Medan (Antaranews Sumut) - Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia, Sumatera Utara mengingatkan kepada nelayan tradisional di daerah Kabupaten Batubara, agar jangan dulu tergesa-gesa untuk pergi melaut karena beberapa hari ini masih terjadi angin kencang.

Wakil Ketua DPD Himpunan Seluruh Indonesia (HNSI) Sumut, Nazli, di Medan, Sabtu, mengatakan saat ini cuaca ekstrem belum juga berakhir di wilayah Pantai Timur Sumatera.

Sehubungan dengan itu, menurut dia, para nelayan kecil di Batubara dapat mengurungkan niat mereka untuk sementara waktu pergi menangkap ikan di laut.

"Ini adalah demi keselamatan nelayan tersebut, agar jangan sampai terjadi hal-hal yang tidak kita ingini terhadap mereka," ujar Nazli.

Ia mengatakan, sebelumnya dua dua nelayan tradisional Rajali (40) dan Iwan warga Dusun IV, Desa Paluh Baji, Kecamatan Pantai Labu, Kabupaten Deliserdang dihantam badai di perairan Selat Malaka dan mereka terdampar di daerah Dumai, Provinsi Riau, dan sudah kembali ke kampung halaman.

Peristiwa yang seperti itu, diharapkan jangang terulang lagi terhadap nelayan Batubara dan hal tersebut dapat membahayakan keselamatan di laut.

"Mari kita jadikan, peristiwa yang dialami nelayan Delisedang pengalaman yang sangat berharga dan ke depan diharapkan tidak terulang lagi," ucapnya.

Nazli mengatakan, nelayan Batubara harus mematuhi himbauan yang disampaikan Pemerintah melalui Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Wilayah I Medan yang mengeluarkan peringatan dini cuaca ekstrem.

Himbauan tersebut adalah untuk kepentingan nelayan yang ada di wilayah Sumatera Utara (Sumut) dan janganlah dianggap hal yang sepele.

"Kita berharap pada tahun pengunjung 2017 ini, tidak ada nelayan Sumut dan nelayan Batubara yang mengalami peristiwa kecelakaan di laut akibat cuaca ektrem," kata Wakil Ketua HNSI Sumut.

Sebelumnya, nelayan tradisional di Kabupaten Batubara, Provinsi Sumatera Utara tidak melaut dalam beberapa hari terakhir akibat angin kencang dan cuaca ekstrem.

"Sudah satu minggu ini kami tidak ke laut, anginnya kencang sekali," kata Ramli Harun, nelayan Kabupaten Batubara ketika dihubungi Antara di Medan, Senin

Menurut Ramli, angin kencang tersebut sering diiringi hujan lebat yang menyebabkan terbatasnya jangkauan penglihatan nelayan ketika berada di laut.

Namun, yang dikhawatirkan nelayan bukan hujan lebat yang dapat diatasi nelayan dengan menggunakan mantel, terpal, atau tenda penutup mesin perahu.

Faktor yang ditakutkan nelayan adalah angin kencang yang selalu menyebabkan munculnya ombak besar yang dapat mengancam keselamatan jiwa nelayan.

"Kalau sekadar hujan, kita masih bisa menggunakan mantel. Namun kalau angin kencang, lautnya beralun dan bergelombang, itu yang bahaya," katanya.

Dashboard, salah seorang ibu rumah tangga di Batubara mengatakan, harga ikan melonjak lebih dari 50 persen dibandingkan hari biasa.

Ia mencontohkan ikan gembung yang biasa dijual dengan harga Rp17.000 per kg, namun kini harus dibeli dengan harga Rp25.000 hingga Rp30.000.

Lain lagi dengan ikan pari yang biasanya dibeli dengan harga Rp30.000 per kg, namun kini naik 100 persen menjadi Rp60.000 per kg. 

Pewarta: Munawar Mandailing

Editor : Akung


COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2017