Medan, 31/8 (Antara) - Puluhan mahasiswa yang tergabung dalam "Aliansi Mahasiswa Peduli Demokrasi Indonesia" mengecam pengambilalihan fungsi Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Labuhanbatu Selatan dalam penetapan pasangan calon.

Kecaman tersebut disampaikan massa Aliansi Mahasiswa Peduli Demokrasi Indonesia dalam unjuk rasa di kantor KPU Sumut di Medan, Senin.

Salah satu pengunjuk rasa Abdul Razak mengatakan, pihaknya menilai pengambilalihan wewenang dan tugas KPU Labuhanbatu Selatan tersebut sebagai bentuk tindak kesewenang-wenangan komisioner tingkat provinsi.

Malah, pihaknya menduga pengambilalihan tersebut sebagai bentuk permainan untuk meloloskan salah satu pasangan calon yakni pasangan Usman-Arwi Winata dalam pilkada di Labuhanbatu Selatan.

Padahal, pasangan tersebut sempat terancam pencalonannya karena adanya bantahan dukungan dari salah satu kubu Partai Golkar.

"Apa kesalahan komisioner KPU Labuhanbatu Selatan? Kenapa pengambilalihannya dilakukan pada masa penetapan," katanya.

Karena itu, pihaknya menduga pengambilalihan tugas KPU Labuhanbatu Selatan tersebut ditunggangi oleh kepentingan politik tertentu dan disinyalir berbau transaksional.

"Indikasinya kuat. Kami menduga pengambilalihan ini ditunggangi oleh kepentingan politik tertentu agar meloloskan pasangan tertentu," kata Abdul Razak.

Anggota KPU Sumut Benget Silitonga membantah tudingan tersebut dan mengatakan bahwa pengambilalihan tugas KPU Labuhanbatu Selatan sebagai prosedur internal yang tertuang dalam PKPU 25.

"Kami memiliki dasar pengambilalihan, kecuali tidak ada dasar hukumnya baru kita bisa dibilang sewenang-wenang," katanya.

Menurut dia, pasangan Usman-Arwi Winata memang memenuhi syarat karena pendaftarannya sudah diterima dengan dibuktikan tanda terima dari KPU.

Namun pihaknya menilai klarifikasi yang dilakukan komisioner KPU Labuhanbatu Selatan tidak tepat dan menimbulkan polemik sehingga menjadi alasan untuk mengambil alih.

"Pada proses pendaftaran pada 28 Juli semua dokumen ada dan sah, disertai tanda terima. Namun nyatanya sesuatu yang sah menjadi polemik karena mereka mengklarifikasinya. Ini tidak berdasar, kenapa mereka lakukan klarifikasi. Harusnya kalau mau ditolak dari awal saja," kata Benget. ***2***

(T.I023/B/T013/T013) 31-08-2015 18:39:52

Pewarta: Irwan Arfa

Editor : Ribut Priadi


COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2015