Tepat 21 Juli 2018 Pemerintah Labuhanbatu Utara akan merayakan usianya yang ke-10 tahun. Sejak dilantiknya Pj Bupati Pertama Labura Drs H Daudsyah pada 15 Januari 2009 hingga sekarang di bawah pimpinan duet H Kharuddin Syah SE-Drs Dwi Prantara MM (Berbudi), pasang surut perjalanan pemerintahan sudah dialami kabupaten itu.

Berbagai torehan prestasi maupun kekurangan mewarnai daerah yang lahir berdasarkan Undang Undang Nomor 23 Tahun 2008 tersebut. Saat ini dalam usianya yang memasuki satu dasawarsa, kabupaten dengan motto Basimpul Kuat Babontuk Elok itu dipimpin pasangan Berbudi yang memiliki visi mewujudkan “Kabupaten yang Beriman dan Bertaqwa Menuju Labuhanbatu Utara yang Sejahtera”.

Kabupaten dengan jumlah penduduk 388.576 jiwa (data KPU saat penetapan jumlah kursi DPRD Labura---pen) tersebut memiliki potensi besar. Dengan luas wilayah 354.580 Ha, kabupaten itu sangat potensial untuk pertanian, perkebunan, peternakan, perikanan bahkan pertambangan.

Potensi Besar

Potensi Labura meliputi sumber daya alam (SDA) baik di darat, pegunungan maupun laut. Sebagai contoh, untuk lahan pertanian padi (baik sawah maupun darat), terdapat lebih 19.000 Ha areal yang tersebar di delapan kecamatan, terutama di Kecamatan Kualuhleidong dan Kualuhhilir yang terkenal dengan beras Kukubalam dan Ramosnya itu.

Namun sayangnya, lahan pertanian tersebut belum didukung oleh irigasi teknis. Saat ini petani hanya memanfaatkan irigasi setengah teknis dan nonteknis sehingga produknya tidak maksimal. Akibatnya, lahan pertanian mulai tergerus dan berubah fungsi menjadi lahan perkebunan kelapa sawit.

Demikian juga potensi perkebunan. Berbagai perusahaan baik perusahaan milik pemerintah dan swasta tentu dapat dilibatkan secara aktif mendukung pembangunan yang dilaksanakan. Salah satunya melalui penyaluran Corporate Social Responsibility (SCR) yang tepat guna dan sasaran.

 Yang masih dalam penelitian atau eksplorasi adalah potensi pertambangan seperti batubara, granit dan lainnya. Juga dengan gas dan minyak bumi yang terdapat di Kecamatan Marbau yang hingga kini belum jelas bagaimana akhirnya.

Potensi tersebut jika dikelola baik dengan perencanaan yang matang merupakan modal besar bagi perkembangan dan kemajuan Labura. Tentunya untuk itu diperlukan sejumlah regulasi pendukung sehingga tidak menimbulkan dampak negative di kemudian hari.

Sumber daya manusia (SDM) di Labura juga besar. SDM ini bisa dibagi dalam empat katagori yaitu orang yang berilmu (ulama), pemerintah (umaro), orang kaya (pengusaha) dan orang lemah/miskin. Namun dalam tulisan ini, tidak akan menjelaskan tentang keempat katagori tersebut.

Berdasarkan data dari Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Labura, hingga per Juni 2015, terdapat 4.324 aparatur sipil Negara (ASN) untuk melayani masyarakat. Jumlah itu belum termasuk tenaga honor atau TKS yang tersebar di berbagai instansi yang ada.

Kemudian, jumlah angka angkatan kerja juga sangat besar. Dari data yang dikeluarkan Dinas Ketenagakerjaan dan Perindustrian Labura, pada Tahun 2016 terdapat 171.828 angkatan kerja, belum termasuk anak sekolah yang potensial menjadi angkatan kerja serta ibu rumah tangga.

Dus, potensi besar itu jika diberdayakan akan mampu membuat kemajuan signifikan. Apalagi warga Labura dikenal dengan masyarakat majemuk yang hidup damai dan harmonis secara berdampingan walau berbeda suku, agama, ras dan golongan.

           

Langkah yang Dilakukan

 Untuk mewujudkan visi misi yang direncanakan, potensi SDM yang ada tersebut dapat diberdayakan. Untuk katagori ulama atau tokoh agama, di Labura ada Majelis Ulama Indonesia (MUI) untuk Islam, ada PGI/FKAG untuk Kristen dan lainnya. Peran mereka menjadikan Labura tetap kondusif dan tidak menimbulkan gesekan antarumat beragama dan atau seagama.

Berbagai kegiatan keagamaan dilakukan masing-masing penganut agama. Dan semuanya dapat berjalan dengan nyaman dan baik. Toleransi yang telah terjalin menjadikan penganut agama di Labura dapat melaksanakan ibadahnya. Bahkan di Labura juga terdapat pura untuk umat Hindu Bali yang berada di Dusun KNPI Damuli.

Umaro adalah para pemegang amanah untuk melaksanakan kegiatan pemerintahan sesuai jenjang dan tingkatan masing-masing. Jumlahnya seperti yang telah disampaikan di atas merupakan jabatan formal di jajaran Pemkab. Sementara itu umaro di bidang nonpemerintahan juga banyak dan perannya tidak dapat diabaikan.  .            

Selanjutnya adalah potensi yang dimiliki orang-orang kaya, umumnya mereka adalah para pengusaha baik di sector jasa, perkebunan, perdagangan dan lainnya. melibatkan mereka dalam pembangunan tentu sangat mendukung dan mempercepat pembangunan yang dilaksanakan.

Unsur keempat adalah kaum dhuafa (lemah). Walau mereka dianggap tidak dapat memberikan kontribusi secara financial, namun dalam agama disebutkan doa-doa kalangan inilah yang merupakan salah satu pilar berdirinya suatu bangsa (umat).

Dalam rangka memberdayakan segala potensi yang ada, diperlukan perencanaan dan terobosan besar. Potensi SDA yang besar tanpa didukung SDM yang baik, tentu tidak maksimal hasilnya, bahkan dapat menimbulkan kemudharatan atau bencana.

Dan hal itu telah disadari oleh H Kharuddin Syah, selaku pimpinan tertinggi di kabupaten itu. Diakui atau tidak, berbagai upaya untuk itu telah dilakukan Pemkab Labura. Saat ini ada tiga sector utama yang menjadi perhatian pemkab yaitu pendidikan, kesehatan dan infrastruktur.

Masalah pendidikan formal yang merupakan salah satu kawah candradimuka pembentukan SDM tangguh, mendapat perhatian serius Pemkab Labura. Bahkan sejak dini, bupati telah mengeluarkan Perbup No 31 Tahun 2017 tentang Persyaratan Bebas Narpza bagi calon peserta didik SMP, calon mempelai dan pencari kerja di Labura. Langkah itu merupakan bentuk menyiapkan generasi yang sehat rohani dan jasmani sehingga mampu menjadi pemimpin di masa mendatang.

Bagi tamatan SMA sederajat yang berprestasi namun terkendala ekonomi, Pemkab Labura telah melakukan lobby dengan berbagai perguruan tinggi negeri. Hasilnya telah terjalin kerjasama dengan berbagai universitas negeri, baik di Sumut maupun di luar Sumut. Data dari Bagian Kesra dan Binmas Setdakab Labura diketahui, saat ini terdapat 293 mahasiswa yang mendapat beasiswa dari Pemkab Labura.

Rinciannya, di Unimed sejak MoU empat tahun silam terdapat 128 mahasiswa yang memperoleh beasiswa Rp15 juta/tahun/orang. UIN Sumut yang sudah berjalan tiga tahun terdapat 96 mahasiswa dengan beasiswa Rp15 juta/tahun/orang dan USU sebanyak 64 orang (dua angkatan) dengan beasiswa juga Rp15 juta/tahun/orang.

Di luar Sumut, Pemkab Labura juga menjalin kerjasama dengan IPB Bogor dan telah ada lima mahasiswa yang mendapat beasiswa sebesar Rp30 juta/tahun/orang. “Dengan Sekolah Tinggi Transportasi Darat, Pemkab Labura juga sudah menjajaki kerjasama,” jelas Kasubbag Kesra Jefri SH.

Luar biasanya lagi, Bupati Labura H Kharuddin Syah SE pernah menurunkan 32 gurubesar Unimed untuk melakukan penelitian dan pengkajian demi kemajuan daerahnya. Dan ini disebut-sebut merupakan yang pertama kali dilakukan seorang bupati di Indonesia, atau paling tidak di Sumut.

 Pendidikan informal juga mendapat perhatian seperti guru mengaji bagi umat Islam dan guru sekolah Minggu untuk penganut Kristiani. Pemkab Labura memberikan honorarium membantu para guru mengaji dan sekolah Minggu. Saat ini, terdapat 540 guru mengaji yang mendapat honor dan 229 guru sekolah minggu.

Hasil pendidikan seperti diuraikan di atas, outputnya tidak dapat dirasakan secara instan. Diperlukan waktu untuk merasakan manfaatnya saat para generasi muda itu mengambil alih tampuk kepemimpian di masing-masing bidang nantinya.

Pembangunan sector kesehatan dan infrastruktur juga sudah dirasakan dengan berdirinya puskesmas, pustu dan posyandu hingga ke pelosok ditambah dengan ambulance yang merata penyebarannya. Demikian juga pembangunan jalan, pengerasan jalan atau pengaspalan jalan serta pembangunan sejumlah gedung perkantoran atau instansi lain.

Terkait dengan administrasi keuangan, Pemkab Labura sudah menunjukkan prestasi besar. Terbukti empat tahun berturut, Labura berhasil meraih penilaian Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari BPK RI Perwakilan Sumut.

 

Gerakan Ekstra

 Menjadikan Labura kabupaten yang unggul atau paling tidak seimbang dengan kabupaten lainnya, perlu dilakukan gerakan ekstra. Kalau soal administrasi sudah terbukti dengan WTP empat kali berturut.

 Namun sayangnya, hingga memasuki usia 10 tahun Labura, belum terlihat ada sesuatu hasil yang bisa dijadikan icon atau kebanggan daerah. Hal itu dikarenakan dana yang dimanfaatkan umumnya hanya terbatas dan berasal dari ABPD dan ABPN saja.

 Menjalin komunikasi dan masukan dari berbagai stakeholder yang ada atau berhubungan dengan Labura harus lebih ditingkatkan. Tujuannya bagaimana para investor ataupun perusahaan tertarik dan merasa berkepentingan membangun daerah.

Sebagai contoh sederhana, untuk pengaspalan atau pengerasan jalan di kawasan perusahaan perkebunan, hendaknya dilakukan oleh perusahaan terkait. Dananya diambil dari CSR perusahaan tersebut. Jika ini dilakukan, tentu alokasi ABPD untuk jalan tersebut dapat dialihkan untuk keperluan lain.

Tentu untuk mewujudkannya tidak semudah membicarakannya. Nah, pada momen seperti inilah diperlukan sebuah thinktank (kelompok pemikir) dan ahli lobby atau negotiator (ahli negosiasi) yang dapat memberikan masukan kepada bupati sekaligus ‘membujuk’ pengusaha aktif membantu dan membangun daerah. Thinktank tersebut jangan hanya terbatas di lingkungan ASN semata, namun melibatkan berbagai profesi dan personil yang teruji dan profesional.

Lambannya pelepasan lahan dari PTPN III Kebun Memang Muda sehingga membuat sejumlah pembangunan tersendat membuktikan kurangnya thinktank dan ahli lobi. Dampaknya, perkantoran OPD yang masih dalam naungan Pemkab Labura di bangun secara terpisah. Ironisnya, pernah ada proyek yang telah ditenderkan dan ada pemenangnya namun gagal dilaksanakan.

Dalam usianya yang memasuki 10 tahun, masyarakat banyak bertanya mengapa berbagai perkantoran seperti pengadilan, kejaksaan, kepolisian dan pertanahan belum terdapat di Labura. Sementara diantara tujuan pemekaran adalah mendekatkan pelayanan kepada masyarakat.

Alasan yang muncul kerap terkait dengan pengadaan lahan. Apalagi khusus di Aekkanopan yang merupakan ibukota kabupaten, wilayahnya dibatasi oleh perkebunan baik swasta maupun BUMN.

 

Penutup

Seorang bupati bukanlah superman yang akan mampu memikul dan memikirkan seluruh persoalan yang ada di daerahnya. Demikian juga dengan terbatasnya personil di setiap organisasi perangkat daerah (OPD) membuat rencana yang matang belum tentu menghasilkan sesuatu yang sempurna.

System kehidupan yang telah tertata dengan baik, toleransi yang terjalin serta komunikasi antartokoh agama melalui Forum Komunikasi Umat Beragama (FKUB) merupakan modal besar untuk kemajuan Labura. Para penganut agama apapun dapat melaksanakan ibadah dengan aman dan nyaman di kabupaten itu.

Potensi SDA dan SDM yang besar itu jika dimanej secara paripurna dapat mempercepat pembangunan daerah sehingga menjadikan Labura daerah yang sejahtera, agamis dan mandiri bukan suatu yang tidak mungkin. Untuk itu, tentu diperlukan dukungan dan melibatkan berbagai stakeholder yang ada di kabupaten itu.

Akhirnya, visi yang dijanjikan pasangan Berbudi saat kampanye di masa lalu tentu realisasinya dinantikan masyarakat. Semoga impian tersebut dapat terwujud…..Dirgahayu dan Jayalah Labura

           

*) untuk lomba karya tulis dalam rangka HUT Labura ke-10

Pewarta: Sukardi

Editor : Juraidi


COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2018