Langkat, 13/10 (Antara) - Hutan mangrove di pesisir pantai timur Kabupaten Langkat, Sumatera Utara, kritis akibat penebangan liar untuk dijadikan arang bakau, tambak udang dan perkebunan kelapa sawit.


"Kondisi hutan mangrove Langkat keseluruhannya kritis salah satunya akibat penebangan liar," kata Ketua Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia Langkat Tajruddin Hasibuan, di Pangkalan Brandan, Selasa.


Sebagai contoh hutan mangrove di register 8/L Desa Lubuk Kertang Kecamatan Brandan Barat, diperkirakan 1.200 hektare hutan mangrove tersebut berubah fungsi diakibatkan penebangan liar, perkebunan kelapa sawit maupun pertambangan.


"Penebangan lir ini juga merupakan salah satu faktor rusaknya hutan mangrove dimana kayu yang ditebang itu biasanya dijadikan arang," katanya.


Arang bakau biasanya untuk tujuan ekspor terutama ke luar negeri, karena bisa diperuntukkan buat pemanasan dikala musim dingin, maupun juga dijadikan bahan kosmetik dan berbagai keperluan lainnya.


Tajruddin Hasibuan mengungkapkan adanya penangkapan yang dilakukan aparat polisi Binjai terhadap tiga truk kayu arang bakau yang berasal dari Langkat, termasuk juga yang diamankan beberapa waktu yang lalu.


Jelas itu kayu arang itu untuk tujuan ekspor. Dari mana kayu arang tersebut tentu dari lahan-lahan mangrove yang tersebar diberbagai pesisir pantai timur Langkat ini.


Untuk itulah pihaknya berharap agar Dinas Kehutanan Langkat, Satpol PP, Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Utara, maupun juga Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) melakukan penertiban terhadap para perambah ini.


Padahal hutan mangrove ini sebagai salah satu tempat bertelur ataupun berpijahnya ikan, udang, kepiting, kerang dan biota laut lainnya.


"Sekarang ini saja akibat kerusakan hutan mangrove menyebabkan populasi biota laut berkurang dan menghilang, imbasnya tentu para nelayan tradisional," sambungnya.


Kita sangat berharap pemerintah Langkat dibawah kepemimpinan Ngogesa Sitepu untuk ikut menjaga kelestarian alam khususnya kawasan pesisir dan hutan mangrove.


Sementara itu Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan Langkat Supandi Tarigan menjelaskan sekarang ini ada 14.000 hektare hutan mangrove yang mengalami kerusakan akibat perambahan kayu, dijadikan tambak maupun perkebunan kelapa sawit.


"Kerusakan hutan mangrove itu dari luas yang ada 30.000 hektare, sehingga kalaupun ada yang bagus tinggal 16.000 hektare lagi yang tersebar di sembilan kecamatan," katanya.


Pihaknya berharap agar warga pesisir pantai dapat menjaga dan melindungi hutan mangrove yang ada itu, sekaligus bersama-sama kembali melakukan penghijauan agar hutan mangrove bisa kembali subur seperti tahun 1970-1980 an.


"Kita yakin bila mangrove hijau maka akan bisa menahan abrasi air laut kedaratan, selain itu habitat biota laut bisa berkembang, dan nelayan akan semakin meningkat pendapatan ekonomi mereka," ungkapnya.***1***


Riza Fahriza





(T.KR-IFZ/B/R021/R021) 13-10-2015 14:11:10

Pewarta: Imam Fauzi

Editor : Juraidi


COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2015