Medan  (Antaranews Sumut) -Populasi  Trenggiling di Indonesia semakin terancam punah karena  banyak diburu untuk diperjualkan belikan hingga ke luar negeri. 
     
"Satwa nokturnal pemakan semut yang habitatnya banyak ditemukan di Asia dan Afrika itu sudah sulit ditemukan di hutan Indonesia," ujar ekolog satwa liar World Wide Fund for Nature (WWF), Sunarto di Medan, Senin.
     
Berbicara di acara Talkshow dan Media Gathering Kampanye Mencegah Perdagangan Ilegal Satwa Liar yang digelar WWF, Sunarto menyebutkan perlu keseriusan Pemerintah Indonesia dalam mengantisipasi dan menangani kasus perdagangan satwa.
     
Dia mengakui, penegakan hukum atas pelaku perdagangan satwa liar yang dilakukan Pemerintah Indonesia sudah semakin baik atau bagus.
     
Tetapi kalau dibandingkan tindakan nakal pelaku perdagangan satwa itu yang semakin tinggi, upaya Pemerintah Indonesia belum bisa dikatakan maksimal.
     
"Untuk itu perlu keterlibatan masyarakat untuk membantu perlindungan satwa dari kepunahan," katanya.
     
Keterlibatan masyarakat semakin diperlukan karena bukan hanya trenggiling yang hampir punah, tetapi juga banyak jenis hewan lainnya seperti rangkong dan burung.
     
Apalagi, katanya, dewasa ini, hampir semua negara dijadikan negara tujuan perdagangan liar  itu.
     
"Kalau dulu China (RRT) yang sering jadi tujuan utama perdagangan satwa itu, sekarang hampir semua negara.Bahkan indonesia juga termasuk menjadi  tempat perdagangan liar satwa ," ujar Sunarto.
     
Trenggiling itu diminati karena permintaan sangat tinggi termasuk untuk obat.
   
Artis  Chicco Jericho yang pencinta gajah dan menjadi warrior WWF menyebutkan, harus ada hukuman berat bagi pelaku perdagangan satwa liar agar ada efek jera.
     
Dia juga berharap kesaadaran masyarakat membantu perlindungan satwa semakin tinggi.
     
"Tidak bisa mengandalkan pemerintah saja, karena selain perdagangan itu semakin dilakukan dengan berbagai cara juga semua masyarakat membutuhkan lingkungan yang terjaga," katanya.
    
 

Pewarta: Evalisa Siregar

Editor : Juraidi


COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2019