Medan (Antaranews Sumut) - Lembaga Penjamin Simpanan atau LPS menilai  89 Bank Perkreditan Rakyat/BPR  yang ditutup hingga 2018 karena kesalahan bank itu sendiri, bukan karena dampak persaingan.
     
"Dari 90 bank yang ditutup  hingga September 2018, terbesar atau 89 berupa BPR dan kolapsnya bank itu karena kesalahan direksi, manajemen atau karyawannya,"ujar Direktur Group Pengelolaan Transformasi LPS, Suwandi di Medan, Kamis.
     
Dia mengatakan itu pada Seminar Nasional Peran dan Fungsi Strategis Bank Indoneisa (BI) dan LPS Dalam Sistem Keuangan Indonesia yang digelar BI, LPS dan Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia atau ISEI yang dihadiri ratusan peserta dari berbagai kalangan.
     
Dia menegaskan, hasil evaluasi, kolapsnya BPR itu bukan karena persaingan antarBPR maupun dengan bank umum.
     
Tetapi karena kesalahan yang dilakukan para direksi, manajemen dan karyawan BPR itu dalam tata kelola usaha perbankan tersebut
   
Dia memberi contoh, aset semua BPR yang ditutup hanya Rp598 miliar, sementara jumlah simpanan nasabah yang harus dikembalikan/dibayar sebesar Rp1, 6 triliun.

"Aset yang lebih kecil dari dana klaim penjaminan yang dibayarkan saat likuidasi menunjukkan bahwa bank itu tidak sehat,"katanya.

Untuk itu, ujar dia, perlu bimbingan dan pengawasan ketat dalam tata kelola perbankan.

Suwandi mengakui, dari 89 yang ditutup, tahun ini ada 8 BPR yang ditutup.

Adapun daerah terbanyak lokasi BPR yang ditutup adalah di Jawa Barat dan Sumatera Barat yang.juga memang banyak BPR beroperasi

 "Agar tidak semakin banyak BPR yang dilikuidasi, memang perlu pengawasan lebih ketat atas pendirian dan operasional bank -bank itu,"ujar Suwandi.***3***
 

Pewarta: Evalisa Siregar

Editor : Juraidi


COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2018