Taput (Antaranews Sumut) - Kepala Bagian Perekonomian Pemerintah Kabupaten Tapanuli Utara, Fajar Maningsing Gultom mengatakan penerapan kuota gas elpiji 3 kg untuk daerah itu yang didasarkan pada asumsi kebutuhan penggunaan gas sebanyak 6,2 kg per bulan untuk 57.777 kepala keluarga sasaran menjadi pemicu persoalan yang berdampak pada terjadinya kelangkaan dan kenaikan harga jual gas bersubsidi.

"Hingga saat ini jumlah kuota gas bersubsidi untuk Taput masih didasarkan pada asumsi penggunaan 6,2 kg per bulan untuk 57.777 rumah tangga," ujarnya kepada Antara, Kamis.

Disebutkan, data tersebut merupakan hasil kajian perusahaan yang dihunjuk Kementerian Sosial dalam pendataan kebutuhan gas subsidi di saat penggunaan minyak tanah diprogramkan pengalihannya ke bahan bakar gas pada 2010.

"Saat ini kebutuhan penggunaan untuk setiap rumah tangga sasaran sudah mencapai 12 kg per bulan, sehingga nilai asumsi yang menjadi dasar perhitungan kuota penyaluran gas harusnya sudah dua kali lipat," katanya.

Fajar menyebutkan, hal tersebut akan menjadi bahan masukan Pemkab Taput untuk disampaikan kepada Pertamina, sehingga tidak lagi menimbulkan persoalan kelangkaan gas elpiji.

"Berdasarkan nilai asumsi 6,2 kg, total kuota untuk Taput adalah 4.298 metrik ton. Namun, nilai tersebut telah mendapatkan penambahan berdasarkan usulan kita sehingga untuk 2018 kuota Taput adalah sebanyak 5.469 metrik ton atau 1.823.000 tabung," jelasnya. 

Menurut dia, seharusnya bila asumsi tingkat kebutuhan sebanyak 12 kg diterapkan, nilai kuota tersebut menjadi 8.329 metrik ton atau 2.773.000 tabung.

"Kita yakin, bila asumsi dasar perhitungan kuota dapat 'di-update', maka persoalan yang dihadapi masyarakat sebagai sasaran penerima gas elpiji bersubsidi akan tuntas," katanya.

Pewarta: Rinto Aritonang

Editor : Riza Mulyadi


COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2018