Balige, Sumut, 11/6 (Antara) - Situs budaya "Mual Jabi-jabi" di pusat Kota Balige, Kabupaten Tobasa, Sumatera Utara, tempat pengukuhan Ompu Pulo Batu Sinambela menjadi Raja Sisingamangaraja XII pada 1864, layak dikembangkan menjadi lokasi wisata sejarah dalam mendorong pertumbuhan ekonomi wilayah.
"Pengembangan objek wisata sejarah yang lokasinya berdekatan dengan taman kota Balige ini akan mendorong bangkitnya sektor-sektor ekonomi lainnya," kata Pemerhati Budaya dari Toba Samosir (Tobasa), Tengku Idris Pardede di Balige, Kamis.
Mual Jabi-jabi kata dia, merupakan sebuah Sumur yang memiliki mata air sangat jernih dan sering digunakan untuk "maranggir (mandi sakral) raja-raja pada zaman dulu kala.
Jenazah pahlawan nasional Raja Sisingamangaraja XII yang gugur oleh pasukan Belanda di bawah pimpinan Kapten Christoffel pada 1907 dimandikan di Sumur ini, sebelum jasadnya dimakamkan di Tarutung, Kabupaten Taput, yang kemudian dipindahkan lagi ke Soposurung Balige.
Menurut Tengku Idris, tempat yang memiliki banyak catatan sejarah ini sangat potensial dikembangkan menjadi objek wisata minat khusus, karena lokasinya sangat strategis di pinggir danau Toba.
Prosesi pencabutan pedang "Gaja Dompak" sebagai syarat bisa tidaknya Raja Sisingamangaraja XII dikukuhkan, juga dilakukan di Lumban Jabi-jabi Balige, dekat Mual atau Sumur yang biasanya ada di Lumban (desa).
Tengku Idris menyebutkan, rencana Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Tobasa untuk memugar serta menjadikan Mual Jabi-jabi sebagai situs budaya disambut gembira oleh keturunan Raja Bona ni Onan.
"Jejak dari situs ini masih ada, dan terlihat dengan jelas," katanya.
Selain untuk merawat situs tua, Ia berkeyakinan upaya itu dapat menarik kunjungan wisatawan lokal maupun mancanegara, terutama kalangan ilmuwan yang ingin mengetahui jejak sejarah.
Menurut dia, berbagai situs warisan sejarah perlu dijaga dan dipelihara, agar tidak sampai punah, seiring dengan pertumbuhan penduduk dan proses pembangunan yang dilakukan masyarakat.
"Perkembangan industri pariwisata akan menghasilkan kemajuan perekonomian dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat," katanya.
Sementara itu, Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Tobasa, Ultri Simangunsong menyebutkan, pihaknya terus berupaya mengembangkan sektor kepariwisataan berbasis alam dan budaya untuk menarik kunjungan wisatawan ke daerah yang terletak di kawasan danau Toba tersebut.
Ia mengatakan, pihaknya mengembangkan promosi kepariwisataan berbasis budaya dengan mengandalkan potensi sumber daya alam tanpa merobah ekosistem.
Konsep pariwisata berbasis budaya dengan menekankan pelestarian lingkungan, perlu digalakkan. Jika industri pariwisata berbasis budaya dengan penekanan terhadap keseimbangan lingkungan dikembangkan, maka sektor-sektor lain sebagai penopang dengan sendirinya akan terlestarikan.
"Sebagai daerah yang memiliki budaya Batak Toba yang khas, pemerintah daerah setempat akan memperkuat sektor kepariwisataan dengan mengedepankan potensi adat istiadat dan kearifan lokal," sebut Ultri.
***1***
(KR-HIN)
COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2015
"Pengembangan objek wisata sejarah yang lokasinya berdekatan dengan taman kota Balige ini akan mendorong bangkitnya sektor-sektor ekonomi lainnya," kata Pemerhati Budaya dari Toba Samosir (Tobasa), Tengku Idris Pardede di Balige, Kamis.
Mual Jabi-jabi kata dia, merupakan sebuah Sumur yang memiliki mata air sangat jernih dan sering digunakan untuk "maranggir (mandi sakral) raja-raja pada zaman dulu kala.
Jenazah pahlawan nasional Raja Sisingamangaraja XII yang gugur oleh pasukan Belanda di bawah pimpinan Kapten Christoffel pada 1907 dimandikan di Sumur ini, sebelum jasadnya dimakamkan di Tarutung, Kabupaten Taput, yang kemudian dipindahkan lagi ke Soposurung Balige.
Menurut Tengku Idris, tempat yang memiliki banyak catatan sejarah ini sangat potensial dikembangkan menjadi objek wisata minat khusus, karena lokasinya sangat strategis di pinggir danau Toba.
Prosesi pencabutan pedang "Gaja Dompak" sebagai syarat bisa tidaknya Raja Sisingamangaraja XII dikukuhkan, juga dilakukan di Lumban Jabi-jabi Balige, dekat Mual atau Sumur yang biasanya ada di Lumban (desa).
Tengku Idris menyebutkan, rencana Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Tobasa untuk memugar serta menjadikan Mual Jabi-jabi sebagai situs budaya disambut gembira oleh keturunan Raja Bona ni Onan.
"Jejak dari situs ini masih ada, dan terlihat dengan jelas," katanya.
Selain untuk merawat situs tua, Ia berkeyakinan upaya itu dapat menarik kunjungan wisatawan lokal maupun mancanegara, terutama kalangan ilmuwan yang ingin mengetahui jejak sejarah.
Menurut dia, berbagai situs warisan sejarah perlu dijaga dan dipelihara, agar tidak sampai punah, seiring dengan pertumbuhan penduduk dan proses pembangunan yang dilakukan masyarakat.
"Perkembangan industri pariwisata akan menghasilkan kemajuan perekonomian dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat," katanya.
Sementara itu, Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Tobasa, Ultri Simangunsong menyebutkan, pihaknya terus berupaya mengembangkan sektor kepariwisataan berbasis alam dan budaya untuk menarik kunjungan wisatawan ke daerah yang terletak di kawasan danau Toba tersebut.
Ia mengatakan, pihaknya mengembangkan promosi kepariwisataan berbasis budaya dengan mengandalkan potensi sumber daya alam tanpa merobah ekosistem.
Konsep pariwisata berbasis budaya dengan menekankan pelestarian lingkungan, perlu digalakkan. Jika industri pariwisata berbasis budaya dengan penekanan terhadap keseimbangan lingkungan dikembangkan, maka sektor-sektor lain sebagai penopang dengan sendirinya akan terlestarikan.
"Sebagai daerah yang memiliki budaya Batak Toba yang khas, pemerintah daerah setempat akan memperkuat sektor kepariwisataan dengan mengedepankan potensi adat istiadat dan kearifan lokal," sebut Ultri.
***1***
(KR-HIN)
COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2015