New York  (Antaranews Sumut) - Kurs dolar AS melemah pada akhir perdagangan Jumat (Sabtu pagi WIB), setelah laporan penggajian (payrolls) non pertanian AS untuk Januari menunjukkan inflasi upah sangat rendah, menegaskan sikap sabar Federal Reserve pada kenaikan suku bunga lebih lanjut.

Greenback memang melesat lebih tinggi setelah rilis kenaikan lapangan kerja yang kuat, tetapi dengan cepat kembali ke levelnya sebelum data, dengan para analis mengutip angka pendapatan rata-rata per jam, yang naik hanya 0,1 persen, dibandingkan dengan ekspektasi untuk 0,3 persen.

Di luar berita utama kenaikan lapangan pekerjaan, dolar AS menjadi lebih sensitif terhadap inflasi upah selama setahun terakhir.

Laporan tersebut menunjukkan ekonomi AS menciptakan 304.000 pekerjaan baru, tertinggi dalam 11 bulan, melampaui perkiraan 165.000 pekerjaan. Namun demikian, tingkat pengangguran naik ke tertinggi tujuh bulan sebesar 4,0 persen.

"Kami mengalami kenaikan tajam dalam dolar AS berdasarkan kenaikan kuat dalam daftar gaji serta laporan keseluruhan yang solid," kata Eric Viloria, ahli strategi FX di Credit Agricole.

"Tetapi kehilangan upah mungkin memperkuat pendekatan sabar oleh Fed dan itu telah menahan dolar," tambahnya.

Kontrak-kontrak yang terkait dengan kebijakan suku bunga The Fed telah mengacu pada setiap peluang kenaikan suku bunga 2019, setelah Ketua Fed Jerome Powell pada Rabu (30/1) mengatakan kasus kenaikan suku bunga telah melemah, dan memperkirakan sekitar satu dari tiga peluang penurunan suku bunga pada akhir tahun.

Tetapi setelah data pekerjaan, pedagang mengurangi spekulasi penurunan suku bunga, meskipun mereka terus bertaruh terhadap kenaikan suku bunga.

Indeks dolar AS, yang mengukur greenback terhadap enam mata uang utama lainnya, turun 0,01 persen menjadi 95,5705 pada pukul 03.00 (20.00 GMT).

Euro, sementara itu, naik 0,2 persen menjadi 1,1471 dolar AS, sementara dolar AS naik 0,2 persen terhadap yen menjadi 109,02 yen.

Sentimen risiko yang lebih luas tetap agak kuat setelah negosiator terkemuka AS pada Kamis (31/1) melaporkan "kemajuan substansial" dalam dua hari pembicaraan tingkat tinggi tentang perdagangan dengan China.

Dolar AS secara luas diperkirakan akan melemah tahun ini karena Federal Reserve berubah lebih berhati-hati tentang kenaikan suku bunganya.

"Prospek untuk aset-aset AS tetap relatif tidak menarik dan investor harus berbelanja di tempat lain," kata Hans Redeker, kepala strategi mata uang global di Morgan Stanley di London.

"Prospek pasar ekuitas AS yang lemah akan menjaga pemberi imbal hasil rendah seperti yen dan crown Swedia didukung," tambahnya.

Pewarta: Antara/Reuters

Editor : Akung


COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2019