Medan, 13/6 (Antara) - Ekspor karet Sumatera Utara terus berlanjut atau hingga Mei 2016 turun sebesar lima persen dari periode yang sama tahun 2015 atau tinggal 172.329.462 kilogram.
"Pada periode Januari-Mei 2015, volume ekspor karet anggota Gabungan Perusahaan Karet Indonesia (Gapkindo) Sumut masih bisa sebanyak 181.478.598 kilogram. Ada penurunan sebanyak 9.150.136 kg atau lima persen pada periode sama 2016," kata Sekretaris Eksekutif Gapkindo Sumut, Edy Irwansyah di Medan, Senin.
Penurunan ekspor terjadi hampir terjadi setiap bulan, kecuali pada Februari yang naik menjadi 38.128,364 kg dari Februari 2015 tercatat 36.440,639 kg.
Menurut dia, penurunan volume ekspor bukan hanya karena permintaan yang masih lesu, tetapi juga sebagai dampak adanya kesepakatan penahanan atau pengurangan ekspor karet antara Indonesia, Malaysia dan Thailand.
Berkurangnya ekspor ditambah harga jual yang sedang dan bahkan tren semakin melemah dipastikan akan menurunkan lagi devisa Sumut dari karet.
"Penururunan devisa diyakini semakin kuat karena kebijakan pengurangan ekspor dari negara-negara produsen yang dimulai 1 Maret akan berakhir pada 31 Agustus. Ada prakiraan pascakebijakan itu harga tertekan lagi," katanya.
Harga yang tertekan itu mengacu pada kenyataan dewasa ini bahwa pengurangan ekspor juga tidak terlalu banyak mendongkrak harga.
Harga tertinggi karet SIR 20 hanya 1, 588 dolar AS per kg pada pada 21 April.
Pengamat ekonomi Sumut, Wahyu Ario Pratomo menyebutkan, pemerintah perlu terus memikirkan dan menjalankan langkah tepat agar petani tetap tertarik bertanam karet di tegah terjadinya penurunan permintaan dan harga jual.
"Harga karet di tingkat petani yang selama ini dirumuskan dengan hitungan satu kg karet bisa dapat dua kg beras harus diwujudkan kembali dengan berbagai upaya," katanya.
Langkah itu perlu dilakukan pemerintah untuk menghindari petani terus beralih ke tanaman lain bahkan menjadi pekerja.
"Jangan sampai Indonesia yang sejak dulu menjadi negara pengekspor bahkan termasuk sebagai salah satu produsen utama menjadi ngara pengimpor," katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2016
"Pada periode Januari-Mei 2015, volume ekspor karet anggota Gabungan Perusahaan Karet Indonesia (Gapkindo) Sumut masih bisa sebanyak 181.478.598 kilogram. Ada penurunan sebanyak 9.150.136 kg atau lima persen pada periode sama 2016," kata Sekretaris Eksekutif Gapkindo Sumut, Edy Irwansyah di Medan, Senin.
Penurunan ekspor terjadi hampir terjadi setiap bulan, kecuali pada Februari yang naik menjadi 38.128,364 kg dari Februari 2015 tercatat 36.440,639 kg.
Menurut dia, penurunan volume ekspor bukan hanya karena permintaan yang masih lesu, tetapi juga sebagai dampak adanya kesepakatan penahanan atau pengurangan ekspor karet antara Indonesia, Malaysia dan Thailand.
Berkurangnya ekspor ditambah harga jual yang sedang dan bahkan tren semakin melemah dipastikan akan menurunkan lagi devisa Sumut dari karet.
"Penururunan devisa diyakini semakin kuat karena kebijakan pengurangan ekspor dari negara-negara produsen yang dimulai 1 Maret akan berakhir pada 31 Agustus. Ada prakiraan pascakebijakan itu harga tertekan lagi," katanya.
Harga yang tertekan itu mengacu pada kenyataan dewasa ini bahwa pengurangan ekspor juga tidak terlalu banyak mendongkrak harga.
Harga tertinggi karet SIR 20 hanya 1, 588 dolar AS per kg pada pada 21 April.
Pengamat ekonomi Sumut, Wahyu Ario Pratomo menyebutkan, pemerintah perlu terus memikirkan dan menjalankan langkah tepat agar petani tetap tertarik bertanam karet di tegah terjadinya penurunan permintaan dan harga jual.
"Harga karet di tingkat petani yang selama ini dirumuskan dengan hitungan satu kg karet bisa dapat dua kg beras harus diwujudkan kembali dengan berbagai upaya," katanya.
Langkah itu perlu dilakukan pemerintah untuk menghindari petani terus beralih ke tanaman lain bahkan menjadi pekerja.
"Jangan sampai Indonesia yang sejak dulu menjadi negara pengekspor bahkan termasuk sebagai salah satu produsen utama menjadi ngara pengimpor," katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2016