Rantauprapat, 3/7 (Antarasumut) - Ketua DPD Partai Gerindra Sumut Gus Irawan Pasaribu meminta pemerintah daerah melakukan terobosan maupun loby yang berguna untuk kesejahteraan masyarakat dan kemajuan pembangunan daerahnya.

Hal ini menjadi pandangan Gus Irawan Pasaribu, tentang kemajuan pembangunan Sumut beberapa tahun terakhir dalam kegiatan konsolidasi dan silaturrahmi DPC Partai Gerindra Kabupaten Labuhanbatu di Jalan Perdamean Rantauprapat, Rabu.

Dalam konsolidasi itu, anggota DPR RI dari Partai Gerindra ini menilai, seorang pemimpin bukanlah seorang raja. Namun, pemimpin sejati adalah pelayan bagi masyarakatnya. "Sumut ini sudah terlalu lama tertidur," kata Gus.

Secara khusus, mantan Ketua KONI Sumut ini menyoroti sarana dan prasarana Stadion Teladan Medan belum mengalami perubahan yang signifikan. Bagaimana seorang pemimpin memiliki kemampuan. "Kita liat belum ada pembangunan yang berarti di Sumut," katanya.

Selain itu, Ketua Komisi VII DPR RI ini mengungkapkan, Partai Gerindra menolak APBN-Perubahan 2017 yang baru disahkan dalam Rapat Paripurna 27 Juli 2017 kemarin, keputusan itu menunjukkan terjadinya paradoks.

Dia menjabarkan, asumsi makro naik dari 5,1  persen menjadi 5,2 persen, sementara disisi lain target penerimaan perpajakan malah turun. "Lazimnya setiap kenaikan pertumbuhan ekonomi akan meningkatkan penerimaan pajak," kata Gus.

Gus menilai, anehnya belanja malah ditingkatkan sehingga menyebabkan defisit yg sudah lebar semakin melebar menjadi 2,92 persen atau Rp 397,24 Triliun dari sebelumnya pada APBN 2017 sebesar 2,41 persen atau Rp330,17 Triliun. 

Defisit tersebut harus ditutupi dengan hutang, sehingga pembiayan hutang pada APBN-Perubahan 2017 meningkat menjadi Rp461,34 Triliun. 

Beberapa asumsi makro pada APBN-Perubahan 2017 juga ditetapkan oleh Banggar DPR RI secara illegal dengan merobah apa yang sudah diputuskan di Komisi teknis. 

Yakni, keputususan di Komisi VII yang membidangi ESDM untuk ICP adalah USD 46/barel, oleh banggar diputuskan USD 48/barel. Demikian juga dengan subsidi Listrik yang diputuskan Rp 51 Triliun, oleh banggar ditetapkan Rp45 Triliun.

Dengan berbagai masalah tersebut, Fraksi Gerindra menolak RAPBNP 2017. Namun tetap disahkan dalam Rapat Paripurna. 

"Hal seperti ini mengulangi pengesahan Angket KPK dan yang terakhir pengesahan RUU Pemilu. Pertanyaannya sekarang, apakah proses yang tidak benar atau sesuatu yang inkonstitusional, diputuskan secara konstitusional hasil legal," ujar Gus.

Pewarta: Kurnia Hamdani

Editor : Juraidi


COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2017