Medan, 30/8 (Antara) - Aparatur pemerintah yang berhubungan dengan masyarakat seperti camat, lurah, kepala desa, hingga kepala lingkungan dinilai kurang berperan dalam menyukseskan perekaman data untuk pembuatan KTP elektronik.
Kepada Antara di Medan, Selasa, politikus senior PDI Perjuangan Panda Nababan mengatakan, sebenarnya pemerintah memiliki instrumen yang kuat untuk menyukseskan perekaman data untuk pembuatan KTP elektronik (KTP-e).
Hal itu disebabkan pemerintah memiliki aparatur yang terstruktur dari tingkat pusat, provinsi, kabupaten/kota, kecamatan, desa/kelurahan, hingga lingkungan atau RT/RW.
Melalui instrumen tersebut, seharusnya pemerintah dapat melakukan kampanye besar-besaran untuk menuntaskan perekaman data identitas KTP-e.
"Jadi, bisa ditentukan KTP-e itu selesai sebulan atau dua bulan atau berapa lama," katanya.
Melalui instrumen aparatur yang berjenjang itu, dapat terlibat tingkat keterlibatan bupati/wali kota, camat, kepala desa/lurah, hingga kepala lingkungan dalam menyukseskan perekaman data identitas tersebut.
Namun sayangnya, kampanye besar-besaran untuk mendorong masyarakat guna mengurus KTP-e tersebut belum terlihat selama ini.
"Kalau mau, (penyelesaian perekaman data KTP) itu bisa dilakukan," kata Panda.
Menurut dia, penuntasan perekaman data KTP-e bukan hanya untuk menvalidkan data kependudukan, tetapi juga bertujuan dalam menjaga nilai demokrasi.
Data kependudukan yang akurat sangat penting untuk menjaga hak demokrasi rakyat tidak tercemar dengan perilaku negatif dalam berpolitik.
Ia khawatir, persoalan yang ada sengaja dipelihara agar program pemerintah untuk menuntaskan perekaman data KTP gagal dilaksanakan.
Kekhawatiran itu muncul karena ketidakakuratan dalam data kependudukan menjadi "ruang empuk" dalam pilkada atau pesta demokrasi lainnya.
"Namun kita tidak mau `suudzon`, buruk sangka. Namun kalau mau melindungi demokrasi, seharusnya bisa menjaga hak warga. Itu tercermin dalam KTP elektronik," ujar Panda Nababan.
Sebelumnya, Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo menyatakan, sekitar 22 juta penduduk Indonesia belum melakukan rekam data kependudukan secara elektronik (E-KTP).
"Dari 256 juta penduduk masih 22 juta orang yang belum mau merekam datanya, padahal KTP itu penting menyangkut banyak hal termasuk pembuatan kartu BPJS dan paspor misalnya," ujar Tjahjo di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Kamis (25/8).
COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2016
Kepada Antara di Medan, Selasa, politikus senior PDI Perjuangan Panda Nababan mengatakan, sebenarnya pemerintah memiliki instrumen yang kuat untuk menyukseskan perekaman data untuk pembuatan KTP elektronik (KTP-e).
Hal itu disebabkan pemerintah memiliki aparatur yang terstruktur dari tingkat pusat, provinsi, kabupaten/kota, kecamatan, desa/kelurahan, hingga lingkungan atau RT/RW.
Melalui instrumen tersebut, seharusnya pemerintah dapat melakukan kampanye besar-besaran untuk menuntaskan perekaman data identitas KTP-e.
"Jadi, bisa ditentukan KTP-e itu selesai sebulan atau dua bulan atau berapa lama," katanya.
Melalui instrumen aparatur yang berjenjang itu, dapat terlibat tingkat keterlibatan bupati/wali kota, camat, kepala desa/lurah, hingga kepala lingkungan dalam menyukseskan perekaman data identitas tersebut.
Namun sayangnya, kampanye besar-besaran untuk mendorong masyarakat guna mengurus KTP-e tersebut belum terlihat selama ini.
"Kalau mau, (penyelesaian perekaman data KTP) itu bisa dilakukan," kata Panda.
Menurut dia, penuntasan perekaman data KTP-e bukan hanya untuk menvalidkan data kependudukan, tetapi juga bertujuan dalam menjaga nilai demokrasi.
Data kependudukan yang akurat sangat penting untuk menjaga hak demokrasi rakyat tidak tercemar dengan perilaku negatif dalam berpolitik.
Ia khawatir, persoalan yang ada sengaja dipelihara agar program pemerintah untuk menuntaskan perekaman data KTP gagal dilaksanakan.
Kekhawatiran itu muncul karena ketidakakuratan dalam data kependudukan menjadi "ruang empuk" dalam pilkada atau pesta demokrasi lainnya.
"Namun kita tidak mau `suudzon`, buruk sangka. Namun kalau mau melindungi demokrasi, seharusnya bisa menjaga hak warga. Itu tercermin dalam KTP elektronik," ujar Panda Nababan.
Sebelumnya, Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo menyatakan, sekitar 22 juta penduduk Indonesia belum melakukan rekam data kependudukan secara elektronik (E-KTP).
"Dari 256 juta penduduk masih 22 juta orang yang belum mau merekam datanya, padahal KTP itu penting menyangkut banyak hal termasuk pembuatan kartu BPJS dan paspor misalnya," ujar Tjahjo di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Kamis (25/8).
COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2016