Medan (Antaranews Sumut) - Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Sumatera Utara tetap mendukung kebijakan pemerintah melalui Kementerian Kelautan dan Perikaanan tentang larangan nelayan asing menangkap ikan di perairan Indonesia.
Wakil Ketua DPD HNSI Sumut, Nazli, di Medan, Jumat, mengatakan larangan secara tegas tersebut untuk menyelamatkan sumber hayati laut di perairan Indonesia.
Selama ini, kata dia, kapal-kapal dari berbagai negara asing itu banyak yang mencuri ikan di perairan Indonesia sehingga merugikan negara yang tidak sedikit jumlahnya.
"Jadi, kita tetap `men-support` Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti yang melakukan penertiban terhadap kapal nelayan asing beroperasi di Indonesia," ujar Nazli.
Ia menyebutkan larangan kapal asing mengambil ikan Indonesia memberikan manfaat yang cukup besar bagi nelayan tradisional dan tangkapan ikan mereka selama ini, berupa peningkatan tangkapan.
Padahal, selama ini dengan beroperasinya Pukat Hela (Trawl), Pukat Tarik (Seine Net) dan kapal nelayan asing, nelayan kecil makin tersisih, serta jumlah tangkapan ikan mengecewakan mereka.
"Namun setelah adanya Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 2 Tahun 2015 tentang larangan penggunaan alat tangkap Pukat Tarik dan Pukat Hela tersebut, maka nelayan mulai sedikit merasa lega," ucapnya.
Nazli mengatakan kapal nelayan Malaysia yang ditangkap saat mencuri ikan di perairan timur Aceh, sekitar 20 mil dari Langsa, Rabu (24/1) sekitar pukul 04.46 WIB, juga menggunakan alat tangkap pukat sejenis "pukat harimau" yang dilarang pemerintah.
Alat tangkap tersebut, tidak hanya menguras seluruh ikan jenis kecil dan besar, tetapi juga merusak karang yang terdapat di dasar laut.
Hal tersebut, merupakan pelanggaran yang cukup berat dan harus tetap diproses secara hukum.
"Pemerintah harus memberikan sanksi yang tegas, sehingga dapat memberikan efek jera, sehingga tidak mengulangi lagi pencurian ikan di perairan Indonesia," katanya.
Sebelumnya, Kementerian Kelautan Perikanan melalui Pangkalan Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) Lampulo, Banda Aceh, menangkap kapal nelayan berbendera Malaysia.
Kepala Sub Bagian Tata Usaha Pangkalan PSDKP Lampulo Herno Hardianto di Banda Aceh, Minggu (28/1) mengatakan petugas juga mengamankan empat anak buah kapal yang semua warga Myanmar.
Saat ini, kapal nelayan Malaysia tersebut diamankan di Pelabuhan Samudra Lampulo, Banda Aceh. Sebelumnya, kapal tersebut sempat dibawa singgah di Langsa. Kapal kayu dengan nama SLFA 4935 itu memiliki kapasitas 29 gross ton atau GT.
Adapun empat nelayan kapal berbendera Malaysia yang diamankan, yakni Win Su Htwe (20), nakhoda kapal, serta tiga anak buah kapal, yaitu Myo Win Aung (32), Soe Min (34), dan Moe Moe (39). Mereka warga Myanmar. ***1***
(T.M034/B/M029/M029) 09-02-2018 06:58:31
COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2018
Wakil Ketua DPD HNSI Sumut, Nazli, di Medan, Jumat, mengatakan larangan secara tegas tersebut untuk menyelamatkan sumber hayati laut di perairan Indonesia.
Selama ini, kata dia, kapal-kapal dari berbagai negara asing itu banyak yang mencuri ikan di perairan Indonesia sehingga merugikan negara yang tidak sedikit jumlahnya.
"Jadi, kita tetap `men-support` Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti yang melakukan penertiban terhadap kapal nelayan asing beroperasi di Indonesia," ujar Nazli.
Ia menyebutkan larangan kapal asing mengambil ikan Indonesia memberikan manfaat yang cukup besar bagi nelayan tradisional dan tangkapan ikan mereka selama ini, berupa peningkatan tangkapan.
Padahal, selama ini dengan beroperasinya Pukat Hela (Trawl), Pukat Tarik (Seine Net) dan kapal nelayan asing, nelayan kecil makin tersisih, serta jumlah tangkapan ikan mengecewakan mereka.
"Namun setelah adanya Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 2 Tahun 2015 tentang larangan penggunaan alat tangkap Pukat Tarik dan Pukat Hela tersebut, maka nelayan mulai sedikit merasa lega," ucapnya.
Nazli mengatakan kapal nelayan Malaysia yang ditangkap saat mencuri ikan di perairan timur Aceh, sekitar 20 mil dari Langsa, Rabu (24/1) sekitar pukul 04.46 WIB, juga menggunakan alat tangkap pukat sejenis "pukat harimau" yang dilarang pemerintah.
Alat tangkap tersebut, tidak hanya menguras seluruh ikan jenis kecil dan besar, tetapi juga merusak karang yang terdapat di dasar laut.
Hal tersebut, merupakan pelanggaran yang cukup berat dan harus tetap diproses secara hukum.
"Pemerintah harus memberikan sanksi yang tegas, sehingga dapat memberikan efek jera, sehingga tidak mengulangi lagi pencurian ikan di perairan Indonesia," katanya.
Sebelumnya, Kementerian Kelautan Perikanan melalui Pangkalan Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) Lampulo, Banda Aceh, menangkap kapal nelayan berbendera Malaysia.
Kepala Sub Bagian Tata Usaha Pangkalan PSDKP Lampulo Herno Hardianto di Banda Aceh, Minggu (28/1) mengatakan petugas juga mengamankan empat anak buah kapal yang semua warga Myanmar.
Saat ini, kapal nelayan Malaysia tersebut diamankan di Pelabuhan Samudra Lampulo, Banda Aceh. Sebelumnya, kapal tersebut sempat dibawa singgah di Langsa. Kapal kayu dengan nama SLFA 4935 itu memiliki kapasitas 29 gross ton atau GT.
Adapun empat nelayan kapal berbendera Malaysia yang diamankan, yakni Win Su Htwe (20), nakhoda kapal, serta tiga anak buah kapal, yaitu Myo Win Aung (32), Soe Min (34), dan Moe Moe (39). Mereka warga Myanmar. ***1***
(T.M034/B/M029/M029) 09-02-2018 06:58:31
COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2018