Medan, 17/2 (Antara) - Kebijakan pemerintah yang membebaskan asing memiliki rumah tapak atau "landed house" harus dikaji ulang karena bisa membahayakan dengan terjadinya penguasaan besar kepemilikan lahan khususnya yang strategis.
"Dengan nilai tukar mata uang yang jauh lebih besar dari Indonesia dan bunga kredit yang rendah, warga asing akan dengan mudah membeli lahan di dalam negeri termasuk yang dinilai mahal bagi warga Indonesia. Kondisi itu bisa membahayakan Indonesia," ujar Wakil Ketua Umum Kadin Sumut, Tomi Wistan di Medan, Rabu.
Wakil Ketua Bidang Infrastruktur dan Properti Kadin Sumut itu memberi contoh soal bahaya keleluasaan asing itu seperti bisa terjualnya pulau dan lahan strategis lainya di Sumut.
"Tidak tertutup kemungkinan asing suatu saat bisa membeli seluruh lahan di sekitar bahkan Danau Toba," katanya.
Kadin sebenarnya, kata dia, merespon positif langkah pemerintah yang semakin memberi keleluasaan terhadap kepemilikan asing di properti seperti yang juga diharapkan Realestate Indoensia (REI).
Tetapi, harusnya keleluasaan itu hanya untuk kondominium yang harganya memang mahal dan bukan berupa lahan tanah.
"Harus perlu pengkajian matang soal kebebasan asing dalam pembelian rumah tapak.Kalaupun memang tetap harus dijalankan, harus ada aturan kuat untuk melindungi penguasaan asing secara besar-besaran karena itu menyangkut rasa nasionalisme dan termasuk upaya melindungi negara," katanya.
Pemerintah, kata dia, jangan hanya memikirkan keuntungan dari perolehan pajak atau investasi yang dipastikan besar dari asing di sektor properti itu.
Tetapi, kata Tomi, juga harus diperhitungkan kerugian di masa yang akan datang.
Kalau asing menguasai besar hingga rumah tapak, maka warga Indonesia yang aslinya akan semakin terpinggirkan.
Masyarakat semakin terpingggirkan karena nantinya dengan tawaran harga mahal, masyarakat akan siap menjual lahan atau rumahnya ke pembeli asing.
Tomi yang mantan Ketua Kadin Serdang Bedagai, Sumut dan Ketua REI Sumut itu, mengakui, beberapa negara sudah ada yang mengizinkan asing memiliki properti seperti Malasyia dan Singapura.
Namun, negara itu juga membuat aturan ketat untuk asing bisa memiliki properti tersebut.
Di Malaysia, menurut informasi, ada pengenaan pajak yang cukup besar untuk membeli unit kondominium maupun rumah hunian dan termasuk harus ada izin dari pemerintah.
"Jadi sebaiknya keleluasaan asing membeli rumah tapak harus dikaji ulang dengan benar-benar mempertimbangkan dampak negatifnya," katanya.***3***
(T.E016/B/S015/S015) 17-02-2016 19:19:29
COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2016
"Dengan nilai tukar mata uang yang jauh lebih besar dari Indonesia dan bunga kredit yang rendah, warga asing akan dengan mudah membeli lahan di dalam negeri termasuk yang dinilai mahal bagi warga Indonesia. Kondisi itu bisa membahayakan Indonesia," ujar Wakil Ketua Umum Kadin Sumut, Tomi Wistan di Medan, Rabu.
Wakil Ketua Bidang Infrastruktur dan Properti Kadin Sumut itu memberi contoh soal bahaya keleluasaan asing itu seperti bisa terjualnya pulau dan lahan strategis lainya di Sumut.
"Tidak tertutup kemungkinan asing suatu saat bisa membeli seluruh lahan di sekitar bahkan Danau Toba," katanya.
Kadin sebenarnya, kata dia, merespon positif langkah pemerintah yang semakin memberi keleluasaan terhadap kepemilikan asing di properti seperti yang juga diharapkan Realestate Indoensia (REI).
Tetapi, harusnya keleluasaan itu hanya untuk kondominium yang harganya memang mahal dan bukan berupa lahan tanah.
"Harus perlu pengkajian matang soal kebebasan asing dalam pembelian rumah tapak.Kalaupun memang tetap harus dijalankan, harus ada aturan kuat untuk melindungi penguasaan asing secara besar-besaran karena itu menyangkut rasa nasionalisme dan termasuk upaya melindungi negara," katanya.
Pemerintah, kata dia, jangan hanya memikirkan keuntungan dari perolehan pajak atau investasi yang dipastikan besar dari asing di sektor properti itu.
Tetapi, kata Tomi, juga harus diperhitungkan kerugian di masa yang akan datang.
Kalau asing menguasai besar hingga rumah tapak, maka warga Indonesia yang aslinya akan semakin terpinggirkan.
Masyarakat semakin terpingggirkan karena nantinya dengan tawaran harga mahal, masyarakat akan siap menjual lahan atau rumahnya ke pembeli asing.
Tomi yang mantan Ketua Kadin Serdang Bedagai, Sumut dan Ketua REI Sumut itu, mengakui, beberapa negara sudah ada yang mengizinkan asing memiliki properti seperti Malasyia dan Singapura.
Namun, negara itu juga membuat aturan ketat untuk asing bisa memiliki properti tersebut.
Di Malaysia, menurut informasi, ada pengenaan pajak yang cukup besar untuk membeli unit kondominium maupun rumah hunian dan termasuk harus ada izin dari pemerintah.
"Jadi sebaiknya keleluasaan asing membeli rumah tapak harus dikaji ulang dengan benar-benar mempertimbangkan dampak negatifnya," katanya.***3***
(T.E016/B/S015/S015) 17-02-2016 19:19:29
COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2016