Sandra Arifin Aziz mengingatkan hal yang saat ini perlu disadari adalah adanya ancaman bagi pengakuan tumbuhan yang ada di Indonesia dimaksud.
"Ancaman pengakuan dari negara tetangga yang serumpun dengan Indonesia terhadap jenis-jenis tumbuhan dan tanaman potensial sebagai kedaulatan dan hak kekayaan Indonesia merupakan hal yang perlu diperhatikan," katanya.
Ia memberi rujukan sejumlah jenis tumbuhan potensial di daerah tropis yang ada di Indonesia itu seperti bambu, anggrek, dan yang terpenting adalah tanaman obat sebagai sumber bahan baku pengobatan.
Dia mengatakan terdapat beberapa kelemahan yang perlu untuk dibenahi oleh pemangku kebijakan dalam menjaga kekayaan hayati yang dimiliki Indonesia.
Dia mengatakan berbagai kelemahan itu sampai saat ini belum tersedia Standard Operating Procedure (SOP) budi daya, ketersediaan bahan tanaman yang terbatas, dan teknologi pengolahan yang umumnya masih tradisional dan tidak higienis, termasuk membuat banyak tanaman obat belum dibudidayakan.
Menurut dia, hal tersebut disebabkan oleh masih kurangnya kesadaran dalam melakukan teknik budi daya maupun penanganan pascapanen yang terstandariasasi sehingga tanaman obat lokal yang potensial tidak termanfaatkan dengan baik.
Ia menegaskan bahwa tanaman obat sangat berperan dalam menyediakan bahan baku terstandar yang bermutu dan berkelanjutan. SOP budi daya tanaman obat, kata dia, diperlukan untuk berbagai tanaman obat akibat kekhasan setiap jenis spesies tanaman obat.
Ia menambahkan ketersediaan bahan baku obat yang terstandar diperlukan akibat berbagai penyakit yang ditemukan misalnya penyakit-penyakit infeksius, non-ifeksius dan degeneratif yang ada pada saat ini, dan di masa mendatang.
Sandra menambahkan sebanyak 50 persen spesies yang saat ini berada di hutan hujan tropis, menjadi sumber tanaman dan bahan baku obat.
Menurut dia tanaman yang berada di daerah tropika berasal dari tumbuhan di hutan alam atau tanaman yang dibudidayakan.
Fenomena ini, kata dia, seharusnya membuat bangsa Indonesia menghargai kekayaan jenis tumbuhan di daerah tropis sebagai kedaulatan dan hak kekayaan milik Indonesia, yang disesuaikan dengan konvensi keragaman biologi dunia.
Indonesia memiliki potensi kekayaan obat tradisional yang terekspresikan dengan keragaman etnis, sehingga kemudian menjadi pengetahuan sistem pengobatan tradisional dan penggunaan tanaman obat untuk kesehatan, demikian Sandra Arifin Aziz.
COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2019
"Yakni dengan berbagai formula dan terindikasi memiliki kegunaan untuk pengobatan atau sayuran fungsional," katanya melalui Humas IPB di Bogor, Jawa Barat, Sabtu.
Ia menjelaskan bahwa sebagian besar dari tanaman obat tersebut masih merupakan tumbuhan liar di hutan dan belum dibudidayakan.
Meski punya kekayaan tumbuhan dengan aneka manfaat obat itu, Sandra Arifin Aziz mengingatkan hal yang saat ini perlu disadari adalah adanya ancaman bagi pengakuan tumbuhan yang ada di Indonesia dimaksud.
"Ancaman pengakuan dari negara tetangga yang serumpun dengan Indonesia terhadap jenis-jenis tumbuhan dan tanaman potensial sebagai kedaulatan dan hak kekayaan Indonesia merupakan hal yang perlu diperhatikan," katanya.
Ia memberi rujukan sejumlah jenis tumbuhan potensial di daerah tropis yang ada di Indonesia itu seperti bambu, anggrek, dan yang terpenting adalah tanaman obat sebagai sumber bahan baku pengobatan.
Dia mengatakan terdapat beberapa kelemahan yang perlu untuk dibenahi oleh pemangku kebijakan dalam menjaga kekayaan hayati yang dimiliki Indonesia.
Dia mengatakan berbagai kelemahan itu sampai saat ini belum tersedia Standard Operating Procedure (SOP) budi daya, ketersediaan bahan tanaman yang terbatas, dan teknologi pengolahan yang umumnya masih tradisional dan tidak higienis, termasuk membuat banyak tanaman obat belum dibudidayakan.
Menurut dia, hal tersebut disebabkan oleh masih kurangnya kesadaran dalam melakukan teknik budi daya maupun penanganan pascapanen yang terstandariasasi sehingga tanaman obat lokal yang potensial tidak termanfaatkan dengan baik.
Ia menegaskan bahwa tanaman obat sangat berperan dalam menyediakan bahan baku terstandar yang bermutu dan berkelanjutan. SOP budi daya tanaman obat, kata dia, diperlukan untuk berbagai tanaman obat akibat kekhasan setiap jenis spesies tanaman obat.
Ia menambahkan ketersediaan bahan baku obat yang terstandar diperlukan akibat berbagai penyakit yang ditemukan misalnya penyakit-penyakit infeksius, non-ifeksius dan degeneratif yang ada pada saat ini, dan di masa mendatang.
Sandra menambahkan sebanyak 50 persen spesies yang saat ini berada di hutan hujan tropis, menjadi sumber tanaman dan bahan baku obat.
Menurut dia tanaman yang berada di daerah tropika berasal dari tumbuhan di hutan alam atau tanaman yang dibudidayakan.
Fenomena ini, kata dia, seharusnya membuat bangsa Indonesia menghargai kekayaan jenis tumbuhan di daerah tropis sebagai kedaulatan dan hak kekayaan milik Indonesia, yang disesuaikan dengan konvensi keragaman biologi dunia.
Indonesia memiliki potensi kekayaan obat tradisional yang terekspresikan dengan keragaman etnis, sehingga kemudian menjadi pengetahuan sistem pengobatan tradisional dan penggunaan tanaman obat untuk kesehatan, demikian Sandra Arifin Aziz.
COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2019