Simalungun, Sumut, 20/6 (Antara) - Produksi tanaman kelapa biji yang diolah menjadi Serundeng oleh warga Huta I Kampung Petani Timur, Nagori Dolok Kahean, Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara, membutuhkan pemasaran yang lebih luas.
"Saat ini hanya `dilempar` (dipasarkan) kepada penjual bumbu di Kota Pematangsiantar," kata Tukiran (55), salah seorang produsen serundung di tempat pengolahan di sekitar kediamannya di Kecamatan Tapian Dolok, Senin.
Setiap hari, Tukiran dan 24 warga lainnya melakukan proses pembelahan kelapa, pemarutan, penggorengan, penjemuran, dan penggilingan sehingga menghasilkan serundeng basah yang digunakan untuk penambah penyedap masakan.
Dalam satu bulan, hasil olahan itu mencapai delapan ton, dikemas dalam plastik isi 1 kg dengan harga jual Rp17.000 secara grosir, dan Rp18.000 dengan eceran.
"Itu harga sekarang ini, bisa lebih rendah dan tinggi, tergantung harga bahan baku (kelapa biji)," sebut Tukiran.
Biasanya agen pengumpul datang ke kampung itu satu minggu sekali, Tukiran dibantu lima karyawan bisa menghasilkan 500 kg, sedangan 24 warga lainnya 1.500 kg sehingga totalnya menjadi dua ton.
Tukiran mengaku memperoleh pasokan kelapa biji dari sekitar wilayah Kabupaten Simalungun, Batubara, dan Kota Padang, Sumatera Barat.
Kelapa biji itu didistribusikan kepada 24 tetangga yang mengikuti usaha Tukiran sejak tahun 1980-an.
Selain daging kelapa, 200-an batok kelapa belah dikumpul dalam satu keranjang juga laku dijual dengan harga Rp25.000.
"Jadi hasil kepala biji bisa diandalkan untuk membantu penghasilan keluarga," kata Tukiran.
COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2016
"Saat ini hanya `dilempar` (dipasarkan) kepada penjual bumbu di Kota Pematangsiantar," kata Tukiran (55), salah seorang produsen serundung di tempat pengolahan di sekitar kediamannya di Kecamatan Tapian Dolok, Senin.
Setiap hari, Tukiran dan 24 warga lainnya melakukan proses pembelahan kelapa, pemarutan, penggorengan, penjemuran, dan penggilingan sehingga menghasilkan serundeng basah yang digunakan untuk penambah penyedap masakan.
Dalam satu bulan, hasil olahan itu mencapai delapan ton, dikemas dalam plastik isi 1 kg dengan harga jual Rp17.000 secara grosir, dan Rp18.000 dengan eceran.
"Itu harga sekarang ini, bisa lebih rendah dan tinggi, tergantung harga bahan baku (kelapa biji)," sebut Tukiran.
Biasanya agen pengumpul datang ke kampung itu satu minggu sekali, Tukiran dibantu lima karyawan bisa menghasilkan 500 kg, sedangan 24 warga lainnya 1.500 kg sehingga totalnya menjadi dua ton.
Tukiran mengaku memperoleh pasokan kelapa biji dari sekitar wilayah Kabupaten Simalungun, Batubara, dan Kota Padang, Sumatera Barat.
Kelapa biji itu didistribusikan kepada 24 tetangga yang mengikuti usaha Tukiran sejak tahun 1980-an.
Selain daging kelapa, 200-an batok kelapa belah dikumpul dalam satu keranjang juga laku dijual dengan harga Rp25.000.
"Jadi hasil kepala biji bisa diandalkan untuk membantu penghasilan keluarga," kata Tukiran.
Editor : Ribut Priadi
COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2016